URAIAN DAN
KORELASI PENSELASARAN TENTANG PENDEKATAN BEHAVIORAL DAN KOGNITIF SOSIAL (BABVII),
PENDEKATAN PEMROSESAN INFORMASI ( BAB VIII), DAN MOTIVASI, PENGAJARAN, DAN
PEMBELAJARAN (BAB XIII)
PENDAHULUAN
Setelah
dalam pembelajaran yang sebelumnya kita mencoba melihat banyak hal tentang
mengenal anak, Perkembangan Kognitif anak sampai kepada Pengujian Inteligensi
anak untuk membantu guru dalam memperkembangkan kemampuan anak. Dalam
pembahasan lanjutan 3 bab ini kita akan belajar tentang bagaimana Perkembangan
Behavioral dan Kognitif Sosial Anak. Yang mana didalamnya kita akan mendapatkan
pemaparan tentang Belajar, Pembelajaran dan segala Pendukung dalam Belajar.
Memori yang memegang peranan penting untuk dikembangkan. Bagaimana
mempertahankannya menjadi Ingatan yang Penjang dan sangat membantu dalam pembelajaran
akan ingatan-ingata anak. Mengolah Pemikiran dan Penyimpanan Informasi adalah
keahlian yang sangat diperlukan sampai kepada Strategi dan Regulasi Metakognisi
yakni peningkatan cara berpikir dan ingatan itu menjadi miliknya. Dan yang
terakhir kita akan dijabarkan tentang Motivasi mengambil peran penting dalam
pembelajaran. Setiap orang butuh motivasi sebakai langkah lanjutan untuk
memaksimalkan pengembangan segala hal. Pengolahan diri dan pemberian motivasi
oleh pengajar dan yang tak kalah penting pendidik mampu mengajarkan cara
memotivasi diri sendiri. Hal yang terakhir ini adalah langkah yang harus terus
dilakukan bagi siapapun kita dalam pengembangan dan pemaksimalan kemampuan diri
terlebih perkembangan anak di masa pertumbuhannya.
BAB
VII
PENDEKATAN
BEHAVIORAL DAN KOGNITIF SOSIAL
1.
Apa
Itu Pembelajaran?
1.1.Apa
yang Disebut Belajar dan yang Bukan
Proses belajar atau
pembelajaran adalah fokus utama dalam psikologipendidikan. Yang mana dalam
dunia pendidikan nampak tujuan dari belajar atau pembelajaran yakni “ Membantu
murid untuk belajar.”
Ketika dalam
pengulangan dan pembiasaan penggunaan computer dalam mengetahui penggunaannya,
anak akan mencoba terus secara efektif sampai ia mengetahui penggunaannya. Dan
hal yang ia ketahui itu tidak akan hilang. Sama juga dengan orang yang belajar
mengemudikan mobil atau motor. Ia akan pelan-pelan belajar mengunakannya maka
ia akan belajar sampai ia mengetahuinya. Setelah ia mengetahuinya dan
menggunakan mobil atau motor secara efektif maka apa yang ia ketahui itu tidak
akan hilang. Demikianlah pembelajaran (learning) dapat didefenisikan sebagai
pengaruh permanen atas prilaku, pengaaruh, dan keterampilan berpikir, yang
diperoleh melalui pengalaman.
Namun, tidak semua hal
kita peroleh dari belajar. Ada banyak hal yang kita lakukan karena warisan
kemampuan sejak lahir. Misalnya, kita tidak harus diajari untuk menelan
makanan, berteriak, atau berkedip saat silau. Tetapi kebanyakan prilaku kita
tidak diwarisi begitu saja. Saat anak menggunakan computer dengan cara baru,
bekerja lebih keras memecahkan masalah, mengajukan pertanyaan lebih baik dan
menjelaskan dengan logis atau mendengarkan dengan lebih perhatian, maka berarti
dia sedang menjalani proses belajar.
1.2.
Pendekatan untuk Belajar
a.
Behaviorisme
Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa
perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan
proses mental.
b.
Proses
mental
Proses mental adalah suatu pemikiran, perasaan, dan
motif yang kita alami namun tidak bisa dilihat oleh orang lain. Meskipun kita
tidak bisa melihat pikiran, perasaan, dan motif secara langsung, semua itu
adalah sesuatu yang riil. Proses mental antara lai pemikiran anak tentang cara
membuat poster, perasaan senang terhadap guru yang ia sukai, dan motivasi anak
untuk mengontrol pikirannya.
c.
Pembelajaran
Asosiatif (Associative Learning)
Pembelajaran Asosiatif adalah pembelajaran dari dua
kejadian yang saling terkait (associated). Contohnya, ketika murid mengaitkan
persaan senangnya tentang pelajaran di sekolah, dimana guru tersenyum saat
murid mengajukan pertayaan tentang pelajaran tersebut.
d.
Kognitif
Kognitif dalam hal ini akan dibahas dalam empat
pendekatan utama untuk pembelajaran:
a. Kognitif
sosial adalah penekanan pada interaksi
faktor perilaku, dan orang (kognitif) sebagai deeterminan pembelajaran.
b. Pemrosesan
informasi adalah penekan pada bagaimana anak memproses informasi melalui
perhatian (atensi), memori, pikiran, dan proses kognitif lainnya.
c. Konstruktivis
kognitif adalah penekanan pada konstruksi kognitif dari pengetahuan dan
pemahaman (Pieget).
d.
Konstruktivis sosial adalah
penekanan pada kolaborasi dengan orang lain untuk menghasilkan pengetahuan dan
pemahaman.
2.
Pendekatan
Behavioral untuk Pembelajaran
Pendekatan behavioral merupakan
pendekatan yang menekankan arti penting dari bagaimana anak membuat hubungan
antara pengalaman dan perilaku
2.1. Pengkondisian Klasik
Pengkodisian
klasik adalah tipe pembelajaran di mana suatu organisme belajar untuk
mengaitakan atau mengasosiasiakan stimuli. Sebagai contoh, anjing mengeluarkan
air liur ketika akan diberi makanan. Stimulus makanan adalah bel, yang mana
ketika anjing akan makan, makanan tidak
langsung diberikan kepada anjing melainkan dibunyikan bel. Maka, setiap
anjing akan diberi makan didahului stimulus bel yang mengakibatkan anjing akan
mengeluarakn air liur setiap kali loncang dibunyikan sebab anjing
mengkondisikan bahwa bel berbunyi adalah gambaran makanan diberikan kepada
anjing. (Teori Ivan Pavlov)
2.1.1. Generalisasi, Diskriminasi,
dan Pelenyapan
Dalam mempelajari respon
anjing terhadap stimuli (bel), Pavlov membuntikan bel sebelum memberikan
makanan kepada anjing. Makanan dan bel menjadi satu kesatuan yang membuat
anjing mengeluarkan air liur. Setelah beberapa waktu, Pavlov menemukan bahwa
anjing itu juga merespon suara lain seperti pluit. Semakin mirip suara itu
dengan suara bel, semakin kuat respon si anjing. Hal inilah yang disebut dengan
generalisasi dalam pengkondisian klasik yakni: tendensi dari stimulus baru yang
sama dengan stimulus awal menghasilkan respon yang sama. Contohnya, hal ini sama terjadi pada murid
dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid itu mulai bersiap untuk
ujian kimia, dia juga menjadi gugup karena dua mata pelajaran itu saling
berkaitan. Maka, murid itu
mengeneralisasikan satu ujian mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
a.
Diskriminasi
Diskriminasi
dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespons stimuli tertentu
tetapi tidak merespons stimuli lainnya. Hal ini sama terjadi ketika Pavlov memberikan makan anjing
setelah bel berbunyi dan tidak memberi makan setelah membunyikan suara lainnya.
Akibatnya, anjing itu hanya merespons suara bel. Hal ini sama terjadi pada
murid yang mengikuti ujian di kelas, dia begitu gugup saat menempuh ujian
pelajaran bahsa Inggris atau sejarah karena dua mata pelajaran itu jauh berbeda
dengan mata pelajaran kimia dan biologi.
b.
Pelenyapan
(extintion)
Pelenyapaan
dalam pengondisan klasik adalah pelemahan uncondicionit response (UR) karena
tidak adanya uncondicionit stimulus (US) dalam satu sesi, Pavlov membunyikan
bel berulangkali tetapi tidak memberikan makanan kepada anjing. Akhirnya anjing
itu tidak lagi berliur demikianlah murid yang gugup mengikuti ujian akan mulai
menempuh tes dengan lebih baik dan kecemasannya reda
c.
Desensitisasi
Sistematis
Desensitisasi
sistematis (systematic desentization) adalah sebuah metode yang didasarkan pada
penkondisian klasik yang dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dengan cara membuat individu mengasosiasikan
relaksasi dengan visualisasi situasi yang menimbulkan kecemasan. Bayangkan bahwa
anda punya murid dikelas yang sangat gugup saat diminta bicara di depan kelas.
Tujuan dari desensitisasi sistematis adalah membuat murid itu mengasosiasikan
bicara di depan public denga relaksi, bukan kecemasan. Dengan menggunakan
visualisasi berkali-kali, murid itu bisa berlatih desentisasi sistematis selama
duaminggu sebelum bicara, kemudian seminggu sebelum bicara, lalu empat hari
sebelum bicara, dua hari sebelum bicara, pagi hari sebelum maju bicara, saat
masuk ke ruang tempat dia akan bicara di depan publik, saat berjalan ke podium
dan saat berbicara. Relaksasi tersebut yang telah erstruktur akan bertentangan
atau memperkecil kecemasan, bahkan sampai menghilankan kecemasan tersebut.
Mengevalusai Pengondisian Klasik
Pengondisian klasik membantu kita
memahami beberapa aspek pembelajaran denagan lebih baik. Cara ini membantu
menjelaskan bagaiman stimuli netral menjadi diasosiasikan dengan respon yang
tak dipelajari dan sukarela. Hal ini sangat membantu untuk memahami kecemasan
dan ketakutan murid. Kemudian bagaimana cara mampu untuk percaya diri dalam
menghadapi segala kecemasan.
2.2.
Pengkondisian Operan
Pengondisan
opera adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi- konsekuensi prilaku yang
menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi.
Hukum Efek Thorndike
Hukum efek menyatakan bahwa prilaku
yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa prilaku yang diikuti
hasil negatif akan diperlemah.
Penguatan dan Hukum
Penguatan (imbalan) adalah
konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu prilaku akan terjadi.
Hukuman adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu
prilaku penguatan positif adalah frekuensi respon meningkat karena diikuti
stimulus yang mendukung (rewarding), seperti dalam contoh dimana
komentar positif guru meningkatkan prilaku menulis murid. Penguatan negatif
adalah frekuensi respon meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus
yang merugikan. Misalnya, ayah mengomeli putranya agar mau mengerjakan PR. Dia
terus mengomel. Akhirnya, anak itu lelah mendengarkan omelan dan mengerjakan
PRnya. Respon anak (mengerjakan PR) menghilangkan stimulus yang tidak
menyenangkan (omelan).
Generalisasi, Diskriminasi, dan
Pelenyapan
Generalisasi adalah tendensi dari
sebuah stimulus yang sama dengan conditioned stimulus untuk menghasilkan respon
yang sama terhadap conditioned respon. Diskriminasi adalah merespon stimuli
tertentu tetapi tidak merespon stimuli lainnya. Pelenyapan adalah respon
penguat yang muncul sebelumnya tidak lagi diperkuat dan responya menurun.
3.
Analisis
Prilaku Terapan dalam Pendidikan
3.1. Apa Itu Analisis
Prilaku Terapan?
Analisis
prilaku terapan adalah penerapan prinsip penkondisian operan untuk mengubah
prilaku manusia ada tiga pengunaan analisisi prilaku yang penting dalam bidang
pendidikan yakni meningkatka prilaku yang diinginkan, menggunakan dorongan
(prompt) dan pembentukan (shaping), dan mengurangi prilaku yang tidak
diharapkan.
3.2.
Meningkatkan Prilaku yang Diharapkan
Lima
strategi penkondisian operan dapat dipakai untuk meningkatkan prilaku anak yang
diharapkan: memilih penguat yang efektif; membuat penguatan bersifat kontingen
dan tepat waktu; memilih jadwal penguatan yang terbaik; mempertimbangkan
penggunaan perjanjian (contracting); dan menggunakan penguatan negatif secara
efektif.
3.3.
Mengurangi Prilaku yang Tidak Diharapkan
Ada empat langkah untuk mengurangi
orilaku yang tidak diharapkan:
1. Mengunakan
penguatan diferensial
2. Menghentikan
penguatan (pelenyapan)
3. Menghilangkan
stimuli yang diinginkan
4. Memberikan
stimuli yang tidak disukai (hukuman)
3.4.
Mengevaluasi Pengkondisian Operan dan Analisis Prilaku Terapan
Konsekuensi
penguatan dan hukuman adalah bagian dari kehidupan guru dan murid. Guru member
nilai, pujian dan teguran, senyuman, dan kemarahan. Mempelajari bagaimana
memepelajari konsekuensi ini memepengaruhi murid akan bisa menambah kemampuan
anada sebagai guru. Jika dipakai secara efektif teknik behavioral dapat
membantu anda mengelola kelas.
4.
Pendekatan
Kognitif Sosial untuk Pembelajaran
4.1.
Teori Kognitif Sosial Bandura
Teori
kognitif sosial adalah teori bandura yang menyatakan bahwa faktor sosial dan
kognitif, dan juga faktor prilaku, memainkan peranan penting dalam
pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi,
pemikiran, dan kecerdasan.
4.2.
Pembelajaran Observasional
Pembelajaran
observasional (imitasi atau modeling), adalah pembelajaran yang dilakukan
ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain.
4.3.
Pendekatan Prilaku Kognitif dan regulasi Diri
Pendekatan
prilaku kognitif adalah mengubah prilaku yang menyuruh orang untuk memonitor,
mnegelola, dan mengatur prilaku mereka sendiri, bukan dipengaruhi melalui
faktor eksternal. Dalam pendekatan prilaku kognitif terdapat dua faktor
eksternal yakni modifikasi diri dan pembelajaran regulasi diri.
BAB
VIII
PENDEKATAN
PEMROSESAN INFORMASI
1.
Sifat
Pendekatan Pemrosesan Informasi
Anak
memerhatikan informasi yang diberikan dan memikirkannya. Mereka menyusun
strategi untuk mengingat, menyusun konsep, bernalar, dan memecahkan masalah.
1.1.
Informasi, Memori dan Pemikiran
Pendekatan
pemrosesan informasi menyatakan bahwa murid mengolah informasi, memonitorinya,
dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan
ini adalah proses memori dan proses berpikir (thinking). Beberapa pendekatan
pemrosesan informasi memiliki kecenderungan yang lebih konstruktivis ketimbang
pendekatan lainnya. Behaviorarisme dan model pembelajaran asosiatif adalah
kekuatan dominan dalam psikologi sampa 1950-an dan 1960-an. Tetapi, para
psikolog menyadari bahwa pendekatan ini tidak sampai pada mental dan pemikiran.
Istilah psikologi kognitif menjadi
label untuk pendekatan yang berusaha menjelaskan perilaku melalui pemeriksaan
proses mental.
1.1.1.
Informasi
a. Pandangan Siegler
Robert
Sieger (1998) mendeskripsikan tiga karakteristik utama dari pendekatan
pemrosesan informasi: proses berpikir, makanisme pengubah, dan modifikasi diri.
b. Pemikiran
Menurut
pendapat Siegler (2002), berpikir (thingking) adalah pemrosesan informasi.
Proses berpikir meliput merasakan (perceive), malakukan penyandian (encoding),
mepresentasikan, dan menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya.
c. Mekanisme Pengubahan
Mekanisme
prngubahan adalah pemrosesan informasi fokus utamanya dipengaruhi mekanisme
pengubah dalam perkembangan. Dalam mekanisme pengubah terdapat empat
keterampilan kognitif anak: encoding, otomatisasi, konstruksi strategi dan
generalisasi.
a. Encoding
Encoding adalah proses memasukkan
informasi ke dalam memori.
b. Otomatisasi
Otomatisasi adalah kemampuan untuk
memproses informasi dengan sedikit atau tanpa usaha.
c. Konstruksi
Strategi
Konstruksi strategi adalah penemuan
prosedur baru untuk memproses informasi.
d. Generalisasi
Generalisasi adalah penyandian
informasi kunci untuk suatu problem dan mengkordinasikan informasi tersebut
dengan pengetahuan sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah.
Modifikasi
Diri
Modifikasi
diri adalah pendekatan pemrosesan informasi kontemporer dalam teori
perkembangan kognitif Pieget menggunakan pengetahuan dan strategi yang telah
mereka pelajari untuk menyesuaikan respon pada situasipembelajaran yang baru.
2. MEMORI
2.1. Apa Memori itu?
Memori
adalah retensi informasi dari waktu ke waktu yang melibatkan encoding,
peyimpanan, dan pengambilan kembali.
1.
Encoding adalah memasukan informasi ke
dalam memori.
2.
Penyimpanan adalah mempertahankan
informasi dari waktu ke waktu.
3.
Pengambilan adalah mengambil informasi
dari gudang memori.
Atensi adalah mengonsentrasikan dan
memfokuskan sumber daya mental
2.1.1.
Pengulangan
Pengulangan
adalah repetisi informasi dari waktu ke waktu agar informasi lebih lama berada
di dalam memori.
2.1.2.
Pemrosesan
Mendalam
Terayata
pengulangan bukan cara yang efesien untuk memori jangka panjang. Fergus Craik
dan Robert Lockhart membuat teori level pemrosesan yakni pemrosesan memori
terjadi pada kontinum dari dangkal ke mendalam, dimana pemrosesan yang mendalam
akan menghasilkan memori yang lebih baik.
2.1.3.
Elaborasi
Elaborasi
adalah ekstensifitas pemroseasan memori dalam penyadian. Dalam proses elaborasi
dibutuhkan proses mengkonstruksi citra, penataan, dan chucking.
2.2.Penyimpanan
Setelah
murid menyandikan informasi, mereka perlu mempertahankan atau menyimpan
informasi. Diantara aspek paling menonjol dari penyimpanan memori ada tiga
simpanan utama yakni: memori sensoris, working
memory (memori jangka pendek), dan memori jangka panjang.
1.
Memori Sensoris adalah memori yang mempertahankan
informasi dari dunia dalam bentuk sensoris aslinya hanya selama beberapa saat.
2.
Memori Jangka Pendek (Working Memory) adalah system memori
berkapasitas terbatas dimana informasi dipertahankan sekitar tiga puluh detik,
kevuali informasi itu diulangi atau diproses lebih lanjut, dimana dalam kasus
itu daya tahan simpanannya dapat lebih lama. Dalam hal ini, dibutuhkan rentang
memori yakni jumlah digit yang bisa dilaporkan kembali oleh seorang tanpa ada
kesalahan setelah memperoleh informasi satu kali. Working memorymemiliki tiga komponen yakni: phonological lup, visual spasil memory, dan sentral eksekutif.
3.
Memori Jangka Panjang adalahtipe memori
yang menyimpan banyak informasi.
Menurut model
Atkonson-Shiffrin ada tiga model penyimpanan, yakni:
2.2.1. Isi
memori jangka panjang
Dalam model ini, memori jangka panjang dibagi menjadi
subtipe memori deklaratif dan memori prosedural. Memori deklaratif
terdiri atas memori episodik dan semantik.
Memori deklaratif
adalah rekoleksi atau pengingatan kembali informasi secara sadar, seperti fakta
spesifik atau kejadian yang dapat dikomunikasikan secara verbal. Nama lain dari
memori deklaratif ini sering disebut” mengetahui bahwa” dan “memori eksplisit”.
Memori ini hanya cukup untuk merenung, maka sudah bekerja memori deklaratifnya.
Memori Prosedural adalah
pengetahuan nondeklaratif dalam bentuk keterampilan dan operasi kognitif.
Memori prosedural dapat disebut juga “mengetahui bagaimana” atau “memori
implisit”. Memori ini bekerja pada saat melakukan sesuatu.
Isi dari memori deklaratif adalah memori episodik dan
semantik. Memori episodik adalah
retensi informasi tentang di mana dan kapan terjadinya suatu peristiwa dalam
hidup. Contohnya, kenangan akan teman sebangku di masa awal SMP. Memori semantik adalah pengetahuan umum
murid tentang dunia. Memori ini mencangkup.
o
Pengetahuan
tentang pelajaran di sekolah. Contoh rumus umum phytagoras.
o
Pengetahuan
tentang bidang keahlian yang berbeda. Contoh, pengetahuan memakai smartphone
dengan anak 5 tahun yang memakai smartphone.
o
Pengetahuan
“sehari-hari” tentang makna kata, orang terkenal, tempat-tempat penting dan
hal-hal umum.
2.2.2. Merepresentasikan
Informasi dalam Memori
Teori Jaringan (network theries) mendeskripsikan
bagaimana informasi di memori siorganisir dan sihubungkan. Teori memperhatikan
titik simpul (nodes) dalam memori. Misalanya konsep kata burung dispesifikasi
dengan jenis “gagak”.
Teori Skema menyatakan bahwa memori kita menyimpan
informasi seperi halnya di perpustakaan. Analogi dari skema ini adalah
penyimpanan layaknya di perpustakaan, namun proses pengambilan tidak sama
dengan analogi perpustakaan. Ide dalam teori skema bahwa ada beberapa simpanan
yang tidak lengkap, maka perlu mengkonstruksikan simpanan tersebut. Skema
adalah informasi- konse, pengetahuan, informasi tentang kejadian yang sudah
perna kita simpan. Teori muncul oleh Frederick Bartle (1932).
2.3. Mengambil Kembali dan Melupakan
2.3.1. Pengambilan
kembali
Seperti mencari sesuatu di gudang, kita mengambil sesuatu
dari bahan mentah. Ada pengambilan ditemukan langsung dan ada pengambilan
memerlukan usaha. Pengambilan kembali dari bahan mentah membutuhkan usaha untuk
mecapai relevansi data. Efek posisi
serial berarti bahwa orang lebih mudah mengingat item yang ada di awal dan
akhir dari suatu daftar ketimbangan item yang ada di tengah. Efek posisi serial
tidak hanya berlaku pada posisi datar, melainkan juga apda kejadian-kejadian.
Konsiderasi lain dalam memahami pengambilan informasi
adalah prinsip spesifitas penyandian, (enconding specificity principle),
yaitubahwa
asosiasi yang dibentuk saat penyadian atau pembelajaran cenderung akan menjadi
petunjuk yang efektif untuk mengambil kembali.
Melupakan salah satu bentuk cue-dependent forgetting, yaitu kegagalan dalam mengambil kembali
informasi karena kurangnya
petunjuk pengambilan yang efektif. Prinsip cue-dependent
forgetting sesuai dengan teori interfensi, yang menyatakan bahwa kita lupa
bukan karena ada informasi lain yang menghambat upaya kita untuk mengingat
informasi yang kita inginkan. Sumber lupa lainnya adalah penurunan memori.
Menurut decay theory, pembentukan baru akan melibatkan pembentukan “jejak
memori” neurokimiawi, yang akan terpecah.
3.
KEAHLIAN
3.1. Keahlian
dan Pembelajaran
Yang dilakuakan para ahli untuk memnbentuk kepribadian
belajar yang efektif, yakni:
a
Memperhatikan
ciri dan pola informasi bermakna yang tidak dilihat pemula.
b
Punya
banyak isi pengetahuan yang diorganisasikanm dengan cara merefleksikan
pemahaman yang mendalam atas subjek tersebut.
c
Bisa
mengingat kembali aspek penting dari pengetahuan mereka tanpa banyak usaha.
d
Bersikap
adaptif dalam pendekatan mereka untuk situasi baru.
e
Menggunakan
strategi yang efektif.
Pola
oraganisasi yang bermakna, Para
pakar memiliki kelebihan mengingat informasi disekitar area keahlian mereka.
Organisasi
dan kedalaman pengetahuan, Pengetahuan
seorang ahli lebih banyak diorganisasikan di seputar ide atau konsep penting
ketimbang pengetahuan pemula memilioki lebih luas area pengetahuan dibandingkan
pemula.
Pengambilan
cepat, Pengambilan dapat
dilakukan dengan cara banyak usaha, sedikit usaha, dan tanpa usaha yang
dipengaruhi dalam enconding sebuah data dalam pemikiran seseorang.
Keahlian
adaptif, Pakara adaptif
mampu untuk memahami situasi baru secara
lebih fleksibel, tidak kaku dan tetap.
Strategi
Murid yang berkompeten
menggunakan strategi pembelajaran yang efekti. Pendapat ini juga dikemukakan
oleh para pakar.
Menyebarkan
dan mengonsolidasikan pembelajaran. Pelajar akan lebih banyak melakukan encoding yang efektif dan berjangka
panjang jika guru membantu untuk mereview yang telah dipelajari.
Mengajukan
pertayaan untuk diri sendiri. Pengujian
terhadap diri sendiri juga mampu mebuat diri belajar lebih efektif
Mencatat
dengan baik. Anak akan lebih
ingat jika dia dibantu dengan mencatat, entah itu membuat rinkasan, entah
menulis garis besar atau membuat konsep pemahaman yang menggunakan mindmap.
Menggunakan
sistem studi. Sistem ini membantu
murid untuk membuat mereka menata informasi secara bermakna, mengajaiakan
pertayaan-pertayaan, merefleksikan dan mengulas tentangnya.
Memperoleh
keahlian.
Dalam memperoleh keahlian
individu dituntut untuk menemukan bakat dan mengembangkannya melalui proses
latihan dan didorong oleh motivasi.
Latihan dan MotivasiMurid yang punya mitivasi kuat akan
tahan berlatih dengan tekun dan gigih untuk mendapatkan yang dicarinya.
Keahlian
dan Pengajaran.
Beberapa psikolog menyatakan
bahwa jika kita tidak menyadari pedagonis terhadap mereka, guru yang tidak ahli
dalam menyampaiakan kepada murid dan tidak mengetahui pengetahuan murid.
4.
METAKOGNISI
Penegetahuan ini melibatkan nusaha monitoring dan
refleksi pada pikiran seseorang pada saat sekarang. Kemampuan metakognisi telah
diajarkan kepada murid untuk memecahkan persoalan matematika.
Perubahan Developmental.
Ini juga mencangkup pengetahuan
tentang memori seseorang, seperti kemampuan murid memonitori apakah dirinya
sudah cukup belajar untuk menghadapi ujian minggu depan.
Model pemrosesan Informasi yang Baik.
Anak-anak yang baik melakukan 3
langkah berikut ini:
1.
Anak
diajarkan untuk menggunakan strategi tertentu, yang dapat mencangkup secara
holistik.
2.
Pembimbing
diajarkan untuk mengajukan kesamaan dan perbedaan dari materi.
3.
Anak
menggunakan strategi pengetahuan umum.
Strategi dan Regulasi Metakognisi.
Untuk membuat murid mentrasfer informasi ke
dalam pemikiran kita harus mengarahkan pada situasi baru. Pada awalnya,
dibutuhkan waktu untuk belajar melaksanakan strategi dab dibutuhkan dengan
pedoman dan bimbingan. Hal ini yang disebut dengan latihan.
BAB
XIII
MOTIVASI,
PENGAJARAN, DAN PEMBELAJARAN
1. Mengeksploitasi
Motivasi
1.1. Apa
motivasi itu?
Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan
perilaku Arinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi,
terarah dan tahan lama. Mengapa Terry fox menyelesaikan larinya? Ketika Teri
masuk rumah sakit karena kanker, dia berkata pada dirinya sendiri bahwa jika
dia bisa bertahan hidup maka dia akan melakukan sesuatu untuk membantu mendana
riset kanker. Jadi motivasi dari tindakanya berlari itu adlah untuk memberi
tujuaan bagi hidupnya dengan membantu orang yang mengidap kanker.
Tindakan Terry fox dilakukan dengan semangat, punya arah (tujuan) dan
gigi (bertahan lama) selama berlari melintasi kanada dia menjumpai banyak
rintangan angin kencang, hujan lebat, salju, dan jalan es. Karna kondisi ini,
dia hanya menempui rata-rata 8 mil selama bulan pertama, jau dari yang
direncanakannya.
Tetapi dia terus bertahan dan mempercepat langkanya pada bulan kedua
sampai dia kembali ke jalur tujuanya. Tindakanya contoh dari bagimana motivasi
memban dapat membantu kita bertahan dan menjapai sesuatu.
1.2.Perspektif
tentang motivasi
Perspektif psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda
berdasarkan perspektif berbeda pula. Mari kita bahas empat perspektif:
1.behavioral: Perspektif behavioral menekan imbalan dan hokum eksternal sebagai kunci
dalam menentukan motivasi murid. Isentif adalah peristiwa atau stimuli positif
atu negatif yang dapat memotivasi
perilaku murid. Pendukung pengunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat
menamba minat atau kesengan pada pelajaran, dan mengarakan perhatian pada
perilaku yang tepat dan menjaukan mereka dari peri laku yang tidak tepat.
Insentif yang di pakai guru di kelas antara lain nilai yang baik, yang
memberikan indikasi tentang kualitas pekerjaan murid, dan tanda bintang atau
pujian jika mereka menyelesaikan suatu tugas dengan baik.
2.Humanistis: menekankan kepada kapasitas murid untuk mengembangkan keperibadiaan,
kebebasan untuk memili nasib mereka, dan kualitasa positif.perspektifberkaitan
erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus di
puaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.Menurut hieraki
kebutuhan Maslow, kebutuhan individual harusdipuaskan dalam urutan sebagai
berikut.
Aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi dan sulit dalam hierarki Maslow,diberi
perhatiaan khusus. Aktualisai diri adalah motivasi untuk mengembangkan diri
secara penuhsebagai manusia.
Kognitif, Pemikiran murid akan
memandu motivasi mereka. Belakangan ini muncul minat besar pada motivasi
menurut perspektif kognitif. Minat ini berfokus pada ide-ide seperti motvasi
internal murid untuk menjapai sesuatu, atribusi mereka, dan keyakinan mereka
bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif perspektif
kognitif juga menekan arti penting dari penentuan tujuan, perencanan dan
monitoring kemajuaan menuju sesuatu
Motivasi kompetesi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi
lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memperoses
informasi secara efesien.
Kebutuhanafilisasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan
dengan oaring secara aman. Ini membutukanpembentukan, pemeliharaan dan
pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab.
2. Motivasi
untuk Meraih Sesuatu
2.1. Motivasi
Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapat
sesuatu yang lain. Motivasi ekstrinsik sering dipengarui oleh insentif
eksternal seperti imbalan dan hukum. Misalnya, murid mungkin belajar keras
menghadapi ujian untuk mendapat nilai yang baik.
Perspektif behavioral menekankan arti penting dari motivasi ekstrinsik
dalam prestasi ini, sedangkan pendekatan kognitif dan humanistis lebih
menekankan pada arti penting dari motivasi intrinsik dalam prestasi.
Proses kognitif lainya diskusi tentang motivasi dan intrinsic di atas
membuka jalan ke pengenalan proses kognitif lainya yang terlibat dalam
memotivasi murud untuk belajar.
Atribusi
Teori atribusi menyatakan bahwa dalam usah mereka memahami perilaku atau
kinerjanya sendiri, orang-orang termotivasi untuk menemukan sebab-sebab yang
mendasarinya. Atribusiadalah sebab-sebab yang dianggap menimbulkan hasil. Dalam
satu cara,teoritisi atribusi mengatakan,”murid seperti ilmuwan intutif, berusah
menjelaskan sebab-sebab di balik apa yang terjadi. Misalnya murid sekolah
menengah mengatakan”mengapa nilai saya tidak bagus di pelajaran ini?
Atau”apakah saya me ndapat nilai baik karena saya belajar keras atu karena
tesnya dibuat muda oleh guru, atu karena
keduanya?
1.
Motivasi untuk menguasai
yang berhubungan erat dengan ide tentang motivasi intrinsic dan atribusi adalah
konsep motivasi penguasaan. Para periset: menyebut penguasaan ini sebagai salah
satu dari tiga tipe orientasi perestasi: pengusaha, tak berdaya kinerja.
2.
Orentasi untuk menguasai pandangan persoalan yang
melibatkan penguasaan atas tugas, sikap positif dan strategi berore ntasi
solusi.
3.
Orentasi tak berdaya
pandangan persoalan yang fokus pada ketidakmampuaan persoalan, atribusi kesu
litan pada kurangnya ke mampuan,dan sikap negative.
4.
Orientasi kinerja pandangan
persoalan yang lebi menitikberatkan pada kinerja/ hasil ketimbang prosenya:
bagi murid berorentasi kinerja,kemenangan atau keberhasilan adalah penting dan
kebahgiaan diangap sebagai hasil dari kemenangan.
5.
Self/ effficaci keyakinan
bahwa seseorang bias menguasai situasi dan memperoduksi hasil positif.
Kecemasan
dan prestasi adalah perasan takut dan
kegundahan yang tidak jelas dan tidak
menyenankan. Adalah norma jika murid kadang merasa cemas atu khawatir sat
menghadapi kesulitan di sekolah, seperti saat akan mengerjakan ujian.
Ekspresi guru motivasi dan kinerja murid mungkin dipengarui oleh
ekspektasi guru. Guru sering kali punya
ekspektasi lebih positif untuk murid berkemampuaan tinggi ketimbang murid
berkemampuan rendah. Misalnya, guru menyuru murid berkemampuan tinggi untuk belajar
lebih keras, mau meluangkan waktu lebih lama untuk menunggu jawaban dari
mereka, merespons mereka dengan lebih banyak informasi yang lebih mendalam,
tidak sering menegur.
3.
Motivasi, Hubungan, dan Konteks Sosiokultural
Ekspektasi
Guru
Motivasi
dan kinerja murid mungkin dipengaruhi oleh ekspektasi guru. Guru sering kali
punya ekspektasi lebih positif untuk murid berkemampuan tinggi ketimbang murid
berkemampuan rendah. Ekspektasi ini kemungkinan akan memengaruhi sikap dan
perilaku murid terhadap guru. Misalnya, guru menyuruh murid berkemampuan tinggi
untuk belajar lebih keras, mau meluangkan waktu lebih lama untuk menunggu
jawaban dari mereka, merespon mereka dengan lebih banyak informasi yang lebih
mendalam, tidak terlalu sering menegur, lebih sering memuji mereka, lebih ramah
terhadap mereka, lebih sering memanggil mereka, menempatkan mereka di bangku
yang lebih dekat dengan meja guru, dan lebih mungkin member tambahan nilai
kepada mereka.
Motif
Sosial
Latar
belakang sosial anak akan memengaruhi kehidupan mereka di sekolah. Setiap hari
murid membangun dan mempertahankan hubungan sosial. Para periset telah
menemukan bahawa murid yang menunjukkan perilaku yang kompeten secara sosial
lebih mungkin unggul secara akademis ketimbang murid yang tidak kompeten. Motif
sosial adalah kebutuhan dan keinginan yang dikenal melalui pengalaman dengan
dunia sosial. Perhatian terhadap motif sosial muncul dari catalog kebutuhan
yang disusun Henry Murray (1938), yang mencakup kebutuhan akan afiliasi atau
keterhubungan, yakni motif untuk merasa cukup terhubung dengan orang lain, yang
telah kami deskripsikan di awal ini. Remaja merupakan masa peralihan penting
dalam motivasi prestasi dan motivasi sosial. Tekanan akademik dan sosial
memaksa remaja mengambil peran baru yang melibatkan tanggung jawab yang lebih
besar. Setelah remaja mengalami tekana yang lebih kuat untuk berprestasi,
kepentingan sosial mereka mungkin akan agak terabaikan karena mereka lebih
focus pada persoalan akademik.
Hubungan
Sosial
Hubungan murid dengan
orang tua, teman sebaya,kawan,guru dan mentor, dan orang lain, dapat
memengaruhi prestasi dan motivasi sosial mereka. Orang tua. Telah dilakukan
riset tentang hubungan antara parenting dengan motivasi murid. Studi-studi
tersebut mengkaji karakteristik demigrafis, praktik pengasuhan anak, dan
provisi pengalaman spesifik di rumah.
Karakteristik
demografis. Orangtua dengan pendidikan yang lebih tinggi akan
lebih mungkin percaya bahwa keterlibatan mereka dalam pendidikan anak adalah
penting. Mereka lebih mungkin berpartisipasi dalam pendidikan anak dan member
stimuli intelektual di rumah. Prestasi murid dapat menurun apabila mereka
tinggalm dalam keluarga single parent, tinggal bersama orang tua yang waktunya
dihabiskan untuk bekerja, dan tinggal dala keluarga besar.
Peraktek pengasuhan anak
Berikut ini beberapa peraktek parenting
positif yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi anak:
·
Mengenal betul anak dan member tantangan
dan dukungan dalam kadar yang tepat
·
Memberikan iklim emosional yang positif,
yang memotivasi anak untuk menginternalisasikan nilai dan tujuan orang tua.
·
Menjadi model perilaku yang member
motivasi: bekerja keras dan gigih menghadapi tantangan.
Provisi pengalaman spesipik di
rumah. Selain [peraktik pengasuhan umum, orang tua dapat
memberikan pengalaman spesipik diruma untuk membantu murid menjadi lebih
termotivasi. Membaaca buku untuk anak persekolahan dan member materi bacaan
dirumah akan member efek positif pada prestasi dan motivasi mebaca anak.
Teman
sebaya. Teman sebaya dapat mempengaruhi motivasi anak
melalui perbandingan social, kompetensi dan motivasi social, belajar bersama
dan pengaruh kelompok teman sebaya.
Guru.
Banyak anak yang tidak bagus belajarnya disekolah punya hubungan yang negative
dengan guru mereka. Mereka seringkali mengalami masalah karena, misalnya tidak
mengerjakan tugas, tidak memperhatikan.
Guru
dan orang tua. Dimasa lalu, sekolah tidak banyak
memperhatikan pada bagaimana guru dapat memasukkan orang tua sebagai mitra
dalam meningkatkan prestasi anak.
Konteks
sosiokultural. Dalam bagian ini kita akan fokus
bagaimana latar belakang status social, ekonomo,etnis,dan gender bias
mempengaruhi motivasi dan prestasi.
Setatus
ekonomi dan etnisitas. Misalnya banyak murid Asia punya
orientasi prestasi akademik yang kuat, tetapi sebagian tidak.
Gender.
Motivasi difokuskan pada bagaiman peria dan wanita berbeda dalam keyakinan
nilai yang mereka anut. Keyakinan yang berkaitan dengan soal kompetensi yang
dianuti murid prei dan wanita berbeda-beda menurut konteks prestasi.
Stereotip
peran gender. Berkenaan nilai prestasi sejak SMA
murid wanita tidak terlalu prestasi matematika dibandingkan murid laki-laki
4. Murid Berprestasi Rendah dan Sulit
Didekati
Murid berprestasi rendah dengan
ekspektasi kesuksesan yang rendah. Murid jenis ini perlu
terus menerus diyakinkan bahwa mereka bias mencapai tujuan dan menghadapi
tantangan yang anda tentukan untuk mereka anda perlu membantu mereka untuk
mencapai sukses.
Murid
dengan sindrom kegagalan. Sindrom kegagalan adalah murid
memiliki ekspektasi rendah untuk meraih kesuksesan dan menyerah saat
mengahadapi kesulitan awal. Murid dengan sindrom kegagalan berbeda dengan murid
berprestasi rendah yang selalu gagal meski sudah berusaha keras.
Murid
yang termotivasi untuk melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan.
Seperti telah disinggung sebelumnya, beberapa murid sangat ingin melindungi
harga dirinya dan menghindari kegagalan sehingga mereka tidak mau mengejar
tujuan pembelajaran dan menjelaskan strategi pembelajaran.
Murid
yang tidak tertari aatu teralienasi(terasing). Problem
motivasi yang paling sulit adalah murid yang aktis, tidak tertarik belajar atau
teralienasi atau menjauhkan diri dari embelajaran sekolah. Berprestasi
disekolah bagi mereka adalah hal yang tidak penting. Untuk mendekati murid yang
aktis ini dibutuhkan usaha terus menerus untuk mensosialisasikan kembali sikap
mereka terhadap prestasi sekolah.
PENDEKATAN HUBUNGAN ANTARA TOPIK
PEMBELAJARAN BAB VII, VIII DAN XIII DENGAN DUNIA PENDIDIKAN DAN PERAN GURU
A.
Hubungan Pendekatan Behavioral dan kognitif Sosial dengan Pendidikan
Behaviorisme adalah pandangan bahwa
prilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diobservasi secara
langsung, bukan melalui proses mental. Pengondisian klasik dan operan adalah
pandangan behavioral yang menekankan pada pembelajaran asosiatif. Psikologi
semakin ke arah kognitif selama dekade terakhir abad ke-20 dan penekanan pada
kognitif masih berlangsung sampai sekarang. Ini tercermin dalam empat
pendekatan kognitif untuk pembelajaran yang saat ini kita diskusikan:
pendekatan kognitif sosial yang menekankan pada interaksi faktor prilaku,
lingkungan dan persona/ kognisi, dalam menjelaskan pembelajaran.
Pendekatan pemrosesan informasi yang menitikberatkan pada bagaimana anak
mengolah informasi melalui atensi, memori pemikiran, dan proses kognittif
lainnya. pendekatan kontruktivitas pengetahuan dan pemahaman oleh anak.
pendekatan kontruktivitas sosial menitikberatkan pada upaya kerjasama dengan
orang lain untuk menghasilkan pengetahuan dan pemahaman.
dalam pengondisian klasik, organisme belajar menghubungkan atau
mengasosiasikan stimuli. Stimulus netral (seperti melihat orang) menjadi
diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna (makanan) dan memperoleh kemapuan
untuk menimbulkan respons yang serupa. Pengondisian klasik melibatkan
faktor-faktor berikut: unconditioned
stimulus (US), conditioned
stimulus ( CS), unconditioned response
(CR) dan conditioned response (CR).
pengondisian klasik juga melibatkan generalisasi , diskriminasi, dan
pelenyapan. Generalisasi adalah kecendrungan dari suatu stimulus baru yang sama
dengan stimulus terkondisikan orisinal untuk menghasilkan respons yang serupa.
Diskriminasi terjadi ketika organisme merespons pada stimuli tertentu tetapi
tidak pada stimuli lainnya. Pelenyapan adalah pelemahan CR karenan tidak ada
US. Desensitisasi sistematis adalah
metode yang didasarkan pada pengondisian klasik untuk mengurangi kecemasan dengan visualisasi suksesif
atas situasi yang menghasilkan kecemasan. Pengondisian klasik dapat lebih baik
dalam menjelaskan siuasi nonsukarela ketimbang prilaku sukarela.
Dengan mengetahui pendekatan
Behavioral dan kognitif sosial dapat membantu kita untuk meningkatkan proses
pembelajaran kita. karena dengan berbagai pendekatan itu kita dibantu untuk
meningkatkan prilaku-prilaku yang diharapkan dan membantu kita untuk mengurangi
prilaku yang tidak diharapkan. Pendekatan-pendekatan yang sudah kita pelajari
ini akan membantu kita untuk meningkatkan kualitas belajar kita sehingga kita
didorong utuk mencapai hasil yang maksimal. Dengan mengenal, dan
mempelajari pendekatan Behavioral dan
pendekatan kognitif sosial kita dapat meningkatkan cara pembelajaran yang
sebelumnya sudah kita miliki.
B.
Hubungan Pendekatan Pemrosesan Informasi dengan Pendidikan
Pendekatan
pemrosesan informasi menyatakan bahwa murid mengolah informasi, memonitornya,
dan menyusun strategi berkenan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan
ini adalah pproses memori atau proses berpikir (thinking) menurut pendekatan
pemrosesan informasi, anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk
memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan
pengatahuan dan keahlian yang kompleks.
Beberapa pendekatan pemrosesan
informasi memiliki kecendrungan yang lebih konsruktivis ketimbang pendekatan
lainnya. mereka yang mempunyai kecendrungan konstruktivis memandang guru
sebagai pembimbing kognitif untuk tuggas akademik dan murid sebagai pelajar
yang berusaha memahami tugas-tugas
tersebut (Mayer, 2001, 2002). seperti teori perkembangan kognitif Piaget, yang
telah kita diskusikan di Bab 2, beberapa pendekatan pemrosesan informasi yang
dideskripsikan di bab ini mengemakan pendekatan konstruktivis kognitif.
Pendekatan pemrosesan informasi yang menitikberatkan pada murid pasif yang
hanya mengingat informasi yang diberikan lingkungan adalah bukan termasuk
pendekatan konstruktivis.
Behaviorisme dan model pembelajaran
asosiatif adalah kekuatan dominan dalam psikologi sampai 1950-an dan 1960an.
Tetapi setelah itu para psikolog mulai menyadari bahwa pendekatan tersebut tak
dapat menjelaskan proses pembelajaran anak tanpa mengacu pada prosees mental
seperti memori dan pikiran (Gardner, 1985). Istilah psikolog kognitif menjadi
label untuk pendekatan yang berusaha menjelaskan prilaku melalui pemeriksaan
proses mental. Walapun sejumlah faktor memicu perkembangan psikologi kognitif
tak satupun yang lebih penting ketimbang perkembangan komputer. Komputer modern
pertama, yang dikembangkan oleh John von Neumann pada akhir 1940-an,
menunjukkan bahwa mesin tak bernyawa dapat mengerjakan operasi logika. Ini
menunjukkan bahwa komputer itu mungkin mengerjakan beberapa operasi mental,
bahwa komputer itu mungkin menunjukkan pada kita tentang bagaimana kognisi
manusia bekerja. Psikologi kognitif seringkali menggunakan analogi komputer
untuk menjelaskan hubungan antara kognisi dan otak. Otak fisik dibandingkan
dengan hardware komputer, kognisi adalah softwarenya. Walaupun komputer dan
software bukan analogi yang sempurna untuk otak dan aktivitas kognitif, namun
analogi ini memengaruhi cara pandang kita tentang pikiran anak sebagai sistem
pemrosesan informasi yang aktif. Dengan mempelajari proses pemrosesan informasi
ini. Kita akan semakin dibantu untuk meningkatkan ingatan kita terhadap
pelbagai mata pelajaran yang kita terima dari para pengajar maupun melalui
sarana informasi lainnya.
C.
Hubungan Motivasi, Pengajaran, dan pembelajaran Hubungan dengan Pendidikan
Motivasi adalah proses yang memberi
semangat, arah dan kegigihan prilaku. Motivasi dapat menjadi kekuatan yang
sangat fundamental bagi pendidikan. karena tanpa motivasi seorang anak juga
akan kehilangan semangat belajarnya. Tidak hanya itu seorang pribadi juga akan
kehilangan arah dan kegigihan prilakunya. Hal ini sangat disayangkan mengingat
motivasi sebagai dasar yang kuat, yang memberikan daya kekuatan kepada seorang
pribadi untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Motivasi sebagai dasar dapat
menjadi penentu keberhasilan seseorang.
Dengan sebuah motivasi yang kita
miliki kita dapat mencapai sesuatu yang kita inginkan. metivasi juga akan
menjadi kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan yang sudah menanti kita.
Motivasi inilah yang pada akhirnya akan membantu kita untuk keluar menjadi
seorang pemenang, khususnya untuk menjadi seorang yang berprestasi. kecemasan (anxiety) adalah perasaan takut dan
kegundahan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Adalah normal jika murid
kadang merasa cemas atau khawatir saat menghadapi kesulitan di sekolah, seperti
saat akan mengerjakan ujian. Para periset telah menemukan bahwa banyak murid
sukses punya kecemasan pada level moderat (Bandura, 1997). Tetapi, beberapa
murid punya tingkat kecemasan yang tinggi dan konstan, sehingga bisa
mempengaruhi kemampuan mereka untuk meraih prestasi. Misalnya, kecemasan
menghadapi ujian diperkirakan akan menurunkan prestasi sekitar 10 juta anak dan
remaja. Beberapa anak mengidap kecemasan tingkat tinggi lantaran orang tuannya
membebankan standar prestasi yang tidak realistis pada diri anak mereka. Banyak
anak bertambah cemas saat mereka naik kelas, karena mereka menghadapi lebih
banyak menghadapi ulangan, perbandingan sosial, dan beberapa kegagalan. Ketika
sekolah menciptakan situasi seperti itu, maka situasi ini kemungkinan besar
akan meningkatkan tingkat keecemasan murid. Sejumlah program telah diciptakan
untuk mengurangi tingkat kecemasan anak
(Wigfield dan Eccles, 1989). Beberapa program intervensi menekankan pada
teknik relaksasi. Program ini sering efektif untuk mengurangi kecemasan tetapi
tidak selalu menaikan prestasi. Program intervensi terhadap kecemasan
difokuskan pada aspek kekhwatiran, di mana perograma in berusaha menganti
pemikiran yang destruktif dan negatif tentang kecemasan dan pemikiran yang
lebih positif dan konstruktif. Dengan mempelejari motivasi, pengajaran, dan
pembelajaran kita dapat membantu meningkatkan prestasi para murid. Motivasipun dapat membantu kita untuk melawan
berbagai kecemasan yang menghantui diri kita dan yang akan menghalangi prestasi
keberhasilan kita.
KORELASI PELAJARAN BAB I, II, III,
IV, VII, VIII DAN XIII
Pada
BAB I kita mempelajari selayang pandang tentang “Apa itu Psikologi
Pendidikan?”. Cara Mengajar yang Efektif, dan Riset dalam Psikologi Pendidikan.
Dalam bab ini kita mencoba dihantar memulai melihat wacana umum apa itu
psikologi pendidikan dan arah tujuan pembelajaran tentang psikologi pendidikan
itu sendiri dalam pemfungsionalannya dalam pendidikan sampai kepada pengrisetan
seorang pendidik dalam mempersiapkan diri dalam pendekatan tugasnya sebagai
seorang pendidik dan medan yang akan ia hadapi untuk mencapai hasil yang lebih
maksimal dalam peran sebagai pendidik, program pendidikan, anak didik, aksi
dalam mendidik dan evaluasi akhir penyimpulan pencapaian mutu pendidikan.
Pada
BAB II kita telah disuguhkan tentang Perkembangan Anak. Perkembangan Kognitif
yang mencakupi perkembangan otak dalam teori Pieget dan Vygotsky yang
memaparkan dengan sangat baik bagaimana perkembangan otak, mental dalam sudut
pandang pribadi dan lingkungan serta perkembangan yang diperkembangkan oleh
para pendidik yang sangat membantu untuk pemaksimalkan perkembangan anak dalam
dunia pendidikan. Dalam hal bahasa,
pemahaman dan sampai kepada pengungkapan pemikiran yang dibahasakan sangat
dipengaruhi perkembangan anak dari lingkungan dan biologis. Demikianlah sangat
membantu peran seorang pendidik dalam perkembangan bahasa dan pengungkapan
pemikiran dalam kebahasaan anak.
Pada
BAB III kita diterangkan tentang perkembangan umur anak sangant mempengaruhi
perkembangan kognitif anak. Perkembangann ini sangat dipengaruhi peran
keluarga, teman sebaya dan sekolah. Hal inilah yang dipaparkan dengan sangat
gamblang tentang perkembangan sosioemosional anak yang menunjukkan seluruh
kedirian anak dalam masa perkembangannya yang telah dilaluinya sejak kecil
hingga masa tumbuh kembangnya sampai kepada ia berperan dalam dunia sosial yang
menuntut peran perkembangan moral anak. Hal ini semua diolah. Dari diri,
lingkungan dan kembali kepada dirinya sendiri yang telah berkembang di dalam
masyarakan yang telah menjadi bagian hidupnya.
Pada
BAB IV ini diterangkan bangaimana peran tes inteligensi individual dan kelompok
dan bagaimana hal yang sangat berlawanan antara tes inteligensi individual dan
kelompok. Teori multiple intelligensi yang menjelasakan bagaimana banyaklnya
faktor yang mempengaruhi perkembangan anak serta setiap individu tidak ada yang
memiliki kesamaan. Maka dari itulah diperlukan pemahaman yang sangat baik
tentang anak dan perkembangannya. Dari itulah kita lihat dan kita gunakan untuk
menuntun mperkembangan anak dalam melihat hasil tes dan aplikasi pengenbangan
pendidikan pengembangan anak. Kepribadian dari setiap individu ini ditemukan
bagaimana peran guru untuk mengenal anak dan mengarahkannya agar anak
benar-benar maksimal dalam perkembangannya.
Pada
BAB VII seperti aplikasi dari keempat bab diawal. Pada empat bab awal
dipaparkan bagaimana mengenal anak dan cara pengembangannya. Pada bab ini
sangat ditunjukan bagaimana belajar dan pembelajaran itu antara peran guru dan
anak. Prilaku perkembangan anak dilihat dan guru mengarahkan untuk sampai
kepada terapan prilaku anak diarahkan kepada perkembangan. Pendekatan
Behavioral dan Kognitif Sosial dalam pembelajaran untuk perkembangan anak
sangatlah mengambil peran dalam melihat perlakuan dan tindakan anak. Prilaku
dan tindakan anak dalam perkembangannya sangat menentukan di masa dewasanya.
Pada
BAB VIII kita akan melihat bagaimana
ingatan atau memori dari anak menjadi motor dalam perkembangan pengetahuannya.
Diperlukan cara melatih agar memori yang dimiliki lebih maksimal dalam
penggunaannya. Bagaimana memori itu dilatih untuk dapat mengingat lebih lama.
Dan guru member pengajaran bagaimana proses penyusunan pemikiran dan sampai
menyusunan symbol-simbol dalam mempermudah mengingat. Model pemrosesan
pemikiran dengan memori yang telah maksimal diproses sehingga sampai kepada
pemahaman pemikiran yang baik dan benar dengan segala metode dan strategi untuk
memperoleh pemaksimalan memori dan anak semakin berkembang dalam pemikiran.
Pembelajaran
terakhir kita dalam semester ini memaparka
peran Motivasi. BAB XIII ini dipaparkan dengan bentangan yang sangat
baik akan Motivasi yang memiliki peran bagi guru dan anak. Anak semakin
bersemangat dan tersugesti untuk semakin senang mengulangi dan berbuat jika ada
motivasi yang menjadi penggerak atau “bahan bakara” bagi pikiran yang telah
dikembangkan dan dirinya yang telah memiliki kemampuan sosial. Motivasi adalah
penggerak dan pendorong agar anak melakukan lebih dan terbaik.
APLIKASI PEMBELAJARAN DENGAN PERAN
GURU SEBAGAI “PENDAMPING” DALAM PENDIDIKAN
Dalam
fungsionalnya, sorang guru sangat mengambil perannya bukan hanya sebagai
seorang pengajar. Guru bukanlah seorang yang “pemasok” ilmu pengetahun kepada
anak. Dari BAB I, II, III, IV, VII, VIII, dan XIII sangatlah baik dijabarkan
secara beruntun bagaimana tahap-tahap yang harus dimengerti oleh seorang guru
yang nantinya akan berhadapan langsung dengan Anak yang harus dipandang dan dimengerti sebagai
seorang anak dari sudut pangang “subjektifitas sisi anak” dan “objektifitas
sisi anak”
Subjektifitas
dalam hal ini guru harus menyadari bahwa anak adalah seorang manusia yang lahir
dari bagaimana ia hadir dan berkembang. Manusia yang memiliki otak dan
perkembangan tubuh dan kemampuan intelektualitasnya yang diisi dengan kemampuan
kognitifnya menunjukan kesadaran kita bahwa anak yang ada di hadapan kita
adalah manusia yang memiliki subjektifitas yang telah ada dan ini kita harus
lihat, mengerti dan pahami sehingga kita mengetahui bagaimana perkembangan anak
secara biologis, pemikiran, mental dan intelektualnya yang sangat banyak
dipengaruhi dari dalam dan luar dirinya. Perkembangan diri anak yang menjadikan
dia seorang subjek yang berkembang ini menjadi medan bagi guru dan pendidik
mengetahui apa yang ada di hadapannya.
Demikian
juga ketika guru dihadapkan pada diri anak sebagai objektifitas yakni anak
dalam kebaradaan keadaan dipengaruhi banyakhal dari dalam dan luar dirinya
menjadikan dia adalah “si A” atau “si B” yang telah terbentuk dan terformat
sejak masa awal, kecil, remaja dan pendidikan dasarnya. Ketika ia dihadapkan
sebagai objek ia adalah anak yang memiliki dasar hakiki kemanusiaannya ditambah
perkembangan dan format yang terbentuk dan dilekatkan pada diri anak. Hal
inilah yang kemudian dihadapka pada para guru dan pendidik. Guru mengambil
peran sebagai “pendamping”
Mengapa
dikatakan bahwa guru mengambil peran sebagai “Pendamping”. Setiap orang yang
mendampingi adalah orang yang berada di dekat atau di samping yang didampingi.
Demikianlah guru diposisikan dalam satu situasi sebagai “subjek” yang mengambil
peran penuh untuk membantu perkembangan dan pembentukan anak yang diposisikan
sebagai “Objek” dan sebaliknya, ketika anak mendapat sebagai “Subjek” ia akam
meniru, belajar, melakukan dan bahkan mencoba melakukan sepenuhnya apa yang
diperbuat dan diajarkan guru yang dalam hal ni sebagai “Objek” yang menjadi
objek fokus akan apa yang menjadi bahan yang anak akan lakukan.
Demikianlah
guru dan anak didikannya saling “melengkapi”. Guru menyadari dan mengetahi
secra penuh siapa anak didiknya dan sampai mkepada bagaimana guru tahu
menempatkan dan mengunakan metode apa yang dipakai dan diperlukan untuk
mengembangkan anak tersebut sampai menjadi seorang yang berkembang secara
penuh.
REFLEKSI APLIKASI PEMBELAJARAN DENGAN PANGGILAN HIDUP
SEBAGAI SEORANG ROHANIWAN-ROHANIWATI
Panggilan
sebagai seorang rohaniwan-rohaniwati tidak menutup kemungkinan akan “peran
guru” hadir dalam diri kita. Karena dalam hakekat panggilan yang telah kita
terima, alami dan jalani, kita tidak akan lepas pada duni sosial dari segala
sudut pandang umur dan karakter. Dalam hal inilah sangatlah memiliki fungsi
pembelajaran yang telah dipaparkan mulai dari semester awal hingga akhir ini. Diterangkan
dari awal untuk mengenal anak, perkembangan, peran diri dan lingkungan, sosio
dan cultural, kognitif, intelektual danpemaparan cara-cara perkembangan diri
dam peningkatan kemampuan sampai kepada pemotivasian. Komplitlah semua yang
kita terima. Hal ini bisa menjadi bahan ‘di tangan’ untuk menjadi tolah ukur
dan bahan uji bagaimana kita ketika kita berhadapan dengan permasalahan yang
ada dihadapan kita.
Hal
yang paling menarik adalah bahwa apa yang dipelajari tidak hanya bertitik fokus
pada dunia anak semata. Namun hal-hal yang dipaparkan pada 3 bab terakhir ini
sangat relefan untuk banyak situasi.
Demikianlah
kita semua dipanggil untuk menghadirkan Kerajaan Allah dan berbagi ilmu
pengetahuan dan hidup rohani kepada banyak orang. Kontak sosial ini nantinya
menuntut kita untuk memposisikan diri kita bukan sebagai rohaniwan semata,
namun kita mampu membantu orang lain untuk semakin brkembang dalam banyak hal.
Demikianlah
tugas ini kami selesaikan. Dan kami menutup tulisan ini dengan pepatah Latin
yang berkata “Non
Scholae, sed Vitae Discimus” yakni; kita belajar
bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar