PENGANTAR
SEJARAH DAN KONSEP ESTETIKA
Ringkasan
dari buku:
Judul : Pengantar Sejarah dan Konsep
Estetika
Pengarang : Lingga Agung
Penerbit : Yogjakarta: Kanisius, 2017
Pengantar
Buku Pengantar Sejarah dan Konsep Estetika
ini dituliskan berdasarkan Rencana Pembelajaran Estetika (RPS) matakuliah
Estetika yang diampu oleh penulis di Program Studi Desain Komunikasi Visual
(DKV), Fakultas Indrustri Kreatif, Telkom University, Bandung. “a e s t h e t h i c” sering
digunakan, pertama, memberi kesan nyeni ataupun terlihat artsy; kedua sebagai
meme untuk merespon femomena sosial budaya yang sedang hits khususnya dalam
semesta kesenian dan desain. Mempelajari estetika secara mendasar akan membantu
kita untuk lebih memahaminya sehingga ilmu tersebut tidak akan dianggap sebagai
kosmetik belaka.
Dalam
penulisannya dengan gaya bahasa yang sederhana dan pendekatan sejarah akan
mengikuti alur perkembangan konseptualnya. Buku ini diharapkan menjadi buku
ajar bagi para mahasiswa dan siapapun yang tertarik dan minat untuk mempelajari
sejarah dan konsep estetika secara mendasar. Buku ini juga menjadi “stargate” untuk memasuki dimensi
estetika yang lebih luas, lebih utuh, dan lebih detail.
BAB I
DASAR-DASAR ESTETIKA
A. Apa Itu Estetika?
1.
Defenisi
Estetika
Istilah
estetika, seni, dan keindahan sering kali bercampur begitu saja sehingga perlu
dijelaskan. Kata “seni” berasal dari bahasa Melayu yang berarti halus, tipis,
dan lembut. Seni memang selalu dimengerti sebagai ars (keterampilan), tekhne
(keahlian), dan berkaitan erat dengan keindahan (kalon). Sering terabaikan bahwa seni terutama berkaitan erat dengan
“penciptaan”, poein, dan akar kata “Estetika”
adalah aisthenasthai, yang artinya adalah “persepsi”. Maka seni terutama adalah
soal “menciptakan persepsi baru”. Penggunaan kata seni yang berarti “halus”
dapat diartikan sebagai proses “mencipta persepsi baru” yang memang membutuhkan
kehalusan jiwa dalam prosesnya sehingga menciptakan sesuatu yang memiliki
keindahan.
Keindahan adalah
keberadaan yang didalamnya kita melihat kehidupan sebagaimana ia seharusnya
menurut konsepsi-konsepsi kita; indah adalah objek yang mengungkapkan
kehidupan, atau mengingatkan diri kita pada kehidupan.
Estetika pada
dasarnya adalah ilmu yang berusaha untuk memahami keindahan. Atau pengetahuan
tentang hal-ihwal keindahan. Alexander Baumgarten adalah filsuf Jerman yang
untuk pertama kali memperkenalkan kata aisthetika,
yang memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebahgai saranan untuk
mengetahui setelah melakukan pengamatan dan perangsangan indra terhadap karya
seni.
2.
Tujuan,
Permasalahan, dan Ruang Lingkup Estetika
a.
Tujuan Estetika
Abdul Hadi H. W.
merumuskan tujuan estetika:
1) menentukan
sikap terhadap keindahan yang terdapat dalam alam, kehidupan manusia dan karya
seni;
2) mencari
pendekatan-pendekatan yang memadai dalam menjawab masalah objek pengamatan
indra, khususnya karya seni, yang menimbulkan pengaruh terhadap jiwa manusia,
khususnya perenungan dan pemikiran, serta prilaku dan perrbuatan manusia;
3) mencari
pandangan yang menyeluruh tentang keindahan dan objek-objek yang memperlihatkan
rasa keindahan;
4) mengkaji
masalah-masalah yang berhubungan dengan bahasa dan penuturannya yang baik,
sesuai keperluan, misalnya dalam karya sastra, serta mengkaji penjelasan
tentang istilah-istilah dalam konsep-konsep keindahan;
5) mencari teori
untuk menentukan dan menjawab persoalan di sekitar karya seni dan objek-objek
yang menerbitkan pengalaman indah.
b.
Permasalahan
Estetika
Dickie dalam
Aesthetica mengajukan tiga pertanyaan untuk mengisolir masalah-masalah di dalam
estetika, yaitu:
1)
Pernyataan
kritis yang menggambarkan, menafsirkan, atau menilai karya-karya seni yang
khas;
2)
Pernyataan
yang bersifat umum oleh para ahli sastra, musik atau seni untuk memberikan ciri
khas garne-garne artistik (misalnya tragedi, bentuk sonata, lukisan abstrak);
3)
Ada
pertanyaan tentang keindahan, seni imitasi dan lain-lain.
Louis Kattsof
berpendapat bahwa estetika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan batas
rakitan (structure) dan peranan (role) dari keindahan khususnya dalam seni. Ada
4 permasalahan pokok perihal permasalahan estetika, yakni:
1)
Nilai
Estetika
2)
Pengalaman
Estetika
3)
Prilaku
Orang yang Mencipta (seniman, dan
4)
Seni.
c.
Ruang Lingkup
Estetika
Matius Ali
menyatakan ada tiga bidang wilayah estetika, yakni:
1)
Bidang
filosofis: kajian mengenai karakter dasar seni, norma, serta nilai seni;
2)
Bidang
psikologis: kajian mengenai pengamatan dan tanggapan, aktivitas penciptaan,
serta seni pertunjukan;
3)
Bidang
sosiologi: kajian mengenai pengamatan dan publik, karya seni, sarana, dan
lingkungan.
B. Struktur Estetika
1.
Unsur-Unsur Rupa
a.
Unsur Garis
Garis merupakan
dua titik yang dihubungkan. Garis menjadi salah satu unsur membangun keindahan.
garis dalam karya seni adalah ekspresi dari seorang seniman. Garis memberi
kesan psikologis terhadap yang melihatnya. Garis yang bersifat formal merupakan
keteraturan geometris resmi, tegas, jelas, dan rapi sementara yang bersifat
nonformal bersifat lebih luwes, lentur, dan terkadang tidak keruan.
b.
Unsur Bangunan
Unsur bangunan
(shape) adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi oleh unsur
kontur (garis dan atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau oleh gelap
terang pada arsiran atau karena adanya tekstur.
Menurut Dharsono
ada 4 perubahan unsure bangunan, yakni:
1)
Stilisasi adalah pengayakan kontur pada sebuah
objek.
2)
Distorsi adalah penggambaran bentuk yang
menekankan pada pencapaian karakter.
3)
Transformasi adalah perubahan bentuk unsur akibat
unsur bangunan yang yang dipindahkan kepada unsur bangunan lain.
4)
Disformasi adalah perubahan unsur bangunan yang
dilakukan untuk merepresentasekan sifat keseluruhan dari suatu objek.
c.
Unsur Rasa
Permukaan Bahan (Textur)
Unsur Rasa
Permukaan Bahan atau tekstur adalah unsur yang sengaja dibuat untuk menunjukan
rasa permukaan bahan secara nyata yang bertujuan memberikan rasa tertentu pada
sebuah karya.
d.
Unsur Warna
Menurut Dharsono
ada 3 peran penting warna dalam semesta kesenian, yakni:
1)
Warna
sebagai warna: warna yang hanya sekedar warna.
2)
Warna
sebagai representasi alam.
3)
Warna
sebagai tanda/lambang/symbol.
e.
Unsur Ruang dan
Waktu
Unsur ruang dan
waktu merupakan wujud trimatra yang mempunyai: panjang, lebar, dan tinggi
(punya volume). Artinya ruang dan waktu memiliki posisi yang penting dalam
sebuah objek seni karena sebuah bentuk seni yang terdiri atas ruang dapat
dipahami dalam waktu yang bertahap. Dharsono mengatakan ada ruang nyata dan
semu. Ruang nyata adalah ruang yang kita lihat dan rasakan dengan panca indra
secara langsung sedangkan ruang semu adalah ruang yang terlihat sebagai
gambaran nyata atau tiruan.
2.
Prinsip-Prinsip
Estetika
a.
Paduan Harmoni (Keselarasan)
Harmoni adalah keselarasan
yang tersusun secara sistematis yang membuat kita menikmati ketersusunan
tersebut.
b.
Pasuan Kontras
Kontas adalah
dua hal yang dipadukan, tetapi memiliki perbedaan yang sangat tajam sehingga
jika terlalu berlebihan akan merusak komposisi yang tercipta.
c.
Paduan Irama (Repetisi)
Repetisi adalah
pengulangan dan di dalam objek seni, repetisi merupakan pengulangan unsur-unsur
estetikanya.
d.
Paduan Gradasi
Gradasi adalah
paduan dari interval kecil ke interval besar, yang dilakukan dengan penambahan
atau pengurangan secara laras dan bertahap, atau dapat dikatakan gradasi adalah
perubahan bentuk yang kaku ke dalam dinamika yang luwes dan menarik.
3.
Hukum Penyusunan
atau Asas-asas Rupa
a.
Asas Kesatuan
Kesatuan adalah
sebuah kohesi, konsistensi, ketunggalan, atau keutuhan yang merupakan isi pokok
dari komposisi.
b.
Keseimbangan
Keseimbangan
adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan
menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual ataupun secara intensitas kekaryaan.
1)
Keseimbangan formal adalah
keseimbangan pada dua pihak berlawanan dari satu poros.
2)
Keseimbangan
informal
adalah keseimbangan sebelah menyebelah dari susunan unsur yang menggunakan
prinsip susunan ketidaksamaan atau kontras dan asimetris.
c.
Kesederhanaan
Kesederhanan dalam
disain adalah kesederhanaan selektif dan kecermatan pengelompokan unsur-unsur
artistik dalam desain. Tiga aspek kesederhanaan, yakni: kesederhanaan unsur,
struktur dan teknik.
d.
Aktuensi
Aktuensi adalah
penekanan pada suatu titik di dalam sebuah karya seni.
e.
Proporsi
Proporsi adalah
hubungan antara bagian dari suatu desain dan hubungan antara bagian dan
keseluruhan. Hubungan antar bagian yang bersifat serasi, harmoni, setimbang,
dan tidak tumpang-tindih.
C. Nilai dalam Estetika
Estetika sebagai
ilmu tentang seni menelaah beberapa persoalan objektif di dalam sebuah karya
seni seperti susunannya, anatomi bentuknya, perkembangan genre seni, dan lainnya. Menurut Dharsono ada 3 tingkatan basis
aktivitas estetik/artistika.
1.
Tingkatan
pertama: pengamatan terhadap kwalitas material, warna, suara, gerak, sikap, dan
banyak lagi sesuai dengan jenis seni serta reaksi fisik yang lain.
2.
Tingkatan
kedua: penyusunan dan pengorganisasian hasil pengamatan pengorganisasian
tersebut merupakan konfigurasi dari sturktur bentuk-bentuk pada yang
menyenangkan, dengan pertimbangan
harmoni, kontras, balance, unity yang selaras atau merupakan
kesatuan yang utuh .
3.
Tingkatan
ketiga: susunan hasil persepsi(pengamatan)
Nilai estetis
adalah proses memberikan takaran keindahan pada sebuah objek. Kant membagi
nilai estetis menjadi dua, yakni: (1) Nilai murni terhadap pada garis, bentuk,
warna dalam rupa seni rupa. Gerak, tempo, irama dalam seni tari. Suara, metrum,
irama dalam seni music. Dialog, ruang, gerak dalam seni drama, dan lainnya. (2)
nilai tambahan adalah yang ditambahkan pada bentuk-bentuk manusia, alam,
binatang, dll.
Laurie Schneider
Adams member 5 nilai estetika:
1.
Nilai
material adalah nilai material yang ada di dalam sebuah karya seni
2.
Nilai
intrinsik terganung dari gaya estetik dan keseluruhan karya-karya dari seorang
seniman.
3.
Nilai
religius (keagamaan) adalah sebagai sarana ritual keagamaan. Tujuannya untuk
mendekatkan yang Ilahiah dengan manusia, pemujanya.
4.
Nilai
nasionalisme berhubungan dengan nilai keagamaan, karena pada dasarnya sama-sama
mengespresikan kedekatan, rasa bangga, atau keberhasilan masyarakat tersebut
dalam membangun peradaban.
5.
Nilai
psikologis yakni membuat kita bereaksi seperti merasa senang, gembira, bahagia,
terharu, takut, jijik, kegirangan, kemarahan, ketenangan dan lain sebagainya.
Teori-teori
tentang Nilai Estetika
1.
Teori Intrinsik
Teori intrinsik berpendapat bahwa nilai
seni terdapat pada “bentuknya”. Bentuk adalah medium indrawi sebuah karya seni.
Isinya adalah tidak relevan.
2.
Teori ekstrinsik
Teori ekstrinsik berpendapat bahwa
susunan dari arti-arti di dalam dan susunan medium indrawi yang menampung
proyeksi dari makna dalam harus dilebur.
3.
Teori Serba
Intelektual
Teori serba intelektual didasari
filsafat Aristoteles yang menyatakan bahwa keindahan adalah kebenaran,
keindahan yang benar atau kejujuran!
4.
Teori Katarsis
Teori katarsis yang diintroduksi oleh
Aristoteles bertolak dari efek seni drama/teater terhadap khalayaknya yang mendapatkan
kepuasan dan kedamaian. Baginya, keindahan adalah ekspresi dan ekspresi adalah
“muatan” atau “isi” seni. Seni adalah representasi bukan realitas sehingga
seniman dapat mengatasi pelbagai masalah dengan karyanya tersebut.
D. Memahami dan Menikmati Estetika
1.
Pemahaman
Pemahaman setetika pada sebuah objek
seni pada kenyataannya adalah paresiasi terhadap seni tersebut. Apresiasi seni
merupakan proses sadar yang dilakukan penghayat dalam menghadapi dan memahami
karya seni.
a.
Teori Empathy
Teori empathy yang artinya sebagai
merasakan diri sendiri ke dalam sesuatu. Pada prinsipnya merupakan suatu teori
tentang pemancaran perasaan diri sendiri ke dalam benda estetis.
b.
Teori Psychical Distance
Teori psychal distance adalah tingkat
keterlibatan pribadi atau selfs involvement.
2.
Penikmatan
Ada 4 tingkatan penikmatan menurut
Steppen C. Pepper, yakni:
a.
Tingkatan
pertama disebut tingkat subjektif relativitas,, di mana seseorang dalam
memberikan ultimatum senang dan tidak senang karena adanya keputusan subjektivitas.
b.
Tingkatan
kedua disebut culture relativites tingkat ini merupakan ultimatum senang dan
tidak senang atas keputusan sikap psikologis karena ikatan latar belakang
budaya.
c.
Tingkat
ketiga disebut tingkat biological relativites, di mana ultimatum senang dan
tidak senang didasari atas keputusan yang berdasarkan atas intrinsik yang
muncul setelah menikmati karya tersebut.
d.
Tingkatan
keempat merupakan tingkatan relativitas yang disebut absolute, artinya
ultimatum senang dan tidak senang bukan dari intrinsik, tetapi cenderung kepada
sikap ekstrinsik.
BAB II SEJARAH DAN KONSEP ESTETIKA BARAT
A. Sejarah dan Konsep Estetika Barat
Prof. Allan
Menzeis menyatakan bahwa Eropa dimulai dari Yunani. Di wilayah inilah bangsa
Arya di Eropa untuk pertama kalinya merasakan sentuhan seni dan peradaban Timur
serta digerakkan oleh bragam aktivitas yang sama sekali baru. Oleh sebab itu
dapat dikatakan bahwa sejarah dan konsep estetika Barat berawal dari zaman
Yunani Klasik (Sekitar abad ke-3SM).
Para filsuf
Yunani Klasik mengartikan keindahan di dalam arti yang luas yang di dalamnya
terdapat ide tentang kebaikan. Plato, menyebutkan tentang watak yang indah dan
hukum yang indah. Sementara itu muridnya, Aristoteles, menyebutkan bahwa watak
keindahan sebagai sesuatu yang baik dan menyenangkan. Plotinus juga menuliskan
tentang ilmu yang indah dan kebajikan yang indah.
1.
Estetika Yunani
Klasik
a.
Plato (427-347
SM)
Plato
berpendapat bahwa realitas yang ada
bukanlah realitas yang sesungguhnya, tetapi hanya sebagai tiruan dari yang
sesungguhnya ada. Ia menyebutnya sebagai idea
yang memiliki sifat spiritual, rohaniah, kekal, absolute, dan tidak akan pernah
berubah. Maka dari itu Plato beranggapan seni adalah tiruan dari tiruan: mimesis-memeseos karena keindahan yang
sebenarnya hanya ada di dalam idea,
sedangkan para seniman dalam berkarya-misalnya membuat lukisan alam-hanya
“meniru” sesuatu yang ada di dalam realitas yang sekali lagi bagi Plato hanya
tiruan yang tidak nyata, bukan yang sesungguhnya dari alam idea (teori ini disebut teori mimesis).
b.
Aristoteles
(384-322 SM)
Aristoteles
menolak pandangan Plato tentang idea
tetapi tidak menolak semua konsepnya. Misalnya, konsep estetika Aristoteles
yang diuraikan secara lengkap di dalam Poetika
(Poetics) menyebutkan bahwa keindahan selalu menyangkut keseimbangan dan
keteraturan yang berlaku secara umum: alam raya dan karya seni buatan manusia.
Tetapi badi Aristoteles, seni tidak hanya sebagai tiruan dari benda yang ada di
alam, tetapi lebih tinggi sebagai “tiruan dari sesuatu yang universal”.
Menurut
Aristoteles syarat disebut karya seni, yakni: mampu merefleksikan
fenomena-fenomena universal, karya seni harus menjadi sebuah cermin agar
manusia bisa bercermin dan berpikir tenang dirinya yang berada di dalam cermin
tersebut-karya seni menjadi bahan renungan tentang kehidupan manusia (hal ini
disebut katarsis “purgation”).
c.
Estetika Yunani
Klasik
Ciri-ciri
estetika Yunani Klasik, yakni:
1)
Bersifat
metafisik, artinya keindahan adalah idea
sesuatu yang sakral dan merefleksikan kebaikan dan kebenaran, tetapi memiliki
tingkatan.
2)
Bersifat
objektivistik yang berarti bahwa marokosmos dan mikro kosmos merupaka wujud
keindahan yang berasal dari Yang Absolut Tuhan.
3)
Bersifat
fungsional artinya keindahan harus berperan dalam menyampaikan nilai-nilai
moral, keadilan, kebenaran, dan kebaikan kepada siapa saja yang melihatnya.
2.
Estetika Romawi
Estetika Romawi
lebih aspek fungsional seperti monument-monumen peringatan, seperti, misalnya Trajan’s Column yang dibangun sebagai
monument kemenagan bangsa romawi atas kaum Dacians (Romania).
3.
Estetika Abad Pertengahan
(The Dark Ages)
-
St. Thomas
Aquinas
Menurut Matius Ali, ada tiga ciri
estetika St. Thomas Aquinas, yakni:
·
Bersifat
metafisik dan rasional
·
Keindahan
adalah aspek dari “ yang baik”
·
Keindahan
itu terkait erat dengan hasrat atau keinginan
Ada 3 kwalitas
keindahan, yakni:
·
Integritas
atau kelengkapan (integrity): artinya
sempurna, tidak terpecah dan tidak tersemai.
·
Harmoni,
selaras, dan proposiaonal (harmony):
keselarasan yang benar.
·
Kecemerlangan
(clarity): jelas, terang, dan jernih.
Cirri estetika
menurut Thomas Aquinas, yakni:
a.
Estetika
adalah bagian atau cabang dari teologi.
b.
Keindahan
bukanlah nilai dari yang independen, melainkan lebih sebagai “percikan
kebenaran” (splendor veritatis) dari
kesempurnaan ilahi, yakni Tuhan sendiri.
c.
Kata
kuncinya adalah mengatasi dunia indrawi, menuju kontemplasi langsung
“kesempurnaan ilahi” (divine perfection).
d.
Keindahan
sejati berada di wilayah Tuhan, ditangkap lewat intelek atau intuisi mistik.
4.
Estetika
Renaisans
Renaisans (renaissance) berarti “kelahiran kembali”.
Maksudnya adalah kembali lahirnya kebudayaan Yunani Klasik, setelah berabad
lamanya kehidupan masyarakat Italia dan Eropa termasuk seni didominasi oleh
aturan yang ketat dari Gereja. Renaisans bukan romantisme terhadap kejayaan
Yunani Klasik, melainkan interpretasi baru atasnya yang melahirkan gerakan
kebudayaan yang sangat progresif di dalam bidang agama, sastra, filsafat, seni,
politik, ilmu pengetahuan estetika, dan lainnya. Renaisans melahirkan gerakan
humanism karena manusia menjadi subjek refleksi atas segala sesuatunya. Gerakan
ini mengeser teosentrisme menjadi antroposentrisme karena reflesi adikodrati
bergeser kepada refleksi kodrati. Ini disebabkan oleh beberapa hal, yakni:
pemikiran manusia yang berubah, Arab-Islam yang pada masa itu berada puncak
peradabannya.
Menurut Harold
Osbrone dalam Aesthetics dan Art Theory member cirri Estetika Renaisans, yakni:
1)
Seni
lukis dan seni pahat-patung merupakan hal yang bersifat mental dan intelegensi
(cosa mentale).
2)
Seni
dan puisi meniru alam dan untuk tujuan ini, ilmu-ilmu empiris memberikan
petunjuk-petunjuk yang berguna.
3)
Seni
plastic seperti sastra, juga mengejar tujuan moral, yakni perbaikan status
sosial, namun tetap bercita-cita menuju yang ideal.
4)
Tujuan
segala seni keindahan adalah property objektif dari benda-benda terdiri atas
tatanan (ordr), harmoni, proporsi, dan kebenaran.
5)
Puisi
dan seni-seni visual yang telah mencapai kesempurnaan serta bentuk yang
definitive di masa klasik (Yunani-Romawi) rahasianya telah hilang dan kesenian
semakin merosot atau menurun nilainya.
6)
Seni
harus tunduk dan mengikuti aturan-aturan kesempurnaan yang secara rasional
dapat dimengerti dan secara tepat dapat diformulasikan dan diajarkan.
Unsur-unsur perspektif menjadi penting dalam proses menciptakan sebuh ilusi
kedalaman suatu karya seni.
7)
Banyak
berhutang pada mitologi-mitologi klasik dan filsafat mistik.
a.
Leonardo da
Vinci (1452-1519)
Konsep estetika menurut Leonardo da
Vinci, yakni:
1)
Mengikuti
model warisan Aristoteles dan Alberti, Leonardo da Vinci melihat aktivitas seni
mencakup tahap “observasi terhadap alam” dan rincian-rinciannya secara ilmiah.
2)
Kemudian
menuju tahap momentum inspirasi ilahi, artinya inspirasi ilahi itu pada saat atau
momentum tertentu diperoleh dan dapat membantu memvisualkan kembali alam yang
telah di observasi secara cermat.
Tujuan utama
estetika Leonardo da Vinci adalah “dinamis-ekspresif” dan membawa ketenangan. Karya
terkenalnya, yakni: Virgin of the Rocks, Virgin
and Child with St. Anne, Ginevra de’Benci, Annunciation, Lady with an Ermine,
The Baptism of Christ, Adoration of the Magi, St. John the Baptist, La bella
ferronniere, Bacchus, Salvator Mundi, Vitruvian Man, dan lainnya.
b.
Donatello
(1386-1466)
Donato di Niccolo di Betto Bardi juga
dikenal sebagai Donatello, adalah seorang seniman atau pematung terbaik pada
awalnya masa renaisans. Karya paling terkenal adalah patung perunggu David-nya.
c.
Michelangelo
(1475-1564)
Michaelangelo Buonarroti atau Michelangelo
di Lodovico Buonarroti Simoni adalah seorang tokoh terkemuka dalam sejarah
estetika, beliau adalah seorang pelukis sekaligus pemahat dan artistic dan
bahkan seorang penyair. Karya terkenalnya antara lain:Patung David, Pieta, dan Fresco di langit-langit Kapel Sistina, Roma,
Italia.
d.
Raphael
(1483-1520)
Raphael bisa jadi adalah salah satu
seniman renaisans yang paling berpengaruh dan dicintai oleh para peminat seni
zaman ini. Beberapa karya terkenalnya, yakni: Disputation of the Holy Sacrament, School of Athens, The Crucified with
the Virgin Mary, Saints and Angels (The Mond Crucifiion), dan Transfiguration.
5.
Estetika Barat
Modern
Untuk pertama
kali istilah modern diperkenalkan oleh William Ockharm melalui Via Moderna (Jalan Modern) dan Via Antiqua (Jalan Antik/Tradisi). Cirri
modernitas , yakni: subjektifitas, kritik, dan kemajuan.
Subjektifitas
adalah kesadaran diri manusia sebagai pusat realitas, manusia adalah subjectum parameter; manusia adalah
pusat segala realitas.
Kritik secara
implicit terdapat di dalam pengertian tentang subjektifitas sejauh dihadapkan
dengan otoritas.
Kemajuan yang
dimaksud, yakni: kesadaran manusia akan waktu sebagai sumber yang mahalangka
yang tidak mungkin dapat diulangi kembali.
Menurut Matius
Ali, modern member dampak kepada kehidupan manusia, yakni:
1)
Pandangan
dualitas tentang kenyataan, yakni: subjek-objek, spiritual-material,
manusia-dunia, telah menyebabkan krisis ekologi karena alam dieksploitasi dan
dikuras secara berlebihan.
2)
Modernism
melahirkan pandangan yang bersifat objektif dan positivistic sehingga cenderung
menjadi manusia sebagai objek dan masyarakat pun direkayasa bagaikan mesin.
3)
Modernism
mendudukan ilmu-ilmu positif-empiris sebagai standart kebenaran tertinggi.
4)
Modernisme
melahirkan materialism.
5)
Modernisme
mendukung bangkitnya kembali tribalisme, yakni mentalitas yang mengunggulkan
satu suku atau kelompok sendiri.
a.
Estetika
Rasionalisme Jerman
·
Estetika
terdiri ataas sebuah sains tentang pengenalan indrawi.
·
Pengetahuan
demikian, bukanlah seperti yang diyakini oleh Spinoza dan Leibiniz, lebih
rendah dari pengetahuan logis, namun memiliki otonomimya sendiri.
·
Pengetahuan
estetika menunjukan kesempurnaannya sendiri.
b.
Esteetika Ingris
Abad ke-18
David Hume menyatakan, keindahan sesuatu
tidak terletak pada sebuah objeknya (misalnya pada sebuah lukisan atau patung),
tetapi pada “perasaan” seseorang yang melihatnya.
c.
Empat Perspektif
Seni Immanuel Kant
Immanuel Kant memberi keindahan empat perspektif,
yakni:
·
Kualitas
Keindahan merupakan hal yang subjektif,
artinya keindahan yang menghasilkan kesenangan subjek sebagai seseorang.
·
Kuantitas
Keindahan artinya yang universal yang
dapat diterima oleh semua orang tanpa subjektivitas atau objektivitas.
·
Relasi
dan Finansial
Keindahan adalah “forma” financial suatu
objek. Financial adalah maksud atau tujaun tertentu dari keberadaa suatu objek;
sesuatu yang memberikan rasa senang.
·
Rasa
Senang dan Niscaya
Keindahan adalah apa yang lepas dari
konsep, dan ditangkap sebagai objek yang memberikan rasa sengan secara
“niscaya”.
d.
Estetika
idealism Jerman Abad ke-19
Konsep estetika Georg Wilhelm Friedrich
Hegel dibangun dalam kerangka filsafat idealisme sehingga ia merumuskan 3
bentuk utama seni, yakni:
·
Bentuk
Simbolik
Bentuk seni simbolik adalah bentuk seni
yang mencari ekspresinya.
·
Bentuk
Klasik
Bentuk klasik memiliki sifat yang
antropomorfis atau menampilkan ide-ide kesemestaan (alam semesta termasuk alam
sekitar; hewan dan bentuk alamiah lainnya) ke dalam wujud manusia.
·
Bentuk
Romantik
Puncak seni romantic adalah puisi,
music, dan lukisan.
e.
Estetika Masa
Romantika
Filsuf yang mempengaruhi konsep estetika
masa romantic adalah Schelling, Fichte, A. Schopnhaeur, dan Nietzsche. Pada
masa itu seni merupakan ekspresi emosi dari para senimannya. Seniman menjadi
semacam alternative sumber pengetahuan baru melalui karyanya. Ada beberapa
cirri estetika zaman romantic, yakni:
·
Seni
merupakan ekspresi emosi dan perasaan sang seniman.
·
Di
Prancis muncul romantisme yang ekstrem dengan semboyan l’art pour l’art, artinya “seni untuk seni itu sendiri”.
·
Kata-kata
kuncinya adalah jenius, imajinasi kreatif, orisinalitas, ekspresi, komunikasi,
emosi, simbolisme, sentimental.
·
Mengenal
kembali mitologi-mitologi, baik di Timur maupun di Barat; akibatnya, para
seniman eksotisme dunia lain dan mistisisme.
·
Memuja
sang artis dan mendewakannya.
·
Sang
artis tidak lagi diinspirasikan oleh Tuhan, tetapi dirinya didewakan ke tingkat
tertinggi.
·
Seniman
jenius tidak lagi mengikuti aturan atau tradisi, tetapi membuat aturan sendiri,
terobosan, serta kemungkinan-kemungkian baru.
f.
Estetika Abad
ke-20
Estetika abad ke-20 sangat dipengaruhi
oleh konsep-konsep estetika sebelumnya, yang dapat dikatakan inovasi formal
artistic sebagai upaya meruntuhkan konsep estetika pada masa sebelumnya. Konsep
abad ke-20 dipengaruhi oleh B. Croce, Collingwood, Susanne Langer, Bell, dan
Beardsley yang secara substansial merupakan bentuk baru dari konsep estetika
Plato. Langer memiliki konsep estetika yang menekankan seni sebagai bentuk
symbol, Collingwood menekankan estetika sebagai craft. Croce memiliki konsep estetika tentang intitusi seni dan
Beardsley yang berpendapat bahwa karya seni tidak bersifat fisik melainkan
objek estetik estetisyang dapat dipergunakan sebagai instrument untuk membantu
kehidupan manusia dalam pengertian yang sesungguhnya.
6.
Estetkika Barat
Kontemporer (Postmodern)
Estetika ini
sering disebut juga sebagai estetika postmodern
pascamodern dipengaruhi konsep-konsep filsafat postmodern. Posmodern adalah
gerakan filsafat kebudayaan yang terjadi sekitar tahun 1960-an sebagai reaksi
terhadap modernism yang dianggap menjadi penyebab segala bentuk runtuhnya
kemanusiaan dan moralitas. Beberapa kelompok postmodern:
·
Kelompok
New Age: Metafisika New Age cenderung ingin menggali kembali
pemikiran-pemikiran kuno, baik di Barat
maupun di Timur, seperti Neo-Platonisme, Zoroasrotianisme, Taoisme,
Hinduisme, Buddhisme, Kabbalah, Gnostisme, dan lain-lain. Tokoh yang termasuk
dalam kelompok ini antara lain R. Steirner, J. Krisnamurti, dan H.P. Blavatsky.
·
Kelompok
yang terkait pada dunia sastra dan masalah linguistik (dekonstruksi). Tokoh
yang terkait antara lain J. Derrida, F. Lyotard, dan J. Baudrillard.
·
Kelompok
yang ingin merevisi modernism yang diwakili pemikir-pemikir, Whitehead, David
Bohm, J. Cobb Jr, David Ray Griffin, Frederick ferre, dan lain-lain.
Ada dua modus
pendekatan dalam estetika ini:
·
Mainstream yaitu: melalui pastice, imitasi atas hal-hal di masa
lampau.
·
Oposisional yakni:
keputusasaan atau kehampaan melalui parody, penyajian isi, bentuk, dan style secara ironis.
Menurut Hayward
ada empat konsep estetika postmodern, yakni:
·
Simulia:
Paradodi arau Pastiche
Pastice adalah simptomatis, artinya
menirukan genre, style sebelumnya.
·
Prefabrication
Film-film sebelumnya diseleksi dan
kemudian menjungkirbalikanya.
·
Intertextuality
Interteks adalah berbagai cara dimana
media berinteraksi dengan teks-teks lain: bagaimana satu teks lain, khususnya
kesalingtergantungan antarteks, bukan keunikan teks masing-masing.
·
Bricolage
Bricolage adalah merakit atau menyatukan
berbagai gaya, tekstur, genre atau diskursus yang berbeda.
BAB III
SEJARAH DAN KONSEP ESTETIKA TIMUR
A. Estetika Timur Dekat Kuno
Karya
seni Timur Dekat Kuno memperlihatkan bentuk dan gaya estetik yang beragam yang
merefleksikan masyarakatnya, kota-kotanya, kerajaan-kerajaannya yang Berjaya
selama ribuan tahun. Konsep estetika Timur Dekat Kuno selalu berupaya
merefleksikan hubungan manusia dengan para dewa (dalam hal kehidupan, kematian,
dan kesakralan alam semesta).
1.
Mesopotamia
Berada pada
wilayah Iraq modern, Mesopotamia adalah jantung peradaban Timur Dekat Kuno.
Beberapa bangunan, kuil, dan monument dibangun berdasarkan kesadaran estetika
yang bersumber dari kesadaran akan kesakralan langit dan bumi serta
keseimbangan diantaranya juga antara manusia dan dewa-dewi. Kepercayaan kepada
dewa-dewi sangat mempengaruhi pola estetikanya.
2.
Sumeria
Terletak di Iraq
modern kira-kira 8 km dari Kota Baghdad, memiliki konsep estetika yang
mengadopsi konsep estetika Mesopotamia.
3.
Akkadia
Dibangun oleh
Sargon I dan berhasil menguasai hampir seluruh Mesopotamia. Memiliki bentuk
seni yang sama dengan peradaban Mesopotamia lainnya. Sargon memiliki
syarat-syarat estetika yang lengkap seperti garis, struktur, kedalaman,
kontras, tekstur, ritme, dan bentuk yang sempurna secara anatomis.
4.
Babylonia
Pada masa
kekuasaan Hammurabi, Babylonia menjadi penguasa daerah Mesopotamia. Hukum
Hammurabi ditulis dengan sentuhan estetika yang luar biasa karena hukum
tersebut diukir dalam sebuah basal hitam yang menjelaskan hukum Hammurabi
secara mendasar, seperti 300 anggaran dasar hukumnya.
5.
Assyria
Berlokasi di
daerah Syria modern, konsep estetika bangsa Assyiria cenderung memiliki
kesamaan dengan bangsa-bangsa Timur Dekat Kuno lainya. Keunikan estetika
Assyria adalah patung Lammassu, sesosok mahluk penjaga gerbang istana yang
merupakan perpaduan antara manusia, hewan (kerbau atau sapi), mahluk langit
(burung), dan mahluk yang spiritual dengan mahkotanya.
6.
Persia Kuno
Dibangun oleh
Achemenes terletak di Iran modern. Konsep estetika Persia mengikuti konsep
sestetika bangsa-bangsa Mesopotamia lainnya dengan tema kesenian seperti
kejayaan kerajaan, riwayat nabi Persia Kuno, Zoroaster dan ajarannya, serta
menempatkan dua ekor banteng sang saling membelakangi sebagai symbol kekuasaan
dan kejayaan serta kekuatan raja-rajanya.
7.
Mesir Kuno
(Sekitar 4000SM)
Peradaban Mesir
kuno dibangun sepanjang bantaran sungai Nil sekitar 4000 SM hampir bersamaan
dengan peradaban bangsa-bangsa Mesopotamia. Estetika Mesir kuno memperlihatkan
struktur yang teratur, jelas, seimbang atau proporsional, dan sederhana. Karya
seni juga digunakan untuk menjaga stabilitas politik (semacam propaganda)
melalui “artistic order” dan “Hierarchy of Scale” dimana riwayat para dewa dan
Firaun akan sangat diagungkan.
B. Sejarah dan Konsep Estetika Timur Jauh
1.
India
Estetika India
sudah lama dimulai dan tidak terlepas dari agama Hindu dan Buddha. Kedua agama
tersebut mempercayai dan memandang bahwa waktu terus berulang, alam semesta
diciptakan dan dihancurkan dan diciptakan kembali dan seterusnya, dunia adala
tidak nyata (maya), manusia
bereinkarnasi (samasara), perbuatan
baik akan dibalas dengan kebaikan dan perbuatan jahat akan dibalas dengan
kejahatan (karma), oleh sebab itu
manusia harus berbuat kebaikan agar terlepas dari lingkaran waktu (moksha). Konsep keagamaan ini menjadikan
dua konsep pondasi estetika India, yakni Pratibhka (kreativitas artistic) dan
Rasa yang ditulis oleh Bharata Muni. Pratibha sendiri adalah daya cipta
artistic yang terdapat dalam diri seniman. Rasa sebagai Veda Kelima menjelaskan
rasa pengalaman estetis pemirsa dalam memersepsi sebuah karya seni, utamanya
seni pertunjukan.
2.
Cina
Estetika Cina
sangat dipengaruhi oleh Taoisme dan Buddhisme terutama Zen Buddhisme. Selain
itu, Lao Tse dan Kong Hu Cu adalah dua filsuf yang memberikan sumbangan besar
terhadap kebudayaan Cina termasuk di dalam hal estetikanya. Dalam lukisan-lukisan
kaligrafi yang penting bukanlah representasi kenyataan eksternal, melainkan
ekspresi kenyataan batin. Konsep estetika memperlihatkan keadaan batin dengan
tema-tena yang menggambarkan harmoni antara manusia, alam, dan alam semesta. Ada
enam prinsip dasar bagi para seniman yang dapat dikatakan sebagai kanon
estetika Cina, yakni:
·
Chi’I Yun Sheng
Tung
Bersatunya roh semesta dengan diri
seniman
·
Ku Fa Yung Fi
Seniman mampu menyergap roh kehidupan
dengan cara mengosongkan bentuk yang terlihat sehingga esensi bentuk akan
ditemukan.
·
Ying Wu Hsiang
Hsing
Seniman mampu merefleksikan objek dengan
menggambarkan bentuknya, esensinya, seperti yang dikatakan oleh Ch’eng Heng-lo,
seni lukis Barat adalah seni lukis mata, sedangkan seni lukis Cina adalah seni
lukis idea.
·
Sui Lei Fu T’sai
Seniman mampu untuk memilih warna-warna
yang menciptakan keselarasan karena dalam konsep estetika Cina, warna bukan
berfungsi untuk pemanis saja tetapi memiliki sifat yang simbolis.
·
Ching Ting Wei
Chih
Seniman mampu mengorganisasikan,
menyusun, dan merencanakan dengan pertimbangan-pertimbangan terrtentu sehingga
menghasilkan buah karya seni yang memiliki komposisi berimbang.
·
Chuan Mo I Hsieh
Seniman memproduksi karya seninya agar
dapat disebarluaskan.
3.
Jepang
Estetika Jepang sangat dipengaruhi oleh
Zen Buddhaisme yang berkembang di Jepang pada abad ke-12. Ada enam cirri
estetika Jepang, yakni:
·
Ketidakseimbangan
(imbalance),
·
Asimetris
(asymetry),
·
Kemiskinan
(property),
·
Wabi-sabi,
·
Kesederhanaan
(simplification),
·
Kesepian-kesunyian
(alones).
C. Sejarah dan Konsep Estetika Islam
Dalam hadis
terdapat larangan bagi seorang muslim untuk menggambarkan dalam hal ini
melukiskan makhluk hidup. Ada tiga ciri estetika Islam, yakni:
·
Kaligrafi,
yakni seni menulis khas islam yang biasanya mengutip ayat-ayat suci;
·
Arabesques
atau seni ornament khas islami yang biasanya berbentuk dekoratif artistic
stilasi tetumbuhan, bunga, dan kadang binatang;
·
Desain-desain geometric, yakni pengulangan pola-pola geometric
dalam kesatuan yang harmonis.
Estetika Islam
dikembangkan pila oleh para sufi melalui sastra,, puisi, dan musik. Tidak
jarang puisi-puisi mereka sebenarnya merupakan tafsir spiritual terhadap
ayat-ayat Alquran yang ditransformasikan ke dalam bahasa figuratif puisi.
BAB IV
ESTETIKA NUSANTARA
A. Mendefenisikan Estetika Nusantara
Sebelum melihat
estetika Nusantara, kita akan melihat pembabakan kebudayaan Nusantara secara
historis oleh Darini, yakni dibagi dalam dua zaman;
a.
Zaman Prasejarah
·
Masa
berburu dan meramu atau budaya paleolitikum,
·
Masa
berburu dan merakit atau budaya mesolitikum, dan
·
Masa
bercocok tanam atau budaya megalitikum
b.
Zaman Sejarah
·
Masa
pengaruh India (masa klasih/zaman purba)
·
Masa
pengaruh Islam (masa Islam/zaman madya,
·
Masa
pengaruh colonial (masa Kolonial/Indis), dan
·
Masa
Indonesia merdeka.
1.
Estetika Zaman
Prasejarah
Pada masa ini sangat nampak kesenian
berfungsi sakrral dan profane. Yang sakral dikatkan dalam fungsi ritual
keagamaan, representasi simbolik dari para moyang, dan kekuatan-kekuatan alam
yang dinilai suci, sakral, magis, gaib, dan bisa juga sebaliknya. Pada masa ini
seni yang memiliki nilai estetika yang berorientasi kepada spiritualitas:
harmoni manusia dengan alam, dan harmoni manusia dengan ruh leluhur, dan
harmoni manusia dengan Tuhan yang melahirkan cirri-ciri estetika yang sangat
primordial, yakni pola-pola geometris, meniru alam dan mahluk, dan juga
estetika menjadikan representasi simbolik dari kekuatan-kekuatan tersebut.
2.
Estetika
Nusantara Zaman Klasik atau Estetika Hindu-Budha
Estetika kebudayaan pada masa ini
dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha. Pada masa ini lahir bentuk-bentuk
kesenian yang akulturatif seperti seni bangunan atau arsitektur yang meliputi
candi-candi; seni rupa yang meliputi patung, arca, relif, prasasti, dan seni
lukis; seni pertunjukan yang meliputi wayang dan tari; dan seni sastra.
Estetika pada masa ini berorientasi pada konsep-konsep keagamaan Hindu-Buddha
dan juga kepercayaan sebelum masa ini.
3.
Estetika
Nusantara Zaman Islam
Karena karateristik kebudayaan Nusantara
yang paradox, kesenian pada masa ini pun memiliki sifatnya yang akulturatif. Artinya,
pada masa ini kesenian Hindu-Buddha tidak lantas dilarang, tetapi kemudian
diislamkan dan beberapa diantaranya dijadikan sebagai media dakwah. Ada
beberapa kesenian yang berasal dari zaman sebelumnya, tetapi kemudian
diislamkan seperi bangunan kecuali mesjid, tetapi pada mesjid-mesjid tertentu
ada pula yang mengawinkan kebudayaan Hindu-Buddha dengan Islam seperti beberapa
mesjid yang dikelilingi oleh selokan air sebagai tempat menjalankan wudhu.
Pada masa ini nilai-nilai estetika
Jawa yang berorientasi kepada
bentuk-bentuk yang luhur seperti kehalusan, kesempurnaan, kecantikan, kedewaan
dan lain sebagainya. Kesenian wayang, masih mempertahankan kesenian tersebut
sebagai media dakwah. Karena efektif dalam
usaha penyebaran nilai, paham, konsep, gagasan, pandangan, dan ide
bersumber dari agama Islam.
4.
Estetika
Nusantara Zaman Modern: Kolonial dan Pascakolonial
Pada zaman Indonesia modern (colonial
dan pascakolonial), martin Suryajaya menguraikan pandangan-pandangan estetis
para seniman, yakni:
·
Ekspresivisme,
kesenian adalah jiwa-ketok. Jadi, kesenian adalah jiwa. Karya seni adalah
manifestasi jiwa sang seniman berakar pada tradisi ekspresivisme yang tumbuh di
Eropa paska-Romantik.
·
Realism,
kebagusan dan kebenaran adalah satu.
·
Materialism
Historis, pandangan bahwa kesenian bertopeng pada realitas ekonomi-politik
punya akar pada tradisi Marxis.
·
Fungsionalisme,
pandangan bahwa seni mesti memenuhi fungsi sosial tertentu dan hanya dapat
dievaluasi secara estetis berdasarkan pemenuhan fungsi tersebut adalah pandangn
yang sangat tua.
·
Formalism,
pandangn bahwa karya seni berurutan secaraeksklusif dengan bentuk dan hanya
dapat dievaluasi dari segi bentuknya berakar pada tradisi formalis yang
berkembang pada abad ke-20.
·
Manifesto
Gerakan Seni Rupa Baru 1987, pandangan yang menarik garis tegas antara “seni
murni” dan “seni terapan”, antara seni dan kerajinan, punya sejarah yang belum
terlalu tua.
·
Estetika
penyadaran, pandangan bahwa setiap orang adalah seniman, bahwa sebi yang
emansipatoris hanya bisa datang dari tangan rakyat itu sendiri, bersumber pada
estetika pasca-avent-grande Augusto Boal.
Hal-hal ini menunjukan konsep-konsep kesenian dalam hal ini estetika
menjadi sesuatu yang berkesinambungan, akan tetapi ada upaya untuk mencari seni
atau estetika yang “Indonesia” sekali.
Estetika Nusantara Zaman Moderen pada
umumnya dibagi menjadi beberapa priode, yakni:
·
Periode
Perintis (masa kolonial)
·
Priode
Mooi Indie (Indonesia jelata)
·
Priode
PERSAGI atau Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia dilahirkan pada masa
pergolakan kemerdekaan pada tanggal 23 Oktober 1983 di Jakarta.
·
Priode
Pendudukan Jepang
·
Periode
sanggar, pada priode ini saanggar-sanggar seni bermunculan.
·
Periode
akademi (sekitar tahun 1950-an)
·
Periode
seni rupa baru.
·
Periode
Kontemporer.
5.
Bandung dan
Estetika:
a.
Taman Kota
Bandung: Estetika, Etika, dan Kuasa Ekonomi
Taman-taman, lapangan terbuka, dan
boulevands (jalan lebar) merupakan cirri khas dan taman a la Prancis. Yang dengan demikian memperkuat dugaan bahwa kota
Bandung memang dibangun sedemikian rupa sehingga menyerupai kota Paris. Tetapi
sayangnya, setelah para meneer angkat
kaki, beberapa taman malah dialihfungsikan menjadi gedung perkantoran dan
pemukiman penduduk. Di Bandung ada 17 taman tematik. Namun hal ini tidak sesuai
dengan pola hidup masyarakat Sunda atau kota Bandung.
b.
Estetika
Kontemporer dalam Karya-karya Mufti Priyanka (Amenkcoy)
Karya-karya Amenkcoy merupakan
pembongkaran makna cultural yang telah mapan dan hal tersebut diartikan sebagai
penolakan terhadap asal-usul yang berarti penolakan terhadap kebenaran hakiki
yang mengandaikan adanya esensi. Sesuatu yang telah berlaku lama, tertata,
kemudian muncul sesuatu yang baru yang menolak atau bahkan sama sekali bertolak
belakang dengan apa selama ini sudah tertanam kokoh, baik di bidang sosial,
politik, agama, budaya, begitu juga dalam seni.
c.
Mencari yang
Sakral dalam yang Profan
Banyak fenomena agama sebagai institusi
formal dianggap sudah tidak mampu untuk mengakomodasikan mengaktualisasikan
ajaran agama ke dalam kehidupan yang mereka jalani. Pada mulanya Man Jasad
sebagai orang Sunda hanya menjadikan kesundaan sebagai ekspresi estetik semata.
Tetapi perjumpaannya dengan para pelaku kesundaan lainnya membuat ekspresi
tersebut bergeser kearah ekspresi idiologi. Perubahan idiologi Jasad pada
dasarnya adalah bentuk keberubahan yang niscaya. Keberubahan itu
karenaglobalisasi (digitalisasi) terlebih kultur kapitalistik yang ikut
mempromosikannyasebagai bahan dari komoditas yang menghasilkan nilai ekonomis
yang luar biasa. Skena music underground menjadi semacam wahana yang
mengekspresikan mengartikulasikan, mengaktualisasikan, dan mengekspresikan
bahkan mengkoeksistensikan pelbagai macam yal yang diinginkan oleh para
pelakunya.
BAB V
PENUTUP
Kita telah membahas tentang keindahan, seni,
dan estetika. Ketiganya memiliki defenisi yang terpisah, tetapi memiliki
hubungan antara satu dan lainnya yang tidak bisa dipisahkan begitu saja.
Estetika tidak hanya brbicara soal nilai intrinsic semata, tetapi juga
ekstrinsik. Itulah sebabnya tidak semua yang terlihat indah adalah karya seni
dantidak semua karya seni harus indah.
Pada dasarnya, struktur estetis adalah
nilai intrinsic dasi sebuah karya seni. Struktur estetis adalah modal awal
kita dalam memahami sebuah karya seni.
Struktur estetis berhubungan dengan hal yang tidak dapat dicerap oleh
pancaindra. Struktur estetis adalah unsure-unsur rupa, prinsip-prinsip rupa,
dan hukum penyusunan. Unsure rupa berbicara tentang posisi garis, bangun,
tekstur, warna, ruang, dan waktu di dalam sebuah karya seni. Ada empat makna
estetika, yakni:
·
Estetika
sebagai prinsip-prinsip soal keindahan
·
Estetika
sebagai disiplin perawatan kecantikan
·
Estetika
sebagai sistim pencerapan
·
Estetikasebagai
filsafat seni
Masa perkembangan estetika dari
masa-kemasa terus berjalan dan berkembang. Sampai kepada estetika Nusantara
yang seperti estetika Timur lainya kurang lebih memiliki persamaan yang cukup
mendasar. Estetika merupakan refleksi dari nilai-nilai tentang spiritualitas,
harmoni, dan kehidupan manusia pada umumnya. Pengaruh perubahan kebudayaan di
Nusantara melebur bersama pengaruh-pengaruh tersebut yang akan menghilangkan
kebudayaan Nusantara itu sendiri. Hingga saat ini, estetika Nusantara merupakan
estetika yang paradox walaupun tidak melulu membicarakan persoalan spiritualitas,
harmoni, dan nilai-nilai tradisi, tetapi bentuk paradox itu tetap ada.
Dalam periode ini para filsuf yang membahas estetika diantaranya adalah Socrates, Plato dan Aristoteles. Ada beberapa ciri mengenai pandangan estetikanya estetika judi online
BalasHapusRahib Christian... punya bukunya kah? Bolehkah saya pinjam...
BalasHapusRasanya seperti anda menjadi Ironman
BalasHapus