Sabtu, 17 November 2018

SENI: PENGANTAR SEJARAH DAN KONSEP ESTETIKA



PENGANTAR SEJARAH DAN KONSEP ESTETIKA
Ringkasan dari buku:
Judul          : Pengantar Sejarah dan Konsep Estetika
Pengarang  : Lingga Agung
Penerbit      : Yogjakarta: Kanisius, 2017


Pengantar

Buku Pengantar Sejarah dan Konsep Estetika ini dituliskan berdasarkan Rencana Pembelajaran Estetika (RPS) matakuliah Estetika yang diampu oleh penulis di Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Indrustri Kreatif, Telkom University, Bandung. “a e s t h e t h i c” sering digunakan, pertama, memberi kesan nyeni ataupun terlihat artsy; kedua sebagai meme untuk merespon femomena sosial budaya yang sedang hits khususnya dalam semesta kesenian dan desain. Mempelajari estetika secara mendasar akan membantu kita untuk lebih memahaminya sehingga ilmu tersebut tidak akan dianggap sebagai kosmetik belaka.
Dalam penulisannya dengan gaya bahasa yang sederhana dan pendekatan sejarah akan mengikuti alur perkembangan konseptualnya. Buku ini diharapkan menjadi buku ajar bagi para mahasiswa dan siapapun yang tertarik dan minat untuk mempelajari sejarah dan konsep estetika secara mendasar. Buku ini juga menjadi “stargate” untuk memasuki dimensi estetika yang lebih luas, lebih utuh, dan lebih detail.

BAB  I  DASAR-DASAR ESTETIKA

A.    Apa Itu Estetika?
1.      Defenisi Estetika
Istilah estetika, seni, dan keindahan sering kali bercampur begitu saja sehingga perlu dijelaskan. Kata “seni” berasal dari bahasa Melayu yang berarti halus, tipis, dan lembut. Seni memang selalu dimengerti sebagai ars (keterampilan), tekhne (keahlian), dan berkaitan erat dengan keindahan (kalon). Sering terabaikan bahwa seni terutama berkaitan erat dengan “penciptaan”, poein, dan akar kata “Estetika” adalah aisthenasthai, yang artinya adalah “persepsi”. Maka seni terutama adalah soal “menciptakan persepsi baru”. Penggunaan kata seni yang berarti “halus” dapat diartikan sebagai proses “mencipta persepsi baru” yang memang membutuhkan kehalusan jiwa dalam prosesnya sehingga menciptakan sesuatu yang memiliki keindahan.
Keindahan adalah keberadaan yang didalamnya kita melihat kehidupan sebagaimana ia seharusnya menurut konsepsi-konsepsi kita; indah adalah objek yang mengungkapkan kehidupan, atau mengingatkan diri kita pada kehidupan.
Estetika pada dasarnya adalah ilmu yang berusaha untuk memahami keindahan. Atau pengetahuan tentang hal-ihwal keindahan. Alexander Baumgarten adalah filsuf Jerman yang untuk pertama kali memperkenalkan kata aisthetika, yang memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebahgai saranan untuk mengetahui setelah melakukan pengamatan dan perangsangan indra terhadap karya seni.

2.      Tujuan, Permasalahan, dan Ruang Lingkup Estetika
a.      Tujuan Estetika
Abdul Hadi H. W. merumuskan tujuan estetika:
1) menentukan sikap terhadap keindahan yang terdapat dalam alam, kehidupan manusia dan karya seni;
2) mencari pendekatan-pendekatan yang memadai dalam menjawab masalah objek pengamatan indra, khususnya karya seni, yang menimbulkan pengaruh terhadap jiwa manusia, khususnya perenungan dan pemikiran, serta prilaku dan perrbuatan manusia;
3) mencari pandangan yang menyeluruh tentang keindahan dan objek-objek yang memperlihatkan rasa keindahan;
4) mengkaji masalah-masalah yang berhubungan dengan bahasa dan penuturannya yang baik, sesuai keperluan, misalnya dalam karya sastra, serta mengkaji penjelasan tentang istilah-istilah dalam konsep-konsep keindahan;
5) mencari teori untuk menentukan dan menjawab persoalan di sekitar karya seni dan objek-objek yang menerbitkan pengalaman indah.

b.      Permasalahan Estetika
Dickie dalam Aesthetica mengajukan tiga pertanyaan untuk mengisolir masalah-masalah di dalam estetika, yaitu:
1)      Pernyataan kritis yang menggambarkan, menafsirkan, atau menilai karya-karya seni yang khas;
2)      Pernyataan yang bersifat umum oleh para ahli sastra, musik atau seni untuk memberikan ciri khas garne-garne artistik (misalnya tragedi, bentuk sonata, lukisan abstrak);
3)      Ada pertanyaan tentang keindahan, seni imitasi dan lain-lain.

Louis Kattsof berpendapat bahwa estetika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan batas rakitan (structure) dan peranan (role) dari keindahan khususnya dalam seni. Ada 4 permasalahan pokok perihal permasalahan estetika, yakni:
1)      Nilai Estetika
2)      Pengalaman Estetika
3)      Prilaku Orang yang Mencipta (seniman, dan
4)      Seni.

c.       Ruang Lingkup Estetika
Matius Ali menyatakan ada tiga bidang wilayah estetika, yakni:
1)      Bidang filosofis: kajian mengenai karakter dasar seni, norma, serta nilai seni;
2)      Bidang psikologis: kajian mengenai pengamatan dan tanggapan, aktivitas penciptaan, serta seni pertunjukan;
3)      Bidang sosiologi: kajian mengenai pengamatan dan publik, karya seni, sarana, dan lingkungan.

B.     Struktur Estetika
1.      Unsur-Unsur Rupa
a.      Unsur Garis
Garis merupakan dua titik yang dihubungkan. Garis menjadi salah satu unsur membangun keindahan. garis dalam karya seni adalah ekspresi dari seorang seniman. Garis memberi kesan psikologis terhadap yang melihatnya. Garis yang bersifat formal merupakan keteraturan geometris resmi, tegas, jelas, dan rapi sementara yang bersifat nonformal bersifat lebih luwes, lentur, dan terkadang tidak keruan.

b.      Unsur Bangunan
Unsur bangunan (shape) adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi oleh unsur kontur (garis dan atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau oleh gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur.
Menurut Dharsono ada 4 perubahan unsure bangunan, yakni:
1)      Stilisasi adalah pengayakan kontur pada sebuah objek.
2)      Distorsi adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian karakter.
3)      Transformasi adalah perubahan bentuk unsur akibat unsur bangunan yang yang dipindahkan kepada unsur bangunan lain.
4)      Disformasi adalah perubahan unsur bangunan yang dilakukan untuk merepresentasekan sifat keseluruhan dari suatu objek.

c.       Unsur Rasa Permukaan Bahan (Textur)
Unsur Rasa Permukaan Bahan atau tekstur adalah unsur yang sengaja dibuat untuk menunjukan rasa permukaan bahan secara nyata yang bertujuan memberikan rasa tertentu pada sebuah karya.

d.      Unsur Warna
Menurut Dharsono ada 3 peran penting warna dalam semesta kesenian, yakni:
1)      Warna sebagai warna: warna yang hanya sekedar warna.
2)      Warna sebagai representasi alam.
3)      Warna sebagai tanda/lambang/symbol.

e.       Unsur Ruang dan Waktu
Unsur ruang dan waktu merupakan wujud trimatra yang mempunyai: panjang, lebar, dan tinggi (punya volume). Artinya ruang dan waktu memiliki posisi yang penting dalam sebuah objek seni karena sebuah bentuk seni yang terdiri atas ruang dapat dipahami dalam waktu yang bertahap. Dharsono mengatakan ada ruang nyata dan semu. Ruang nyata adalah ruang yang kita lihat dan rasakan dengan panca indra secara langsung sedangkan ruang semu adalah ruang yang terlihat sebagai gambaran nyata atau tiruan.

2.      Prinsip-Prinsip Estetika
a.      Paduan Harmoni (Keselarasan)
Harmoni adalah keselarasan yang tersusun secara sistematis yang membuat kita menikmati ketersusunan tersebut.

b.      Pasuan Kontras
Kontas adalah dua hal yang dipadukan, tetapi memiliki perbedaan yang sangat tajam sehingga jika terlalu berlebihan akan merusak komposisi yang tercipta.

c.       Paduan Irama (Repetisi)
Repetisi adalah pengulangan dan di dalam objek seni, repetisi merupakan pengulangan unsur-unsur estetikanya.

d.      Paduan Gradasi
Gradasi adalah paduan dari interval kecil ke interval besar, yang dilakukan dengan penambahan atau pengurangan secara laras dan bertahap, atau dapat dikatakan gradasi adalah perubahan bentuk yang kaku ke dalam dinamika yang luwes dan menarik.

3.      Hukum Penyusunan atau Asas-asas Rupa
a.      Asas Kesatuan
Kesatuan adalah sebuah kohesi, konsistensi, ketunggalan, atau keutuhan yang merupakan isi pokok dari komposisi.

b.      Keseimbangan
Keseimbangan adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual ataupun  secara intensitas kekaryaan.
1)      Keseimbangan formal adalah keseimbangan pada dua pihak berlawanan dari satu poros.
2)      Keseimbangan informal adalah keseimbangan sebelah menyebelah dari susunan unsur yang menggunakan prinsip susunan ketidaksamaan atau kontras dan asimetris.

c.       Kesederhanaan
Kesederhanan dalam disain adalah kesederhanaan selektif dan kecermatan pengelompokan unsur-unsur artistik dalam desain. Tiga aspek kesederhanaan, yakni: kesederhanaan unsur, struktur dan teknik.

d.      Aktuensi
Aktuensi adalah penekanan pada suatu titik di dalam sebuah karya seni.

e.       Proporsi
Proporsi adalah hubungan antara bagian dari suatu desain dan hubungan antara bagian dan keseluruhan. Hubungan antar bagian yang bersifat serasi, harmoni, setimbang, dan tidak tumpang-tindih.

C.    Nilai dalam Estetika
Estetika sebagai ilmu tentang seni menelaah beberapa persoalan objektif di dalam sebuah karya seni seperti susunannya, anatomi bentuknya, perkembangan genre seni, dan lainnya. Menurut Dharsono ada 3 tingkatan basis aktivitas estetik/artistika.
1.      Tingkatan pertama: pengamatan terhadap kwalitas material, warna, suara, gerak, sikap, dan banyak lagi sesuai dengan jenis seni serta reaksi fisik yang lain.
2.      Tingkatan kedua: penyusunan dan pengorganisasian hasil pengamatan pengorganisasian tersebut merupakan konfigurasi dari sturktur bentuk-bentuk pada yang menyenangkan, dengan pertimbangan  harmoni, kontras, balance, unity yang selaras atau merupakan kesatuan yang utuh .
3.      Tingkatan ketiga: susunan hasil persepsi(pengamatan)

Nilai estetis adalah proses memberikan takaran keindahan pada sebuah objek. Kant membagi nilai estetis menjadi dua, yakni: (1) Nilai murni terhadap pada garis, bentuk, warna dalam rupa seni rupa. Gerak, tempo, irama dalam seni tari. Suara, metrum, irama dalam seni music. Dialog, ruang, gerak dalam seni drama, dan lainnya. (2) nilai tambahan adalah yang ditambahkan pada bentuk-bentuk manusia, alam, binatang, dll.
Laurie Schneider Adams member 5 nilai estetika:
1.      Nilai material adalah nilai material yang ada di dalam sebuah karya seni
2.      Nilai intrinsik terganung dari gaya estetik dan keseluruhan karya-karya dari seorang seniman.
3.      Nilai religius (keagamaan) adalah sebagai sarana ritual keagamaan. Tujuannya untuk mendekatkan yang Ilahiah dengan manusia, pemujanya.
4.      Nilai nasionalisme berhubungan dengan nilai keagamaan, karena pada dasarnya sama-sama mengespresikan kedekatan, rasa bangga, atau keberhasilan masyarakat tersebut dalam membangun peradaban.
5.      Nilai psikologis yakni membuat kita bereaksi seperti merasa senang, gembira, bahagia, terharu, takut, jijik, kegirangan, kemarahan, ketenangan dan lain sebagainya.

Teori-teori tentang Nilai Estetika

1.      Teori Intrinsik
Teori intrinsik berpendapat bahwa nilai seni terdapat pada “bentuknya”. Bentuk adalah medium indrawi sebuah karya seni. Isinya adalah tidak relevan.

2.      Teori ekstrinsik
Teori ekstrinsik berpendapat bahwa susunan dari arti-arti di dalam dan susunan medium indrawi yang menampung proyeksi dari makna dalam harus dilebur.

3.      Teori Serba Intelektual
Teori serba intelektual didasari filsafat Aristoteles yang menyatakan bahwa keindahan adalah kebenaran, keindahan yang benar atau kejujuran!

4.      Teori Katarsis
Teori katarsis yang diintroduksi oleh Aristoteles bertolak dari efek seni drama/teater terhadap khalayaknya yang mendapatkan kepuasan dan kedamaian. Baginya, keindahan adalah ekspresi dan ekspresi adalah “muatan” atau “isi” seni. Seni adalah representasi bukan realitas sehingga seniman dapat mengatasi pelbagai masalah dengan karyanya tersebut. 

D.    Memahami dan Menikmati Estetika
1.      Pemahaman
Pemahaman setetika pada sebuah objek seni pada kenyataannya adalah paresiasi terhadap seni tersebut. Apresiasi seni merupakan proses sadar yang dilakukan penghayat dalam menghadapi dan memahami karya seni.

a.      Teori Empathy
Teori empathy yang artinya sebagai merasakan diri sendiri ke dalam sesuatu. Pada prinsipnya merupakan suatu teori tentang pemancaran perasaan diri sendiri ke dalam benda estetis.

b.      Teori Psychical Distance
Teori psychal distance adalah tingkat keterlibatan pribadi atau selfs involvement.

2.      Penikmatan
Ada 4 tingkatan penikmatan menurut Steppen C. Pepper, yakni:
a.       Tingkatan pertama disebut tingkat subjektif relativitas,, di mana seseorang dalam memberikan ultimatum senang dan tidak senang karena adanya keputusan subjektivitas.
b.      Tingkatan kedua disebut culture relativites tingkat ini merupakan ultimatum senang dan tidak senang atas keputusan sikap psikologis karena ikatan latar belakang budaya.
c.       Tingkat ketiga disebut tingkat biological relativites, di mana ultimatum senang dan tidak senang didasari atas keputusan yang berdasarkan atas intrinsik yang muncul setelah menikmati karya tersebut.
d.      Tingkatan keempat merupakan tingkatan relativitas yang disebut absolute, artinya ultimatum senang dan tidak senang bukan dari intrinsik, tetapi cenderung kepada sikap ekstrinsik.


BAB  II SEJARAH DAN KONSEP ESTETIKA BARAT

A.    Sejarah dan Konsep Estetika Barat
Prof. Allan Menzeis menyatakan bahwa Eropa dimulai dari Yunani. Di wilayah inilah bangsa Arya di Eropa untuk pertama kalinya merasakan sentuhan seni dan peradaban Timur serta digerakkan oleh bragam aktivitas yang sama sekali baru. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa sejarah dan konsep estetika Barat berawal dari zaman Yunani Klasik (Sekitar abad ke-3SM).
Para filsuf Yunani Klasik mengartikan keindahan di dalam arti yang luas yang di dalamnya terdapat ide tentang kebaikan. Plato, menyebutkan tentang watak yang indah dan hukum yang indah. Sementara itu muridnya, Aristoteles, menyebutkan bahwa watak keindahan sebagai sesuatu yang baik dan menyenangkan. Plotinus juga menuliskan tentang ilmu yang indah dan kebajikan yang indah.
1.      Estetika Yunani Klasik
a.      Plato (427-347 SM)
Plato berpendapat bahwa realitas  yang ada bukanlah realitas yang sesungguhnya, tetapi hanya sebagai tiruan dari yang sesungguhnya ada. Ia menyebutnya sebagai idea yang memiliki sifat spiritual, rohaniah, kekal, absolute, dan tidak akan pernah berubah. Maka dari itu Plato beranggapan seni adalah tiruan dari tiruan: mimesis-memeseos karena keindahan yang sebenarnya hanya ada di dalam idea, sedangkan para seniman dalam berkarya-misalnya membuat lukisan alam-hanya “meniru” sesuatu yang ada di dalam realitas yang sekali lagi bagi Plato hanya tiruan yang tidak nyata, bukan yang sesungguhnya dari alam idea (teori ini disebut teori mimesis).

b.      Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles menolak pandangan Plato tentang idea tetapi tidak menolak semua konsepnya. Misalnya, konsep estetika Aristoteles yang diuraikan secara lengkap di dalam Poetika (Poetics) menyebutkan bahwa keindahan selalu menyangkut keseimbangan dan keteraturan yang berlaku secara umum: alam raya dan karya seni buatan manusia. Tetapi badi Aristoteles, seni tidak hanya sebagai tiruan dari benda yang ada di alam, tetapi lebih tinggi sebagai “tiruan dari sesuatu yang universal”.
Menurut Aristoteles syarat disebut karya seni, yakni: mampu merefleksikan fenomena-fenomena universal, karya seni harus menjadi sebuah cermin agar manusia bisa bercermin dan berpikir tenang dirinya yang berada di dalam cermin tersebut-karya seni menjadi bahan renungan tentang kehidupan manusia (hal ini disebut katarsis “purgation”).

c.       Estetika Yunani Klasik
Ciri-ciri estetika Yunani Klasik, yakni:
1)      Bersifat metafisik, artinya keindahan adalah idea sesuatu yang sakral dan merefleksikan kebaikan dan kebenaran, tetapi memiliki tingkatan.
2)      Bersifat objektivistik yang berarti bahwa marokosmos dan mikro kosmos merupaka wujud keindahan yang berasal dari Yang Absolut Tuhan.
3)      Bersifat fungsional artinya keindahan harus berperan dalam menyampaikan nilai-nilai moral, keadilan, kebenaran, dan kebaikan kepada siapa saja yang melihatnya.

2.      Estetika Romawi
Estetika Romawi lebih aspek fungsional seperti monument-monumen peringatan, seperti, misalnya Trajan’s Column yang dibangun sebagai monument kemenagan bangsa romawi atas kaum Dacians (Romania).

3.      Estetika Abad Pertengahan (The Dark Ages)
-          St. Thomas Aquinas
Menurut Matius Ali, ada tiga ciri estetika St. Thomas Aquinas, yakni:
·         Bersifat metafisik dan rasional
·         Keindahan adalah aspek dari “ yang baik”
·         Keindahan itu terkait erat dengan hasrat atau keinginan 
Ada 3 kwalitas keindahan, yakni:
·         Integritas atau kelengkapan (integrity): artinya sempurna, tidak terpecah dan tidak tersemai.
·         Harmoni, selaras, dan proposiaonal (harmony): keselarasan yang benar.
·         Kecemerlangan (clarity): jelas, terang, dan jernih.
Cirri estetika menurut Thomas Aquinas, yakni:
a.       Estetika adalah bagian atau cabang dari teologi.
b.      Keindahan bukanlah nilai dari yang independen, melainkan lebih sebagai “percikan kebenaran” (splendor veritatis) dari kesempurnaan ilahi, yakni Tuhan sendiri.
c.       Kata kuncinya adalah mengatasi dunia indrawi, menuju kontemplasi langsung “kesempurnaan ilahi” (divine perfection).
d.      Keindahan sejati berada di wilayah Tuhan, ditangkap lewat intelek atau intuisi mistik.

4.      Estetika Renaisans
Renaisans (renaissance) berarti “kelahiran kembali”. Maksudnya adalah kembali lahirnya kebudayaan Yunani Klasik, setelah berabad lamanya kehidupan masyarakat Italia dan Eropa termasuk seni didominasi oleh aturan yang ketat dari Gereja. Renaisans bukan romantisme terhadap kejayaan Yunani Klasik, melainkan interpretasi baru atasnya yang melahirkan gerakan kebudayaan yang sangat progresif di dalam bidang agama, sastra, filsafat, seni, politik, ilmu pengetahuan estetika, dan lainnya. Renaisans melahirkan gerakan humanism karena manusia menjadi subjek refleksi atas segala sesuatunya. Gerakan ini mengeser teosentrisme menjadi antroposentrisme karena reflesi adikodrati bergeser kepada refleksi kodrati. Ini disebabkan oleh beberapa hal, yakni: pemikiran manusia yang berubah, Arab-Islam yang pada masa itu berada puncak peradabannya.
Menurut Harold Osbrone dalam Aesthetics dan Art Theory member cirri Estetika Renaisans, yakni:
1)      Seni lukis dan seni pahat-patung merupakan hal yang bersifat mental dan intelegensi (cosa mentale).
2)      Seni dan puisi meniru alam dan untuk tujuan ini, ilmu-ilmu empiris memberikan petunjuk-petunjuk yang berguna.
3)      Seni plastic seperti sastra, juga mengejar tujuan moral, yakni perbaikan status sosial, namun tetap bercita-cita menuju yang ideal.
4)      Tujuan segala seni keindahan adalah property objektif dari benda-benda terdiri atas tatanan (ordr), harmoni, proporsi, dan kebenaran.
5)      Puisi dan seni-seni visual yang telah mencapai kesempurnaan serta bentuk yang definitive di masa klasik (Yunani-Romawi) rahasianya telah hilang dan kesenian semakin merosot atau menurun nilainya.
6)      Seni harus tunduk dan mengikuti aturan-aturan kesempurnaan yang secara rasional dapat dimengerti dan secara tepat dapat diformulasikan dan diajarkan. Unsur-unsur perspektif menjadi penting dalam proses menciptakan sebuh ilusi kedalaman suatu karya seni.
7)      Banyak berhutang pada mitologi-mitologi klasik dan filsafat mistik.

a.      Leonardo da Vinci (1452-1519)
Konsep estetika menurut Leonardo da Vinci, yakni:
1)      Mengikuti model warisan Aristoteles dan Alberti, Leonardo da Vinci melihat aktivitas seni mencakup tahap “observasi terhadap alam” dan rincian-rinciannya secara ilmiah.
2)      Kemudian menuju tahap momentum inspirasi ilahi, artinya inspirasi ilahi itu pada saat atau momentum tertentu diperoleh dan dapat membantu memvisualkan kembali alam yang telah di observasi secara cermat.
Tujuan utama estetika Leonardo da Vinci adalah “dinamis-ekspresif” dan membawa ketenangan. Karya terkenalnya, yakni: Virgin of the Rocks, Virgin and Child with St. Anne, Ginevra de’Benci, Annunciation, Lady with an Ermine, The Baptism of Christ, Adoration of the Magi, St. John the Baptist, La bella ferronniere, Bacchus, Salvator Mundi, Vitruvian Man, dan lainnya.

b.      Donatello (1386-1466)
Donato di Niccolo di Betto Bardi juga dikenal sebagai Donatello, adalah seorang seniman atau pematung terbaik pada awalnya masa renaisans. Karya paling terkenal adalah patung perunggu David-nya.

c.       Michelangelo (1475-1564)
Michaelangelo Buonarroti atau Michelangelo di Lodovico Buonarroti Simoni adalah seorang tokoh terkemuka dalam sejarah estetika, beliau adalah seorang pelukis sekaligus pemahat dan artistic dan bahkan seorang penyair. Karya terkenalnya antara lain:Patung David, Pieta, dan Fresco di langit-langit Kapel Sistina, Roma, Italia.

d.      Raphael (1483-1520)
Raphael bisa jadi adalah salah satu seniman renaisans yang paling berpengaruh dan dicintai oleh para peminat seni zaman ini. Beberapa karya terkenalnya, yakni: Disputation of the Holy Sacrament, School of Athens, The Crucified with the Virgin Mary, Saints and Angels (The Mond Crucifiion), dan Transfiguration.

5.      Estetika Barat Modern
Untuk pertama kali istilah modern diperkenalkan oleh William Ockharm melalui Via Moderna (Jalan Modern) dan Via Antiqua (Jalan Antik/Tradisi). Cirri modernitas , yakni: subjektifitas, kritik, dan kemajuan.
Subjektifitas adalah kesadaran diri manusia sebagai pusat realitas, manusia adalah subjectum parameter; manusia adalah pusat segala realitas.
Kritik secara implicit terdapat di dalam pengertian tentang subjektifitas sejauh dihadapkan dengan otoritas.
Kemajuan yang dimaksud, yakni: kesadaran manusia akan waktu sebagai sumber yang mahalangka yang tidak mungkin dapat diulangi kembali.
Menurut Matius Ali, modern member dampak kepada kehidupan manusia, yakni:
1)      Pandangan dualitas tentang kenyataan, yakni: subjek-objek, spiritual-material, manusia-dunia, telah menyebabkan krisis ekologi karena alam dieksploitasi dan dikuras secara berlebihan.
2)      Modernism melahirkan pandangan yang bersifat objektif dan positivistic sehingga cenderung menjadi manusia sebagai objek dan masyarakat pun direkayasa bagaikan mesin.
3)      Modernism mendudukan ilmu-ilmu positif-empiris sebagai standart kebenaran tertinggi.
4)      Modernisme melahirkan materialism.
5)      Modernisme mendukung bangkitnya kembali tribalisme, yakni mentalitas yang mengunggulkan satu suku atau kelompok sendiri.

a.      Estetika Rasionalisme Jerman
·         Estetika terdiri ataas sebuah sains tentang pengenalan indrawi.
·         Pengetahuan demikian, bukanlah seperti yang diyakini oleh Spinoza dan Leibiniz, lebih rendah dari pengetahuan logis, namun memiliki otonomimya sendiri.
·         Pengetahuan estetika menunjukan kesempurnaannya sendiri.

b.      Esteetika Ingris Abad ke-18
David Hume menyatakan, keindahan sesuatu tidak terletak pada sebuah objeknya (misalnya pada sebuah lukisan atau patung), tetapi pada “perasaan” seseorang yang melihatnya.

c.       Empat Perspektif Seni Immanuel Kant
Immanuel Kant memberi keindahan empat perspektif, yakni:
·         Kualitas
Keindahan merupakan hal yang subjektif, artinya keindahan yang menghasilkan kesenangan subjek sebagai seseorang.
·          Kuantitas
Keindahan artinya yang universal yang dapat diterima oleh semua orang tanpa subjektivitas atau objektivitas.
·         Relasi dan Finansial
Keindahan adalah “forma” financial suatu objek. Financial adalah maksud atau tujaun tertentu dari keberadaa suatu objek; sesuatu yang memberikan rasa senang.
·         Rasa Senang dan Niscaya
Keindahan adalah apa yang lepas dari konsep, dan ditangkap sebagai objek yang memberikan rasa sengan secara “niscaya”.

d.      Estetika idealism Jerman Abad ke-19
Konsep estetika Georg Wilhelm Friedrich Hegel dibangun dalam kerangka filsafat idealisme sehingga ia merumuskan 3 bentuk utama seni, yakni:
·         Bentuk Simbolik
Bentuk seni simbolik adalah bentuk seni yang mencari ekspresinya.
·         Bentuk Klasik
Bentuk klasik memiliki sifat yang antropomorfis atau menampilkan ide-ide kesemestaan (alam semesta termasuk alam sekitar; hewan dan bentuk alamiah lainnya) ke dalam wujud manusia.
·         Bentuk Romantik
Puncak seni romantic adalah puisi, music, dan lukisan.

e.       Estetika Masa Romantika
Filsuf yang mempengaruhi konsep estetika masa romantic adalah Schelling, Fichte, A. Schopnhaeur, dan Nietzsche. Pada masa itu seni merupakan ekspresi emosi dari para senimannya. Seniman menjadi semacam alternative sumber pengetahuan baru melalui karyanya. Ada beberapa cirri estetika zaman romantic, yakni:
·         Seni merupakan ekspresi emosi dan perasaan sang seniman.
·         Di Prancis muncul romantisme yang ekstrem dengan semboyan l’art pour l’art, artinya “seni untuk seni itu sendiri”.
·         Kata-kata kuncinya adalah jenius, imajinasi kreatif, orisinalitas, ekspresi, komunikasi, emosi, simbolisme, sentimental.
·         Mengenal kembali mitologi-mitologi, baik di Timur maupun di Barat; akibatnya, para seniman eksotisme dunia lain dan mistisisme.
·         Memuja sang artis dan mendewakannya.
·         Sang artis tidak lagi diinspirasikan oleh Tuhan, tetapi dirinya didewakan ke tingkat tertinggi.
·         Seniman jenius tidak lagi mengikuti aturan atau tradisi, tetapi membuat aturan sendiri, terobosan, serta kemungkinan-kemungkian baru.

f.       Estetika Abad ke-20
Estetika abad ke-20 sangat dipengaruhi oleh konsep-konsep estetika sebelumnya, yang dapat dikatakan inovasi formal artistic sebagai upaya meruntuhkan konsep estetika pada masa sebelumnya. Konsep abad ke-20 dipengaruhi oleh B. Croce, Collingwood, Susanne Langer, Bell, dan Beardsley yang secara substansial merupakan bentuk baru dari konsep estetika Plato. Langer memiliki konsep estetika yang menekankan seni sebagai bentuk symbol, Collingwood menekankan estetika sebagai craft. Croce memiliki konsep estetika tentang intitusi seni dan Beardsley yang berpendapat bahwa karya seni tidak bersifat fisik melainkan objek estetik estetisyang dapat dipergunakan sebagai instrument untuk membantu kehidupan manusia dalam pengertian yang sesungguhnya.

6.      Estetkika Barat Kontemporer (Postmodern)
Estetika ini sering disebut juga sebagai estetika postmodern pascamodern dipengaruhi konsep-konsep filsafat postmodern. Posmodern adalah gerakan filsafat kebudayaan yang terjadi sekitar tahun 1960-an sebagai reaksi terhadap modernism yang dianggap menjadi penyebab segala bentuk runtuhnya kemanusiaan dan moralitas. Beberapa kelompok postmodern:
·         Kelompok New Age: Metafisika New Age cenderung ingin menggali kembali pemikiran-pemikiran kuno, baik di Barat  maupun di Timur, seperti Neo-Platonisme, Zoroasrotianisme, Taoisme, Hinduisme, Buddhisme, Kabbalah, Gnostisme, dan lain-lain. Tokoh yang termasuk dalam kelompok ini antara lain R. Steirner, J. Krisnamurti, dan H.P. Blavatsky.
·         Kelompok yang terkait pada dunia sastra dan masalah linguistik (dekonstruksi). Tokoh yang terkait antara lain J. Derrida, F. Lyotard, dan J. Baudrillard.
·         Kelompok yang ingin merevisi modernism yang diwakili pemikir-pemikir, Whitehead, David Bohm, J. Cobb Jr, David Ray Griffin, Frederick ferre, dan lain-lain.

Ada dua modus pendekatan dalam estetika ini:
·         Mainstream yaitu: melalui pastice, imitasi atas hal-hal di masa lampau.
·         Oposisional yakni: keputusasaan atau kehampaan melalui parody, penyajian isi, bentuk, dan style secara ironis.

Menurut Hayward ada empat konsep estetika postmodern, yakni:
·         Simulia: Paradodi arau Pastiche
Pastice adalah simptomatis, artinya menirukan genre, style sebelumnya.
·         Prefabrication
Film-film sebelumnya diseleksi dan kemudian menjungkirbalikanya.
·         Intertextuality
Interteks adalah berbagai cara dimana media berinteraksi dengan teks-teks lain: bagaimana satu teks lain, khususnya kesalingtergantungan antarteks, bukan keunikan teks masing-masing.
·         Bricolage
Bricolage adalah merakit atau menyatukan berbagai gaya, tekstur, genre atau diskursus yang berbeda.

BAB  III  SEJARAH DAN KONSEP ESTETIKA TIMUR

A.    Estetika Timur Dekat Kuno
Karya seni Timur Dekat Kuno memperlihatkan bentuk dan gaya estetik yang beragam yang merefleksikan masyarakatnya, kota-kotanya, kerajaan-kerajaannya yang Berjaya selama ribuan tahun. Konsep estetika Timur Dekat Kuno selalu berupaya merefleksikan hubungan manusia dengan para dewa (dalam hal kehidupan, kematian, dan kesakralan alam semesta).

1.      Mesopotamia
Berada pada wilayah Iraq modern, Mesopotamia adalah jantung peradaban Timur Dekat Kuno. Beberapa bangunan, kuil, dan monument dibangun berdasarkan kesadaran estetika yang bersumber dari kesadaran akan kesakralan langit dan bumi serta keseimbangan diantaranya juga antara manusia dan dewa-dewi. Kepercayaan kepada dewa-dewi sangat mempengaruhi pola estetikanya.

2.      Sumeria
Terletak di Iraq modern kira-kira 8 km dari Kota Baghdad, memiliki konsep estetika yang mengadopsi konsep estetika Mesopotamia.

3.      Akkadia
Dibangun oleh Sargon I dan berhasil menguasai hampir seluruh Mesopotamia. Memiliki bentuk seni yang sama dengan peradaban Mesopotamia lainnya. Sargon memiliki syarat-syarat estetika yang lengkap seperti garis, struktur, kedalaman, kontras, tekstur, ritme, dan bentuk yang sempurna secara anatomis.

4.      Babylonia
Pada masa kekuasaan Hammurabi, Babylonia menjadi penguasa daerah Mesopotamia. Hukum Hammurabi ditulis dengan sentuhan estetika yang luar biasa karena hukum tersebut diukir dalam sebuah basal hitam yang menjelaskan hukum Hammurabi secara mendasar, seperti 300 anggaran dasar hukumnya.

5.      Assyria
Berlokasi di daerah Syria modern, konsep estetika bangsa Assyiria cenderung memiliki kesamaan dengan bangsa-bangsa Timur Dekat Kuno lainya. Keunikan estetika Assyria adalah patung Lammassu, sesosok mahluk penjaga gerbang istana yang merupakan perpaduan antara manusia, hewan (kerbau atau sapi), mahluk langit (burung), dan mahluk yang spiritual dengan mahkotanya.

6.      Persia Kuno
Dibangun oleh Achemenes terletak di Iran modern. Konsep estetika Persia mengikuti konsep sestetika bangsa-bangsa Mesopotamia lainnya dengan tema kesenian seperti kejayaan kerajaan, riwayat nabi Persia Kuno, Zoroaster dan ajarannya, serta menempatkan dua ekor banteng sang saling membelakangi sebagai symbol kekuasaan dan kejayaan serta kekuatan raja-rajanya.

7.      Mesir Kuno (Sekitar 4000SM)
Peradaban Mesir kuno dibangun sepanjang bantaran sungai Nil sekitar 4000 SM hampir bersamaan dengan peradaban bangsa-bangsa Mesopotamia. Estetika Mesir kuno memperlihatkan struktur yang teratur, jelas, seimbang atau proporsional, dan sederhana. Karya seni juga digunakan untuk menjaga stabilitas politik (semacam propaganda) melalui “artistic order” dan “Hierarchy of Scale” dimana riwayat para dewa dan Firaun akan sangat diagungkan.


B.     Sejarah dan Konsep Estetika Timur Jauh
1.      India
Estetika India sudah lama dimulai dan tidak terlepas dari agama Hindu dan Buddha. Kedua agama tersebut mempercayai dan memandang bahwa waktu terus berulang, alam semesta diciptakan dan dihancurkan dan diciptakan kembali dan seterusnya, dunia adala tidak nyata (maya), manusia bereinkarnasi (samasara), perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan dan perbuatan jahat akan dibalas dengan kejahatan (karma), oleh sebab itu manusia harus berbuat kebaikan agar terlepas dari lingkaran waktu (moksha). Konsep keagamaan ini menjadikan dua konsep pondasi estetika India, yakni Pratibhka (kreativitas artistic) dan Rasa yang ditulis oleh Bharata Muni. Pratibha sendiri adalah daya cipta artistic yang terdapat dalam diri seniman. Rasa sebagai Veda Kelima menjelaskan rasa pengalaman estetis pemirsa dalam memersepsi sebuah karya seni, utamanya seni pertunjukan.

2.      Cina
Estetika Cina sangat dipengaruhi oleh Taoisme dan Buddhisme terutama Zen Buddhisme. Selain itu, Lao Tse dan Kong Hu Cu adalah dua filsuf yang memberikan sumbangan besar terhadap kebudayaan Cina termasuk di dalam hal estetikanya. Dalam lukisan-lukisan kaligrafi yang penting bukanlah representasi kenyataan eksternal, melainkan ekspresi kenyataan batin. Konsep estetika memperlihatkan keadaan batin dengan tema-tena yang menggambarkan harmoni antara manusia, alam, dan alam semesta. Ada enam prinsip dasar bagi para seniman yang dapat dikatakan sebagai kanon estetika Cina, yakni:
·         Chi’I Yun Sheng Tung
Bersatunya roh semesta dengan diri seniman
·         Ku Fa Yung Fi
Seniman mampu menyergap roh kehidupan dengan cara mengosongkan bentuk yang terlihat sehingga esensi bentuk akan ditemukan.
·         Ying Wu Hsiang Hsing
Seniman mampu merefleksikan objek dengan menggambarkan bentuknya, esensinya, seperti yang dikatakan oleh Ch’eng Heng-lo, seni lukis Barat adalah seni lukis mata, sedangkan seni lukis Cina adalah seni lukis idea.
·         Sui Lei Fu T’sai
Seniman mampu untuk memilih warna-warna yang menciptakan keselarasan karena dalam konsep estetika Cina, warna bukan berfungsi untuk pemanis saja tetapi memiliki sifat yang simbolis.
·         Ching Ting Wei Chih
Seniman mampu mengorganisasikan, menyusun, dan merencanakan dengan pertimbangan-pertimbangan terrtentu sehingga menghasilkan buah karya seni yang memiliki komposisi berimbang.
·         Chuan Mo I Hsieh
Seniman memproduksi karya seninya agar dapat disebarluaskan.

3.      Jepang
Estetika Jepang sangat dipengaruhi oleh Zen Buddhaisme yang berkembang di Jepang pada abad ke-12. Ada enam cirri estetika Jepang, yakni:
·         Ketidakseimbangan (imbalance),
·         Asimetris (asymetry),
·         Kemiskinan (property),
·         Wabi-sabi,
·         Kesederhanaan (simplification),
·         Kesepian-kesunyian (alones).

C.    Sejarah dan Konsep Estetika Islam
Dalam hadis terdapat larangan bagi seorang muslim untuk menggambarkan dalam hal ini melukiskan makhluk hidup. Ada tiga ciri estetika Islam, yakni:
·         Kaligrafi, yakni seni menulis khas islam yang biasanya mengutip ayat-ayat suci;
·         Arabesques atau seni ornament khas islami yang biasanya berbentuk dekoratif artistic stilasi tetumbuhan, bunga, dan kadang binatang;
·         Desain-desain  geometric, yakni pengulangan pola-pola geometric dalam kesatuan yang harmonis.
Estetika Islam dikembangkan pila oleh para sufi melalui sastra,, puisi, dan musik. Tidak jarang puisi-puisi mereka sebenarnya merupakan tafsir spiritual terhadap ayat-ayat Alquran yang ditransformasikan ke dalam bahasa figuratif puisi.

BAB  IV  ESTETIKA NUSANTARA

A.    Mendefenisikan Estetika Nusantara
Sebelum melihat estetika Nusantara, kita akan melihat pembabakan kebudayaan Nusantara secara historis oleh Darini, yakni dibagi dalam dua zaman;
a.      Zaman Prasejarah
·         Masa berburu dan meramu atau budaya paleolitikum,
·         Masa berburu dan merakit atau budaya mesolitikum, dan
·         Masa bercocok tanam atau budaya megalitikum
b.      Zaman Sejarah
·         Masa pengaruh India (masa klasih/zaman purba)
·         Masa pengaruh Islam  (masa Islam/zaman madya,
·         Masa pengaruh colonial (masa Kolonial/Indis), dan
·         Masa Indonesia merdeka.

1.      Estetika Zaman Prasejarah
Pada masa ini sangat nampak kesenian berfungsi sakrral dan profane. Yang sakral dikatkan dalam fungsi ritual keagamaan, representasi simbolik dari para moyang, dan kekuatan-kekuatan alam yang dinilai suci, sakral, magis, gaib, dan bisa juga sebaliknya. Pada masa ini seni yang memiliki nilai estetika yang berorientasi kepada spiritualitas: harmoni manusia dengan alam, dan harmoni manusia dengan ruh leluhur, dan harmoni manusia dengan Tuhan yang melahirkan cirri-ciri estetika yang sangat primordial, yakni pola-pola geometris, meniru alam dan mahluk, dan juga estetika menjadikan representasi simbolik dari kekuatan-kekuatan tersebut.

2.      Estetika Nusantara Zaman Klasik atau Estetika Hindu-Budha
Estetika kebudayaan pada masa ini dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha. Pada masa ini lahir bentuk-bentuk kesenian yang akulturatif seperti seni bangunan atau arsitektur yang meliputi candi-candi; seni rupa yang meliputi patung, arca, relif, prasasti, dan seni lukis; seni pertunjukan yang meliputi wayang dan tari; dan seni sastra. Estetika pada masa ini berorientasi pada konsep-konsep keagamaan Hindu-Buddha dan juga kepercayaan sebelum masa ini.

3.      Estetika Nusantara Zaman Islam
Karena karateristik kebudayaan Nusantara yang paradox, kesenian pada masa ini pun memiliki sifatnya yang akulturatif. Artinya, pada masa ini kesenian Hindu-Buddha tidak lantas dilarang, tetapi kemudian diislamkan dan beberapa diantaranya dijadikan sebagai media dakwah. Ada beberapa kesenian yang berasal dari zaman sebelumnya, tetapi kemudian diislamkan seperi bangunan kecuali mesjid, tetapi pada mesjid-mesjid tertentu ada pula yang mengawinkan kebudayaan Hindu-Buddha dengan Islam seperti beberapa mesjid yang dikelilingi oleh selokan air sebagai tempat menjalankan wudhu.
Pada masa ini nilai-nilai estetika Jawa  yang berorientasi kepada bentuk-bentuk yang luhur seperti kehalusan, kesempurnaan, kecantikan, kedewaan dan lain sebagainya. Kesenian wayang, masih mempertahankan kesenian tersebut sebagai media dakwah. Karena efektif dalam  usaha penyebaran nilai, paham, konsep, gagasan, pandangan, dan ide bersumber dari agama Islam.

4.      Estetika Nusantara Zaman Modern: Kolonial dan Pascakolonial
Pada zaman Indonesia modern (colonial dan pascakolonial), martin Suryajaya menguraikan pandangan-pandangan estetis para seniman, yakni:
·         Ekspresivisme, kesenian adalah jiwa-ketok. Jadi, kesenian adalah jiwa. Karya seni adalah manifestasi jiwa sang seniman berakar pada tradisi ekspresivisme yang tumbuh di Eropa paska-Romantik.
·         Realism, kebagusan dan kebenaran adalah satu.
·         Materialism Historis, pandangan bahwa kesenian bertopeng pada realitas ekonomi-politik punya akar pada tradisi Marxis.
·         Fungsionalisme, pandangan bahwa seni mesti memenuhi fungsi sosial tertentu dan hanya dapat dievaluasi secara estetis berdasarkan pemenuhan fungsi tersebut adalah pandangn yang sangat tua.
·         Formalism, pandangn bahwa karya seni berurutan secaraeksklusif dengan bentuk dan hanya dapat dievaluasi dari segi bentuknya berakar pada tradisi formalis yang berkembang pada abad ke-20.
·         Manifesto Gerakan Seni Rupa Baru 1987, pandangan yang menarik garis tegas antara “seni murni” dan “seni terapan”, antara seni dan kerajinan, punya sejarah yang belum terlalu tua.
·         Estetika penyadaran, pandangan bahwa setiap orang adalah seniman, bahwa sebi yang emansipatoris hanya bisa datang dari tangan rakyat itu sendiri, bersumber pada estetika pasca-avent-grande Augusto Boal.
Hal-hal ini menunjukan  konsep-konsep kesenian dalam hal ini estetika menjadi sesuatu yang berkesinambungan, akan tetapi ada upaya untuk mencari seni atau estetika yang “Indonesia” sekali.
Estetika Nusantara Zaman Moderen pada umumnya dibagi menjadi beberapa priode, yakni:
·         Periode Perintis (masa kolonial)
·         Priode Mooi Indie (Indonesia jelata)
·         Priode PERSAGI atau Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia dilahirkan pada masa pergolakan kemerdekaan pada tanggal 23 Oktober 1983 di Jakarta.
·         Priode Pendudukan Jepang
·         Periode sanggar, pada priode ini saanggar-sanggar seni bermunculan.
·         Periode akademi (sekitar tahun 1950-an)
·         Periode seni rupa baru.
·         Periode Kontemporer.

5.      Bandung dan Estetika:
a.      Taman Kota Bandung: Estetika, Etika, dan Kuasa Ekonomi
Taman-taman, lapangan terbuka, dan boulevands (jalan lebar) merupakan cirri khas dan taman a la Prancis. Yang dengan demikian memperkuat dugaan bahwa kota Bandung memang dibangun sedemikian rupa sehingga menyerupai kota Paris. Tetapi sayangnya, setelah para meneer angkat kaki, beberapa taman malah dialihfungsikan menjadi gedung perkantoran dan pemukiman penduduk. Di Bandung ada 17 taman tematik. Namun hal ini tidak sesuai dengan pola hidup masyarakat Sunda atau kota Bandung.

b.      Estetika Kontemporer dalam Karya-karya Mufti Priyanka (Amenkcoy)
Karya-karya Amenkcoy merupakan pembongkaran makna cultural yang telah mapan dan hal tersebut diartikan sebagai penolakan terhadap asal-usul yang berarti penolakan terhadap kebenaran hakiki yang mengandaikan adanya esensi. Sesuatu yang telah berlaku lama, tertata, kemudian muncul sesuatu yang baru yang menolak atau bahkan sama sekali bertolak belakang dengan apa selama ini sudah tertanam kokoh, baik di bidang sosial, politik, agama, budaya, begitu juga dalam seni.

c.       Mencari yang Sakral dalam yang Profan
Banyak fenomena agama sebagai institusi formal dianggap sudah tidak mampu untuk mengakomodasikan mengaktualisasikan ajaran agama ke dalam kehidupan yang mereka jalani. Pada mulanya Man Jasad sebagai orang Sunda hanya menjadikan kesundaan sebagai ekspresi estetik semata. Tetapi perjumpaannya dengan para pelaku kesundaan lainnya membuat ekspresi tersebut bergeser kearah ekspresi idiologi. Perubahan idiologi Jasad pada dasarnya adalah bentuk keberubahan yang niscaya. Keberubahan itu karenaglobalisasi (digitalisasi) terlebih kultur kapitalistik yang ikut mempromosikannyasebagai bahan dari komoditas yang menghasilkan nilai ekonomis yang luar biasa. Skena music underground menjadi semacam wahana yang mengekspresikan mengartikulasikan, mengaktualisasikan, dan mengekspresikan bahkan mengkoeksistensikan pelbagai macam yal yang diinginkan oleh para pelakunya.


BAB   V  PENUTUP

Kita telah membahas tentang keindahan, seni, dan estetika. Ketiganya memiliki defenisi yang terpisah, tetapi memiliki hubungan antara satu dan lainnya yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Estetika tidak hanya brbicara soal nilai intrinsic semata, tetapi juga ekstrinsik. Itulah sebabnya tidak semua yang terlihat indah adalah karya seni dantidak semua karya seni harus indah.
Pada dasarnya, struktur estetis adalah nilai intrinsic dasi sebuah karya seni. Struktur estetis adalah modal awal kita  dalam memahami sebuah karya seni. Struktur estetis berhubungan dengan hal yang tidak dapat dicerap oleh pancaindra. Struktur estetis adalah unsure-unsur rupa, prinsip-prinsip rupa, dan hukum penyusunan. Unsure rupa berbicara tentang posisi garis, bangun, tekstur, warna, ruang, dan waktu di dalam sebuah karya seni. Ada empat makna estetika, yakni:
·         Estetika sebagai prinsip-prinsip soal keindahan
·         Estetika sebagai disiplin perawatan kecantikan
·         Estetika sebagai sistim pencerapan
·         Estetikasebagai filsafat seni
Masa perkembangan estetika dari masa-kemasa terus berjalan dan berkembang. Sampai kepada estetika Nusantara yang seperti estetika Timur lainya kurang lebih memiliki persamaan yang cukup mendasar. Estetika merupakan refleksi dari nilai-nilai tentang spiritualitas, harmoni, dan kehidupan manusia pada umumnya. Pengaruh perubahan kebudayaan di Nusantara melebur bersama pengaruh-pengaruh tersebut yang akan menghilangkan kebudayaan Nusantara itu sendiri. Hingga saat ini, estetika Nusantara merupakan estetika yang paradox walaupun tidak melulu membicarakan persoalan spiritualitas, harmoni, dan nilai-nilai tradisi, tetapi bentuk paradox itu tetap ada.

3 komentar:

  1. Dalam periode ini para filsuf yang membahas estetika diantaranya adalah Socrates, Plato dan Aristoteles. Ada beberapa ciri mengenai pandangan estetikanya estetika judi online

    BalasHapus
  2. Rahib Christian... punya bukunya kah? Bolehkah saya pinjam...

    BalasHapus
  3. Rasanya seperti anda menjadi Ironman

    BalasHapus