Sabtu, 17 November 2018

PSIKOLOGI: URAIAN DAN KORELASI PENSELASARAN TENTANG PENDEKATAN BEHAVIORAL DAN KOGNITIF SOSIAL (BABVII), PENDEKATAN PEMROSESAN INFORMASI ( BAB VIII), DAN MOTIVASI, PENGAJARAN, DAN PEMBELAJARAN (BAB XIII)



URAIAN DAN KORELASI PENSELASARAN TENTANG PENDEKATAN BEHAVIORAL DAN KOGNITIF SOSIAL (BABVII), PENDEKATAN PEMROSESAN INFORMASI ( BAB VIII), DAN MOTIVASI, PENGAJARAN, DAN PEMBELAJARAN (BAB XIII)
 

PENDAHULUAN
Setelah dalam pembelajaran yang sebelumnya kita mencoba melihat banyak hal tentang mengenal anak, Perkembangan Kognitif anak sampai kepada Pengujian Inteligensi anak untuk membantu guru dalam memperkembangkan kemampuan anak. Dalam pembahasan lanjutan 3 bab ini kita akan belajar tentang bagaimana Perkembangan Behavioral dan Kognitif Sosial Anak. Yang mana didalamnya kita akan mendapatkan pemaparan tentang Belajar, Pembelajaran dan segala Pendukung dalam Belajar. Memori yang memegang peranan penting untuk dikembangkan. Bagaimana mempertahankannya menjadi Ingatan yang Penjang dan sangat membantu dalam pembelajaran akan ingatan-ingata anak. Mengolah Pemikiran dan Penyimpanan Informasi adalah keahlian yang sangat diperlukan sampai kepada Strategi dan Regulasi Metakognisi yakni peningkatan cara berpikir dan ingatan itu menjadi miliknya. Dan yang terakhir kita akan dijabarkan tentang Motivasi mengambil peran penting dalam pembelajaran. Setiap orang butuh motivasi sebakai langkah lanjutan untuk memaksimalkan pengembangan segala hal. Pengolahan diri dan pemberian motivasi oleh pengajar dan yang tak kalah penting pendidik mampu mengajarkan cara memotivasi diri sendiri. Hal yang terakhir ini adalah langkah yang harus terus dilakukan bagi siapapun kita dalam pengembangan dan pemaksimalan kemampuan diri terlebih perkembangan anak di masa pertumbuhannya.











BAB VII
PENDEKATAN BEHAVIORAL DAN KOGNITIF SOSIAL

1.     Apa Itu Pembelajaran?

1.1.Apa yang Disebut Belajar dan yang Bukan
Proses belajar atau pembelajaran adalah fokus utama dalam psikologipendidikan. Yang mana dalam dunia pendidikan nampak tujuan dari belajar atau pembelajaran yakni “ Membantu murid untuk belajar.”
Ketika dalam pengulangan dan pembiasaan penggunaan computer dalam mengetahui penggunaannya, anak akan mencoba terus secara efektif sampai ia mengetahui penggunaannya. Dan hal yang ia ketahui itu tidak akan hilang. Sama juga dengan orang yang belajar mengemudikan mobil atau motor. Ia akan pelan-pelan belajar mengunakannya maka ia akan belajar sampai ia mengetahuinya. Setelah ia mengetahuinya dan menggunakan mobil atau motor secara efektif maka apa yang ia ketahui itu tidak akan hilang. Demikianlah pembelajaran (learning) dapat didefenisikan sebagai pengaruh permanen atas prilaku, pengaaruh, dan keterampilan berpikir, yang diperoleh melalui pengalaman.
Namun, tidak semua hal kita peroleh dari belajar. Ada banyak hal yang kita lakukan karena warisan kemampuan sejak lahir. Misalnya, kita tidak harus diajari untuk menelan makanan, berteriak, atau berkedip saat silau. Tetapi kebanyakan prilaku kita tidak diwarisi begitu saja. Saat anak menggunakan computer dengan cara baru, bekerja lebih keras memecahkan masalah, mengajukan pertanyaan lebih baik dan menjelaskan dengan logis atau mendengarkan dengan lebih perhatian, maka berarti dia sedang menjalani proses belajar.

1.2. Pendekatan untuk Belajar
a.      Behaviorisme
Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental.
b.      Proses mental
Proses mental adalah suatu pemikiran, perasaan, dan motif yang kita alami namun tidak bisa dilihat oleh orang lain. Meskipun kita tidak bisa melihat pikiran, perasaan, dan motif secara langsung, semua itu adalah sesuatu yang riil. Proses mental antara lai pemikiran anak tentang cara membuat poster, perasaan senang terhadap guru yang ia sukai, dan motivasi anak untuk mengontrol pikirannya.
c.       Pembelajaran Asosiatif (Associative Learning)
Pembelajaran Asosiatif adalah pembelajaran dari dua kejadian yang saling terkait (associated). Contohnya, ketika murid mengaitkan persaan senangnya tentang pelajaran di sekolah, dimana guru tersenyum saat murid mengajukan pertayaan tentang pelajaran tersebut.
d.      Kognitif
Kognitif dalam hal ini akan dibahas dalam empat pendekatan utama untuk pembelajaran:
a.       Kognitif sosial adalah penekanan  pada interaksi faktor perilaku, dan orang (kognitif) sebagai deeterminan pembelajaran.
b.      Pemrosesan informasi adalah penekan pada bagaimana anak memproses informasi melalui perhatian (atensi), memori, pikiran, dan proses kognitif lainnya.
c.       Konstruktivis kognitif adalah penekanan pada konstruksi kognitif dari pengetahuan dan pemahaman (Pieget).
d.      Konstruktivis sosial adalah penekanan pada kolaborasi dengan orang lain untuk menghasilkan pengetahuan dan pemahaman.

2.     Pendekatan Behavioral untuk Pembelajaran
Pendekatan behavioral merupakan pendekatan yang menekankan arti penting dari bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku
2.1. Pengkondisian Klasik
Pengkodisian klasik adalah tipe pembelajaran di mana suatu organisme belajar untuk mengaitakan atau mengasosiasiakan stimuli. Sebagai contoh, anjing mengeluarkan air liur ketika akan diberi makanan. Stimulus makanan adalah bel, yang mana ketika anjing akan makan, makanan tidak  langsung diberikan kepada anjing melainkan dibunyikan bel. Maka, setiap anjing akan diberi makan didahului stimulus bel yang mengakibatkan anjing akan mengeluarakn air liur setiap kali loncang dibunyikan sebab anjing mengkondisikan bahwa bel berbunyi adalah gambaran makanan diberikan kepada anjing. (Teori Ivan Pavlov)
2.1.1. Generalisasi, Diskriminasi, dan Pelenyapan
Dalam mempelajari respon anjing terhadap stimuli (bel), Pavlov membuntikan bel sebelum memberikan makanan kepada anjing. Makanan dan bel menjadi satu kesatuan yang membuat anjing mengeluarkan air liur. Setelah beberapa waktu, Pavlov menemukan bahwa anjing itu juga merespon suara lain seperti pluit. Semakin mirip suara itu dengan suara bel, semakin kuat respon si anjing. Hal inilah yang disebut dengan generalisasi dalam pengkondisian klasik yakni: tendensi dari stimulus baru yang sama dengan stimulus awal menghasilkan respon yang sama.  Contohnya, hal ini sama terjadi pada murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid itu mulai bersiap untuk ujian kimia, dia juga menjadi gugup karena dua mata pelajaran itu saling berkaitan. Maka,  murid itu mengeneralisasikan satu ujian mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
a.      Diskriminasi
Diskriminasi dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespons stimuli tertentu tetapi tidak merespons stimuli lainnya. Hal ini sama  terjadi ketika Pavlov memberikan makan anjing setelah bel berbunyi dan tidak memberi makan setelah membunyikan suara lainnya. Akibatnya, anjing itu hanya merespons suara bel. Hal ini sama terjadi pada murid yang mengikuti ujian di kelas, dia begitu gugup saat menempuh ujian pelajaran bahsa Inggris atau sejarah karena dua mata pelajaran itu jauh berbeda dengan mata pelajaran kimia dan biologi.
b.      Pelenyapan (extintion)
Pelenyapaan dalam pengondisan klasik adalah pelemahan uncondicionit response (UR) karena tidak adanya uncondicionit stimulus (US) dalam satu sesi, Pavlov membunyikan bel berulangkali tetapi tidak memberikan makanan kepada anjing. Akhirnya anjing itu tidak lagi berliur demikianlah murid yang gugup mengikuti ujian akan mulai menempuh tes dengan lebih baik dan kecemasannya reda
c.       Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis (systematic desentization) adalah sebuah metode yang didasarkan pada penkondisian klasik yang dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan  dengan cara membuat individu mengasosiasikan relaksasi dengan visualisasi situasi yang menimbulkan kecemasan. Bayangkan bahwa anda punya murid dikelas yang sangat gugup saat diminta bicara di depan kelas. Tujuan dari desensitisasi sistematis adalah membuat murid itu mengasosiasikan bicara di depan public denga relaksi, bukan kecemasan. Dengan menggunakan visualisasi berkali-kali, murid itu bisa berlatih desentisasi sistematis selama duaminggu sebelum bicara, kemudian seminggu sebelum bicara, lalu empat hari sebelum bicara, dua hari sebelum bicara, pagi hari sebelum maju bicara, saat masuk ke ruang tempat dia akan bicara di depan publik, saat berjalan ke podium dan saat berbicara. Relaksasi tersebut yang telah erstruktur akan bertentangan atau memperkecil kecemasan, bahkan sampai menghilankan kecemasan tersebut.
Mengevalusai Pengondisian Klasik
            Pengondisian klasik membantu kita memahami beberapa aspek pembelajaran denagan lebih baik. Cara ini membantu menjelaskan bagaiman stimuli netral menjadi diasosiasikan dengan respon yang tak dipelajari dan sukarela. Hal ini sangat membantu untuk memahami kecemasan dan ketakutan murid. Kemudian bagaimana cara mampu untuk percaya diri dalam menghadapi segala kecemasan. 
2.2. Pengkondisian Operan
            Pengondisan opera adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi- konsekuensi prilaku yang menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi.
Hukum Efek Thorndike
            Hukum efek menyatakan bahwa prilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa prilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah.
Penguatan dan Hukum
            Penguatan (imbalan) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu prilaku akan terjadi. Hukuman adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu prilaku penguatan positif adalah frekuensi respon meningkat karena diikuti stimulus  yang mendukung (rewarding), seperti dalam contoh dimana komentar positif guru meningkatkan prilaku menulis murid. Penguatan negatif adalah frekuensi respon meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan. Misalnya, ayah mengomeli putranya agar mau mengerjakan PR. Dia terus mengomel. Akhirnya, anak itu lelah mendengarkan omelan dan mengerjakan PRnya. Respon anak (mengerjakan PR) menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan (omelan).
Generalisasi, Diskriminasi, dan Pelenyapan
            Generalisasi adalah tendensi dari sebuah stimulus yang sama dengan conditioned stimulus untuk menghasilkan respon yang sama terhadap conditioned respon. Diskriminasi adalah merespon stimuli tertentu tetapi tidak merespon stimuli lainnya. Pelenyapan adalah respon penguat yang muncul sebelumnya tidak lagi diperkuat dan responya menurun.
3.     Analisis Prilaku Terapan dalam Pendidikan
3.1. Apa Itu Analisis Prilaku Terapan?
            Analisis prilaku terapan adalah penerapan prinsip penkondisian operan untuk mengubah prilaku manusia ada tiga pengunaan analisisi prilaku yang penting dalam bidang pendidikan yakni meningkatka prilaku yang diinginkan, menggunakan dorongan (prompt) dan pembentukan (shaping), dan mengurangi prilaku yang tidak diharapkan.
3.2. Meningkatkan Prilaku yang Diharapkan
            Lima strategi penkondisian operan dapat dipakai untuk meningkatkan prilaku anak yang diharapkan: memilih penguat yang efektif; membuat penguatan bersifat kontingen dan tepat waktu; memilih jadwal penguatan yang terbaik; mempertimbangkan penggunaan perjanjian (contracting); dan menggunakan penguatan negatif secara efektif.           
3.3. Mengurangi Prilaku yang Tidak Diharapkan
            Ada empat langkah untuk mengurangi orilaku yang tidak diharapkan:
1.      Mengunakan penguatan diferensial
2.      Menghentikan penguatan (pelenyapan)
3.      Menghilangkan stimuli yang diinginkan
4.      Memberikan stimuli yang tidak disukai (hukuman)
3.4. Mengevaluasi Pengkondisian Operan dan Analisis Prilaku Terapan
            Konsekuensi penguatan dan hukuman adalah bagian dari kehidupan guru dan murid. Guru member nilai, pujian dan teguran, senyuman, dan kemarahan. Mempelajari bagaimana memepelajari konsekuensi ini memepengaruhi murid akan bisa menambah kemampuan anada sebagai guru. Jika dipakai secara efektif teknik behavioral dapat membantu anda mengelola kelas.
4.     Pendekatan Kognitif Sosial untuk Pembelajaran

4.1. Teori Kognitif Sosial Bandura
            Teori kognitif sosial adalah teori bandura yang menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga faktor prilaku, memainkan peranan penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi, pemikiran, dan kecerdasan.
4.2. Pembelajaran Observasional
            Pembelajaran observasional (imitasi atau modeling), adalah pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain.
4.3. Pendekatan Prilaku Kognitif dan regulasi Diri
            Pendekatan prilaku kognitif adalah mengubah prilaku yang menyuruh orang untuk memonitor, mnegelola, dan mengatur prilaku mereka sendiri, bukan dipengaruhi melalui faktor eksternal. Dalam pendekatan prilaku kognitif terdapat dua faktor eksternal yakni modifikasi diri dan pembelajaran regulasi diri.












BAB VIII
PENDEKATAN PEMROSESAN INFORMASI

1.     Sifat Pendekatan Pemrosesan Informasi
            Anak memerhatikan informasi yang diberikan dan memikirkannya. Mereka menyusun strategi untuk mengingat, menyusun konsep, bernalar, dan memecahkan masalah.

1.1. Informasi, Memori dan Pemikiran
            Pendekatan pemrosesan informasi menyatakan bahwa murid mengolah informasi, memonitorinya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan proses berpikir (thinking). Beberapa pendekatan pemrosesan informasi memiliki kecenderungan yang lebih konstruktivis ketimbang pendekatan lainnya. Behaviorarisme dan model pembelajaran asosiatif adalah kekuatan dominan dalam psikologi sampa 1950-an dan 1960-an. Tetapi, para psikolog menyadari bahwa pendekatan ini tidak sampai pada mental dan pemikiran. Istilah psikologi kognitif menjadi label untuk pendekatan yang berusaha menjelaskan perilaku melalui pemeriksaan proses mental.

1.1.1.      Informasi
a.      Pandangan Siegler
Robert Sieger (1998) mendeskripsikan tiga karakteristik utama dari pendekatan pemrosesan informasi: proses berpikir, makanisme pengubah, dan modifikasi diri.
b.      Pemikiran
Menurut pendapat Siegler (2002), berpikir (thingking) adalah pemrosesan informasi. Proses berpikir meliput merasakan (perceive), malakukan penyandian (encoding), mepresentasikan, dan menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya.
c.       Mekanisme Pengubahan
Mekanisme prngubahan adalah pemrosesan informasi fokus utamanya dipengaruhi mekanisme pengubah dalam perkembangan. Dalam mekanisme pengubah terdapat empat keterampilan kognitif anak: encoding, otomatisasi, konstruksi strategi dan generalisasi.

a.       Encoding
Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam memori.
b.      Otomatisasi
Otomatisasi adalah kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit atau tanpa usaha.
c.       Konstruksi Strategi
Konstruksi strategi adalah penemuan prosedur baru untuk memproses informasi.
d.      Generalisasi
Generalisasi adalah penyandian informasi kunci untuk suatu problem dan mengkordinasikan informasi tersebut dengan pengetahuan sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah.
Modifikasi Diri
Modifikasi diri adalah pendekatan pemrosesan informasi kontemporer dalam teori perkembangan kognitif Pieget menggunakan pengetahuan dan strategi yang telah mereka pelajari untuk menyesuaikan respon pada situasipembelajaran yang baru.

2.     MEMORI

2.1. Apa Memori itu?
Memori adalah retensi informasi dari waktu ke waktu yang melibatkan encoding, peyimpanan, dan pengambilan kembali.
1.      Encoding adalah memasukan informasi ke dalam memori.
2.      Penyimpanan adalah mempertahankan informasi dari waktu ke waktu.
3.      Pengambilan adalah mengambil informasi dari gudang memori.
Atensi adalah mengonsentrasikan dan memfokuskan sumber daya mental

2.1.1.      Pengulangan
Pengulangan adalah repetisi informasi dari waktu ke waktu agar informasi lebih lama berada di dalam memori.



2.1.2.      Pemrosesan Mendalam
Terayata pengulangan bukan cara yang efesien untuk memori jangka panjang. Fergus Craik dan Robert Lockhart membuat teori level pemrosesan yakni pemrosesan memori terjadi pada kontinum dari dangkal ke mendalam, dimana pemrosesan yang mendalam akan menghasilkan memori yang lebih baik.

2.1.3.      Elaborasi
Elaborasi adalah ekstensifitas pemroseasan memori dalam penyadian. Dalam proses elaborasi dibutuhkan proses mengkonstruksi citra, penataan, dan chucking.

2.2.Penyimpanan
Setelah murid menyandikan informasi, mereka perlu mempertahankan atau menyimpan informasi. Diantara aspek paling menonjol dari penyimpanan memori ada tiga simpanan utama yakni: memori sensoris, working memory (memori jangka pendek), dan memori jangka panjang.
1.      Memori Sensoris adalah memori yang mempertahankan informasi dari dunia dalam bentuk sensoris aslinya hanya selama beberapa saat.
2.      Memori Jangka Pendek (Working Memory) adalah system memori berkapasitas terbatas dimana informasi dipertahankan sekitar tiga puluh detik, kevuali informasi itu diulangi atau diproses lebih lanjut, dimana dalam kasus itu daya tahan simpanannya dapat lebih lama. Dalam hal ini, dibutuhkan rentang memori yakni jumlah digit yang bisa dilaporkan kembali oleh seorang tanpa ada kesalahan setelah memperoleh informasi satu kali. Working memorymemiliki tiga komponen yakni: phonological lup, visual spasil memory, dan sentral eksekutif.
3.      Memori Jangka Panjang adalahtipe memori yang menyimpan banyak informasi.

Menurut model Atkonson-Shiffrin ada tiga model penyimpanan, yakni:
2.2.1.      Isi memori jangka panjang
Dalam model ini, memori jangka panjang dibagi menjadi subtipe memori deklaratif dan memori prosedural. Memori deklaratif terdiri atas memori episodik dan semantik.
Memori deklaratif adalah rekoleksi atau pengingatan kembali informasi secara sadar, seperti fakta spesifik atau kejadian yang dapat dikomunikasikan secara verbal. Nama lain dari memori deklaratif ini sering disebut” mengetahui bahwa” dan “memori eksplisit”. Memori ini hanya cukup untuk merenung, maka sudah bekerja memori deklaratifnya.
Memori Prosedural adalah pengetahuan nondeklaratif dalam bentuk keterampilan dan operasi kognitif. Memori prosedural dapat disebut juga “mengetahui bagaimana” atau “memori implisit”. Memori ini bekerja pada saat melakukan sesuatu.
Isi dari memori deklaratif adalah memori episodik dan semantik. Memori episodik adalah retensi informasi tentang di mana dan kapan terjadinya suatu peristiwa dalam hidup. Contohnya, kenangan akan teman sebangku di masa awal SMP. Memori semantik adalah pengetahuan umum murid tentang dunia. Memori ini mencangkup.
o   Pengetahuan tentang pelajaran di sekolah. Contoh rumus umum phytagoras.
o   Pengetahuan tentang bidang keahlian yang berbeda. Contoh, pengetahuan memakai smartphone dengan anak 5 tahun yang memakai smartphone.
o   Pengetahuan “sehari-hari” tentang makna kata, orang terkenal, tempat-tempat penting dan hal-hal umum.

2.2.2.      Merepresentasikan Informasi dalam Memori

Teori Jaringan (network theries) mendeskripsikan bagaimana informasi di memori siorganisir dan sihubungkan. Teori memperhatikan titik simpul (nodes) dalam memori. Misalanya konsep kata burung dispesifikasi dengan jenis “gagak”.

Teori Skema menyatakan bahwa memori kita menyimpan informasi seperi halnya di perpustakaan. Analogi dari skema ini adalah penyimpanan layaknya di perpustakaan, namun proses pengambilan tidak sama dengan analogi perpustakaan. Ide dalam teori skema bahwa ada beberapa simpanan yang tidak lengkap, maka perlu mengkonstruksikan simpanan tersebut. Skema adalah informasi- konse, pengetahuan, informasi tentang kejadian yang sudah perna kita simpan. Teori muncul oleh Frederick Bartle (1932).




2.3. Mengambil Kembali dan Melupakan

2.3.1.      Pengambilan kembali
Seperti mencari sesuatu di gudang, kita mengambil sesuatu dari bahan mentah. Ada pengambilan ditemukan langsung dan ada pengambilan memerlukan usaha. Pengambilan kembali dari bahan mentah membutuhkan usaha untuk mecapai relevansi data. Efek posisi serial berarti bahwa orang lebih mudah mengingat item yang ada di awal dan akhir dari suatu daftar ketimbangan item yang ada di tengah. Efek posisi serial tidak hanya berlaku pada posisi datar, melainkan juga apda kejadian-kejadian.
Konsiderasi lain dalam memahami pengambilan informasi adalah prinsip spesifitas penyandian, (enconding specificity principle), yaitubahwa asosiasi yang dibentuk saat penyadian atau pembelajaran cenderung akan menjadi petunjuk yang efektif untuk mengambil kembali.
Melupakan  salah satu bentuk cue-dependent forgetting, yaitu kegagalan dalam mengambil kembali informasi karena kurangnya petunjuk pengambilan yang efektif. Prinsip cue-dependent forgetting sesuai dengan teori interfensi, yang menyatakan bahwa kita lupa bukan karena ada informasi lain yang menghambat upaya kita untuk mengingat informasi yang kita inginkan. Sumber lupa lainnya adalah penurunan memori. Menurut decay theory, pembentukan baru akan melibatkan pembentukan “jejak memori” neurokimiawi, yang akan terpecah.
3.     KEAHLIAN

3.1. Keahlian dan Pembelajaran
Yang dilakuakan para ahli untuk memnbentuk kepribadian belajar yang efektif, yakni:
a         Memperhatikan ciri dan pola informasi bermakna yang tidak dilihat pemula.
b        Punya banyak isi pengetahuan yang diorganisasikanm dengan cara merefleksikan pemahaman yang mendalam atas subjek tersebut.
c         Bisa mengingat kembali aspek penting dari pengetahuan mereka tanpa banyak usaha.
d        Bersikap adaptif dalam pendekatan mereka untuk situasi baru.
e         Menggunakan strategi yang efektif.
Pola oraganisasi yang bermakna, Para pakar memiliki kelebihan mengingat informasi disekitar area keahlian mereka.
Organisasi dan kedalaman pengetahuan, Pengetahuan seorang ahli lebih banyak diorganisasikan di seputar ide atau konsep penting ketimbang pengetahuan pemula memilioki lebih luas area pengetahuan dibandingkan pemula.
Pengambilan cepat, Pengambilan dapat dilakukan dengan cara banyak usaha, sedikit usaha, dan tanpa usaha yang dipengaruhi dalam enconding sebuah data dalam pemikiran seseorang.
Keahlian adaptif, Pakara adaptif mampu untuk memahami situasi baru  secara lebih fleksibel, tidak kaku dan tetap.
Strategi Murid yang berkompeten menggunakan strategi pembelajaran yang efekti. Pendapat ini juga dikemukakan oleh para pakar.
Menyebarkan dan mengonsolidasikan pembelajaran. Pelajar akan lebih banyak melakukan encoding yang efektif dan berjangka panjang jika guru membantu untuk mereview yang telah dipelajari.
Mengajukan pertayaan untuk diri sendiri. Pengujian terhadap diri sendiri juga mampu mebuat diri belajar lebih efektif
Mencatat dengan baik. Anak akan lebih ingat jika dia dibantu dengan mencatat, entah itu membuat rinkasan, entah menulis garis besar atau membuat konsep pemahaman yang menggunakan mindmap.
Menggunakan sistem studi. Sistem ini membantu murid untuk membuat mereka menata informasi secara bermakna, mengajaiakan pertayaan-pertayaan, merefleksikan dan mengulas tentangnya.
Memperoleh keahlian. Dalam memperoleh keahlian individu dituntut untuk menemukan bakat dan mengembangkannya melalui proses latihan dan didorong oleh motivasi.
Latihan dan MotivasiMurid yang punya mitivasi kuat akan tahan berlatih dengan tekun dan gigih untuk mendapatkan yang dicarinya.

Keahlian dan Pengajaran. Beberapa psikolog menyatakan bahwa jika kita tidak menyadari pedagonis terhadap mereka, guru yang tidak ahli dalam menyampaiakan kepada murid dan tidak mengetahui pengetahuan murid.

4.      METAKOGNISI
Penegetahuan ini melibatkan nusaha monitoring dan refleksi pada pikiran seseorang pada saat sekarang. Kemampuan metakognisi telah diajarkan kepada murid untuk memecahkan persoalan matematika.

Perubahan Developmental. Ini juga mencangkup pengetahuan tentang memori seseorang, seperti kemampuan murid memonitori apakah dirinya sudah cukup belajar untuk menghadapi ujian minggu depan.

Model pemrosesan Informasi yang Baik. Anak-anak yang baik melakukan 3 langkah berikut ini:
1.      Anak diajarkan untuk menggunakan strategi tertentu, yang dapat mencangkup secara holistik.
2.      Pembimbing diajarkan untuk mengajukan kesamaan dan perbedaan dari materi.
3.      Anak menggunakan strategi pengetahuan umum.

Strategi dan Regulasi Metakognisi.  Untuk membuat murid mentrasfer informasi ke dalam pemikiran kita harus mengarahkan pada situasi baru. Pada awalnya, dibutuhkan waktu untuk belajar melaksanakan strategi dab dibutuhkan dengan pedoman dan bimbingan. Hal ini yang disebut dengan latihan.





BAB XIII
MOTIVASI, PENGAJARAN, DAN PEMBELAJARAN
1.     Mengeksploitasi Motivasi
1.1. Apa motivasi itu?
Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku Arinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan tahan lama. Mengapa Terry fox menyelesaikan larinya? Ketika Teri masuk rumah sakit karena kanker, dia berkata pada dirinya sendiri bahwa jika dia bisa bertahan hidup maka dia akan melakukan sesuatu untuk membantu mendana riset kanker. Jadi motivasi dari tindakanya berlari itu adlah untuk memberi tujuaan bagi hidupnya dengan membantu orang yang mengidap kanker.
Tindakan Terry fox dilakukan dengan semangat, punya arah (tujuan) dan gigi (bertahan lama) selama berlari melintasi kanada dia menjumpai banyak rintangan angin kencang, hujan lebat, salju, dan jalan es. Karna kondisi ini, dia hanya menempui rata-rata 8 mil selama bulan pertama, jau dari yang direncanakannya.
Tetapi dia terus bertahan dan mempercepat langkanya pada bulan kedua sampai dia kembali ke jalur tujuanya. Tindakanya contoh dari bagimana motivasi memban dapat membantu kita bertahan dan menjapai sesuatu.
1.2.Perspektif tentang motivasi
Perspektif psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda berdasarkan perspektif berbeda pula. Mari kita bahas empat perspektif:
1.behavioral: Perspektif behavioral menekan imbalan dan hokum eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Isentif adalah peristiwa atau stimuli positif atu negatif  yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung pengunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menamba minat atau kesengan pada pelajaran, dan mengarakan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjaukan mereka dari peri laku yang tidak tepat.
Insentif yang di pakai guru di kelas antara lain nilai yang baik, yang memberikan indikasi tentang kualitas pekerjaan murid, dan tanda bintang atau pujian jika mereka menyelesaikan suatu tugas dengan baik.
2.Humanistis: menekankan kepada kapasitas murid untuk mengembangkan keperibadiaan, kebebasan untuk memili nasib mereka, dan kualitasa positif.perspektifberkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus di puaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.Menurut hieraki kebutuhan Maslow, kebutuhan individual harusdipuaskan dalam urutan sebagai berikut.
Aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi dan sulit dalam hierarki Maslow,diberi perhatiaan khusus. Aktualisai diri adalah motivasi untuk mengembangkan diri secara penuhsebagai manusia.
 Kognitif, Pemikiran murid akan memandu motivasi mereka. Belakangan ini muncul minat besar pada motivasi menurut perspektif kognitif. Minat ini berfokus pada ide-ide seperti motvasi internal murid untuk menjapai sesuatu, atribusi mereka, dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif perspektif kognitif juga menekan arti penting dari penentuan tujuan, perencanan dan monitoring kemajuaan menuju sesuatu
Motivasi kompetesi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memperoses informasi secara efesien.
Kebutuhanafilisasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan oaring secara aman. Ini membutukanpembentukan, pemeliharaan dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab.
2.     Motivasi untuk Meraih Sesuatu
2.1. Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapat sesuatu yang lain. Motivasi ekstrinsik sering dipengarui oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukum. Misalnya, murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapat nilai yang baik.
Perspektif behavioral menekankan arti penting dari motivasi ekstrinsik dalam prestasi ini, sedangkan pendekatan kognitif dan humanistis lebih menekankan pada arti penting dari motivasi intrinsik dalam prestasi.
Proses kognitif lainya diskusi tentang motivasi dan intrinsic di atas membuka jalan ke pengenalan proses kognitif lainya yang terlibat dalam memotivasi murud untuk belajar.
Atribusi
Teori atribusi menyatakan bahwa dalam usah mereka memahami perilaku atau kinerjanya sendiri, orang-orang termotivasi untuk menemukan sebab-sebab yang mendasarinya. Atribusiadalah sebab-sebab yang dianggap menimbulkan hasil. Dalam satu cara,teoritisi atribusi mengatakan,”murid seperti ilmuwan intutif, berusah menjelaskan sebab-sebab di balik apa yang terjadi. Misalnya murid sekolah menengah mengatakan”mengapa nilai saya tidak bagus di pelajaran ini? Atau”apakah saya me ndapat nilai baik karena saya belajar keras atu karena tesnya  dibuat muda oleh guru, atu karena keduanya?
1.      Motivasi untuk menguasai yang berhubungan erat dengan ide tentang motivasi intrinsic dan atribusi adalah konsep motivasi penguasaan. Para periset: menyebut penguasaan ini sebagai salah satu dari tiga tipe orientasi perestasi: pengusaha, tak berdaya kinerja.
2.      Orentasi  untuk menguasai pandangan persoalan yang melibatkan penguasaan atas tugas, sikap positif dan strategi berore ntasi solusi.
3.      Orentasi tak berdaya pandangan persoalan yang fokus pada ketidakmampuaan persoalan, atribusi kesu litan pada kurangnya ke mampuan,dan sikap negative.
4.      Orientasi kinerja pandangan persoalan yang lebi menitikberatkan pada kinerja/ hasil ketimbang prosenya: bagi murid berorentasi kinerja,kemenangan atau keberhasilan adalah penting dan kebahgiaan diangap sebagai hasil dari kemenangan.
5.      Self/ effficaci keyakinan bahwa seseorang bias menguasai situasi dan memperoduksi hasil positif.

Kecemasan dan prestasi adalah perasan takut dan kegundahan   yang tidak jelas dan tidak menyenankan. Adalah norma jika murid kadang merasa cemas atu khawatir sat menghadapi kesulitan di sekolah, seperti saat akan mengerjakan ujian.
Ekspresi guru motivasi dan kinerja murid mungkin dipengarui oleh ekspektasi guru. Guru sering kali  punya ekspektasi lebih positif untuk murid berkemampuaan tinggi ketimbang murid berkemampuan rendah. Misalnya, guru menyuru murid berkemampuan tinggi untuk belajar lebih keras, mau meluangkan waktu lebih lama untuk menunggu jawaban dari mereka, merespons mereka dengan lebih banyak informasi yang lebih mendalam, tidak sering menegur.

3.     Motivasi, Hubungan, dan Konteks Sosiokultural      

 Ekspektasi Guru
            Motivasi dan kinerja murid mungkin dipengaruhi oleh ekspektasi guru. Guru sering kali punya ekspektasi lebih positif untuk murid berkemampuan tinggi ketimbang murid berkemampuan rendah. Ekspektasi ini kemungkinan akan memengaruhi sikap dan perilaku murid terhadap guru. Misalnya, guru menyuruh murid berkemampuan tinggi untuk belajar lebih keras, mau meluangkan waktu lebih lama untuk menunggu jawaban dari mereka, merespon mereka dengan lebih banyak informasi yang lebih mendalam, tidak terlalu sering menegur, lebih sering memuji mereka, lebih ramah terhadap mereka, lebih sering memanggil mereka, menempatkan mereka di bangku yang lebih dekat dengan meja guru, dan lebih mungkin member tambahan nilai kepada mereka.
Motif Sosial
            Latar belakang sosial anak akan memengaruhi kehidupan mereka di sekolah. Setiap hari murid membangun dan mempertahankan hubungan sosial. Para periset telah menemukan bahawa murid yang menunjukkan perilaku yang kompeten secara sosial lebih mungkin unggul secara akademis ketimbang murid yang tidak kompeten. Motif sosial adalah kebutuhan dan keinginan yang dikenal melalui pengalaman dengan dunia sosial. Perhatian terhadap motif sosial muncul dari catalog kebutuhan yang disusun Henry Murray (1938), yang mencakup kebutuhan akan afiliasi atau keterhubungan, yakni motif untuk merasa cukup terhubung dengan orang lain, yang telah kami deskripsikan di awal ini. Remaja merupakan masa peralihan penting dalam motivasi prestasi dan motivasi sosial. Tekanan akademik dan sosial memaksa remaja mengambil peran baru yang melibatkan tanggung jawab yang lebih besar. Setelah remaja mengalami tekana yang lebih kuat untuk berprestasi, kepentingan sosial mereka mungkin akan agak terabaikan karena mereka lebih focus pada persoalan akademik.
Hubungan Sosial
Hubungan murid dengan orang tua, teman sebaya,kawan,guru dan mentor, dan orang lain, dapat memengaruhi prestasi dan motivasi sosial mereka. Orang tua. Telah dilakukan riset tentang hubungan antara parenting dengan motivasi murid. Studi-studi tersebut mengkaji karakteristik demigrafis, praktik pengasuhan anak, dan provisi pengalaman spesifik di rumah.
Karakteristik demografis. Orangtua dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mungkin percaya bahwa keterlibatan mereka dalam pendidikan anak adalah penting. Mereka lebih mungkin berpartisipasi dalam pendidikan anak dan member stimuli intelektual di rumah. Prestasi murid dapat menurun apabila mereka tinggalm dalam keluarga single parent, tinggal bersama orang tua yang waktunya dihabiskan untuk bekerja, dan tinggal dala keluarga besar.
Peraktek pengasuhan anak
Berikut ini beberapa peraktek parenting positif yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi anak:
·         Mengenal betul anak dan member tantangan dan dukungan dalam kadar yang tepat
·         Memberikan iklim emosional yang positif, yang memotivasi anak untuk menginternalisasikan nilai dan tujuan orang tua.
·         Menjadi model perilaku yang member motivasi: bekerja keras dan gigih menghadapi tantangan.

Provisi pengalaman spesipik di rumah. Selain [peraktik pengasuhan umum, orang tua dapat memberikan pengalaman spesipik diruma untuk membantu murid menjadi lebih termotivasi. Membaaca buku untuk anak persekolahan dan member materi bacaan dirumah akan member efek positif pada prestasi dan motivasi mebaca anak.
Teman sebaya. Teman sebaya dapat mempengaruhi motivasi anak melalui perbandingan social, kompetensi dan motivasi social, belajar bersama dan pengaruh kelompok teman sebaya.
Guru. Banyak anak yang tidak bagus belajarnya disekolah punya hubungan yang negative dengan guru mereka. Mereka seringkali mengalami masalah karena, misalnya tidak mengerjakan tugas, tidak memperhatikan.
Guru dan orang tua. Dimasa lalu, sekolah tidak banyak memperhatikan pada bagaimana guru dapat memasukkan orang tua sebagai mitra dalam meningkatkan prestasi anak.
Konteks sosiokultural. Dalam bagian ini kita akan fokus bagaimana latar belakang status social, ekonomo,etnis,dan gender bias mempengaruhi motivasi dan prestasi.
Setatus ekonomi dan etnisitas. Misalnya banyak murid Asia punya orientasi prestasi akademik yang kuat, tetapi sebagian tidak.
Gender. Motivasi difokuskan pada bagaiman peria dan wanita berbeda dalam keyakinan nilai yang mereka anut. Keyakinan yang berkaitan dengan soal kompetensi yang dianuti murid prei dan wanita berbeda-beda menurut konteks prestasi.
Stereotip peran gender. Berkenaan nilai prestasi sejak SMA murid wanita tidak terlalu prestasi matematika dibandingkan murid laki-laki
4.     Murid Berprestasi Rendah dan Sulit Didekati

Murid berprestasi rendah dengan ekspektasi kesuksesan yang rendah. Murid jenis ini perlu terus menerus diyakinkan bahwa mereka bias mencapai tujuan dan menghadapi tantangan yang anda tentukan untuk mereka anda perlu membantu mereka untuk mencapai sukses.
Murid dengan sindrom kegagalan. Sindrom kegagalan adalah murid memiliki ekspektasi rendah untuk meraih kesuksesan dan menyerah saat mengahadapi kesulitan awal. Murid dengan sindrom kegagalan berbeda dengan murid berprestasi rendah yang selalu gagal meski sudah berusaha keras.
Murid yang termotivasi untuk melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan. Seperti telah disinggung sebelumnya, beberapa murid sangat ingin melindungi harga dirinya dan menghindari kegagalan sehingga mereka tidak mau mengejar tujuan pembelajaran dan menjelaskan strategi pembelajaran.
Murid yang tidak tertari aatu teralienasi(terasing). Problem motivasi yang paling sulit adalah murid yang aktis, tidak tertarik belajar atau teralienasi atau menjauhkan diri dari embelajaran sekolah. Berprestasi disekolah bagi mereka adalah hal yang tidak penting. Untuk mendekati murid yang aktis ini dibutuhkan usaha terus menerus untuk mensosialisasikan kembali sikap mereka terhadap prestasi sekolah.
        










PENDEKATAN HUBUNGAN ANTARA TOPIK PEMBELAJARAN BAB VII, VIII DAN XIII DENGAN DUNIA PENDIDIKAN DAN PERAN GURU

A. Hubungan Pendekatan Behavioral dan kognitif Sosial dengan Pendidikan
            Behaviorisme adalah pandangan bahwa prilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diobservasi secara langsung, bukan melalui proses mental. Pengondisian klasik dan operan adalah pandangan behavioral yang menekankan pada pembelajaran asosiatif. Psikologi semakin ke arah kognitif selama dekade terakhir abad ke-20 dan penekanan pada kognitif masih berlangsung sampai sekarang. Ini tercermin dalam empat pendekatan kognitif untuk pembelajaran yang saat ini kita diskusikan: pendekatan kognitif sosial yang menekankan pada interaksi faktor prilaku, lingkungan dan persona/ kognisi, dalam menjelaskan pembelajaran. Pendekatan pemrosesan informasi yang menitikberatkan pada bagaimana anak mengolah informasi melalui atensi, memori pemikiran, dan proses kognittif lainnya. pendekatan kontruktivitas pengetahuan dan pemahaman oleh anak. pendekatan kontruktivitas sosial menitikberatkan pada upaya kerjasama dengan orang lain untuk menghasilkan pengetahuan dan pemahaman.
            dalam pengondisian  klasik, organisme belajar menghubungkan atau mengasosiasikan stimuli. Stimulus netral (seperti melihat orang) menjadi diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna (makanan) dan memperoleh kemapuan untuk menimbulkan respons yang serupa. Pengondisian klasik melibatkan faktor-faktor berikut: unconditioned  stimulus  (US), conditioned stimulus (            CS), unconditioned response (CR) dan conditioned response (CR).  pengondisian klasik juga melibatkan generalisasi , diskriminasi, dan pelenyapan. Generalisasi adalah kecendrungan dari suatu stimulus baru yang sama dengan stimulus terkondisikan orisinal untuk menghasilkan respons yang serupa. Diskriminasi terjadi ketika organisme merespons pada stimuli tertentu tetapi tidak pada stimuli lainnya. Pelenyapan adalah pelemahan CR karenan tidak ada US. Desensitisasi sistematis  adalah metode yang didasarkan pada pengondisian klasik untuk  mengurangi kecemasan dengan visualisasi suksesif atas situasi yang menghasilkan kecemasan. Pengondisian klasik dapat lebih baik dalam menjelaskan siuasi nonsukarela ketimbang prilaku sukarela.
            Dengan mengetahui pendekatan Behavioral dan kognitif sosial dapat membantu kita untuk meningkatkan proses pembelajaran kita. karena dengan berbagai pendekatan itu kita dibantu untuk meningkatkan prilaku-prilaku yang diharapkan dan membantu kita untuk mengurangi prilaku yang tidak diharapkan. Pendekatan-pendekatan yang sudah kita pelajari ini akan membantu kita untuk meningkatkan kualitas belajar kita sehingga kita didorong utuk mencapai hasil yang maksimal. Dengan mengenal, dan mempelajari  pendekatan Behavioral dan pendekatan kognitif sosial kita dapat meningkatkan cara pembelajaran yang sebelumnya sudah kita miliki.

B. Hubungan Pendekatan Pemrosesan Informasi dengan Pendidikan
            Pendekatan pemrosesan informasi menyatakan bahwa murid mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah pproses memori atau proses berpikir (thinking) menurut pendekatan pemrosesan informasi, anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengatahuan dan keahlian yang kompleks.
            Beberapa pendekatan pemrosesan informasi memiliki kecendrungan yang lebih konsruktivis ketimbang pendekatan lainnya. mereka yang mempunyai kecendrungan konstruktivis memandang guru sebagai pembimbing kognitif untuk tuggas akademik dan murid sebagai pelajar yang berusaha memahami  tugas-tugas tersebut (Mayer, 2001, 2002). seperti teori perkembangan kognitif Piaget, yang telah kita diskusikan di Bab 2, beberapa pendekatan pemrosesan informasi yang dideskripsikan di bab ini mengemakan pendekatan konstruktivis kognitif. Pendekatan pemrosesan informasi yang menitikberatkan pada murid pasif yang hanya mengingat informasi yang diberikan lingkungan adalah bukan termasuk pendekatan konstruktivis.
            Behaviorisme dan model pembelajaran asosiatif adalah kekuatan dominan dalam psikologi sampai 1950-an dan 1960an. Tetapi setelah itu para psikolog mulai menyadari bahwa pendekatan tersebut tak dapat menjelaskan proses pembelajaran anak tanpa mengacu pada prosees mental seperti memori dan pikiran (Gardner, 1985). Istilah psikolog kognitif menjadi label untuk pendekatan yang berusaha menjelaskan prilaku melalui pemeriksaan proses mental. Walapun sejumlah faktor memicu perkembangan psikologi kognitif tak satupun yang lebih penting ketimbang perkembangan komputer. Komputer modern pertama, yang dikembangkan oleh John von Neumann pada akhir 1940-an, menunjukkan bahwa mesin tak bernyawa dapat mengerjakan operasi logika. Ini menunjukkan bahwa komputer itu mungkin mengerjakan beberapa operasi mental, bahwa komputer itu mungkin menunjukkan pada kita tentang bagaimana kognisi manusia bekerja. Psikologi kognitif seringkali menggunakan analogi komputer untuk menjelaskan hubungan antara kognisi dan otak. Otak fisik dibandingkan dengan hardware komputer, kognisi adalah softwarenya. Walaupun komputer dan software bukan analogi yang sempurna untuk otak dan aktivitas kognitif, namun analogi ini memengaruhi cara pandang kita tentang pikiran anak sebagai sistem pemrosesan informasi yang aktif. Dengan mempelajari proses pemrosesan informasi ini. Kita akan semakin dibantu untuk meningkatkan ingatan kita terhadap pelbagai mata pelajaran yang kita terima dari para pengajar maupun melalui sarana informasi lainnya.

C. Hubungan Motivasi, Pengajaran, dan pembelajaran Hubungan dengan Pendidikan
            Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan prilaku. Motivasi dapat menjadi kekuatan yang sangat fundamental bagi pendidikan. karena tanpa motivasi seorang anak juga akan kehilangan semangat belajarnya. Tidak hanya itu seorang pribadi juga akan kehilangan arah dan kegigihan prilakunya. Hal ini sangat disayangkan mengingat motivasi sebagai dasar yang kuat, yang memberikan daya kekuatan kepada seorang pribadi untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Motivasi sebagai dasar dapat menjadi penentu keberhasilan seseorang.  Dengan sebuah motivasi yang  kita miliki kita dapat mencapai sesuatu yang kita inginkan. metivasi juga akan menjadi kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan yang sudah menanti kita. Motivasi inilah yang pada akhirnya akan membantu kita untuk keluar menjadi seorang pemenang, khususnya untuk menjadi seorang yang berprestasi.  kecemasan (anxiety) adalah perasaan takut dan kegundahan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Adalah normal jika murid kadang merasa cemas atau khawatir saat menghadapi kesulitan di sekolah, seperti saat akan mengerjakan ujian. Para periset telah menemukan bahwa banyak murid sukses punya kecemasan pada level moderat (Bandura, 1997). Tetapi, beberapa murid punya tingkat kecemasan yang tinggi dan konstan, sehingga bisa mempengaruhi kemampuan mereka untuk meraih prestasi. Misalnya, kecemasan menghadapi ujian diperkirakan akan menurunkan prestasi sekitar 10 juta anak dan remaja. Beberapa anak mengidap kecemasan tingkat tinggi lantaran orang tuannya membebankan standar prestasi yang tidak realistis pada diri anak mereka. Banyak anak bertambah cemas saat mereka naik kelas, karena mereka menghadapi lebih banyak menghadapi ulangan, perbandingan sosial, dan beberapa kegagalan. Ketika sekolah menciptakan situasi seperti itu, maka situasi ini kemungkinan besar akan meningkatkan tingkat keecemasan murid. Sejumlah program telah diciptakan untuk mengurangi tingkat kecemasan anak  (Wigfield dan Eccles, 1989). Beberapa program intervensi menekankan pada teknik relaksasi. Program ini sering efektif untuk mengurangi kecemasan tetapi tidak selalu menaikan prestasi. Program intervensi terhadap kecemasan difokuskan pada aspek kekhwatiran, di mana perograma in berusaha menganti pemikiran yang destruktif dan negatif tentang kecemasan dan pemikiran yang lebih positif dan konstruktif. Dengan mempelejari motivasi, pengajaran, dan pembelajaran kita dapat membantu meningkatkan prestasi para murid.  Motivasipun dapat membantu kita untuk melawan berbagai kecemasan yang menghantui diri kita dan yang akan menghalangi prestasi keberhasilan kita.

KORELASI PELAJARAN BAB I, II, III, IV, VII, VIII DAN XIII
Pada BAB I kita mempelajari selayang pandang tentang “Apa itu Psikologi Pendidikan?”. Cara Mengajar yang Efektif, dan Riset dalam Psikologi Pendidikan. Dalam bab ini kita mencoba dihantar memulai melihat wacana umum apa itu psikologi pendidikan dan arah tujuan pembelajaran tentang psikologi pendidikan itu sendiri dalam pemfungsionalannya dalam pendidikan sampai kepada pengrisetan seorang pendidik dalam mempersiapkan diri dalam pendekatan tugasnya sebagai seorang pendidik dan medan yang akan ia hadapi untuk mencapai hasil yang lebih maksimal dalam peran sebagai pendidik, program pendidikan, anak didik, aksi dalam mendidik dan evaluasi akhir penyimpulan pencapaian mutu pendidikan.
Pada BAB II kita telah disuguhkan tentang Perkembangan Anak. Perkembangan Kognitif yang mencakupi perkembangan otak dalam teori Pieget dan Vygotsky yang memaparkan dengan sangat baik bagaimana perkembangan otak, mental dalam sudut pandang pribadi dan lingkungan serta perkembangan yang diperkembangkan oleh para pendidik yang sangat membantu untuk pemaksimalkan perkembangan anak dalam dunia pendidikan.  Dalam hal bahasa, pemahaman dan sampai kepada pengungkapan pemikiran yang dibahasakan sangat dipengaruhi perkembangan anak dari lingkungan dan biologis. Demikianlah sangat membantu peran seorang pendidik dalam perkembangan bahasa dan pengungkapan pemikiran dalam kebahasaan anak.
Pada BAB III kita diterangkan tentang perkembangan umur anak sangant mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Perkembangann ini sangat dipengaruhi peran keluarga, teman sebaya dan sekolah. Hal inilah yang dipaparkan dengan sangat gamblang tentang perkembangan sosioemosional anak yang menunjukkan seluruh kedirian anak dalam masa perkembangannya yang telah dilaluinya sejak kecil hingga masa tumbuh kembangnya sampai kepada ia berperan dalam dunia sosial yang menuntut peran perkembangan moral anak. Hal ini semua diolah. Dari diri, lingkungan dan kembali kepada dirinya sendiri yang telah berkembang di dalam masyarakan yang telah menjadi bagian hidupnya.
Pada BAB IV ini diterangkan bangaimana peran tes inteligensi individual dan kelompok dan bagaimana hal yang sangat berlawanan antara tes inteligensi individual dan kelompok. Teori multiple intelligensi yang menjelasakan bagaimana banyaklnya faktor yang mempengaruhi perkembangan anak serta setiap individu tidak ada yang memiliki kesamaan. Maka dari itulah diperlukan pemahaman yang sangat baik tentang anak dan perkembangannya. Dari itulah kita lihat dan kita gunakan untuk menuntun mperkembangan anak dalam melihat hasil tes dan aplikasi pengenbangan pendidikan pengembangan anak. Kepribadian dari setiap individu ini ditemukan bagaimana peran guru untuk mengenal anak dan mengarahkannya agar anak benar-benar maksimal dalam perkembangannya.
Pada BAB VII seperti aplikasi dari keempat bab diawal. Pada empat bab awal dipaparkan bagaimana mengenal anak dan cara pengembangannya. Pada bab ini sangat ditunjukan bagaimana belajar dan pembelajaran itu antara peran guru dan anak. Prilaku perkembangan anak dilihat dan guru mengarahkan untuk sampai kepada terapan prilaku anak diarahkan kepada perkembangan. Pendekatan Behavioral dan Kognitif Sosial dalam pembelajaran untuk perkembangan anak sangatlah mengambil peran dalam melihat perlakuan dan tindakan anak. Prilaku dan tindakan anak dalam perkembangannya sangat menentukan di  masa dewasanya.
Pada BAB VIII  kita akan melihat bagaimana ingatan atau memori dari anak menjadi motor dalam perkembangan pengetahuannya. Diperlukan cara melatih agar memori yang dimiliki lebih maksimal dalam penggunaannya. Bagaimana memori itu dilatih untuk dapat mengingat lebih lama. Dan guru member pengajaran bagaimana proses penyusunan pemikiran dan sampai menyusunan symbol-simbol dalam mempermudah mengingat. Model pemrosesan pemikiran dengan memori yang telah maksimal diproses sehingga sampai kepada pemahaman pemikiran yang baik dan benar dengan segala metode dan strategi untuk memperoleh pemaksimalan memori dan anak semakin berkembang dalam pemikiran.
Pembelajaran terakhir kita dalam semester ini memaparka  peran Motivasi. BAB XIII ini dipaparkan dengan bentangan yang sangat baik akan Motivasi yang memiliki peran bagi guru dan anak. Anak semakin bersemangat dan tersugesti untuk semakin senang mengulangi dan berbuat jika ada motivasi yang menjadi penggerak atau “bahan bakara” bagi pikiran yang telah dikembangkan dan dirinya yang telah memiliki kemampuan sosial. Motivasi adalah penggerak dan pendorong agar anak melakukan lebih dan terbaik.  















APLIKASI PEMBELAJARAN DENGAN PERAN GURU SEBAGAI “PENDAMPING” DALAM PENDIDIKAN
Dalam fungsionalnya, sorang guru sangat mengambil perannya bukan hanya sebagai seorang pengajar. Guru bukanlah seorang yang “pemasok” ilmu pengetahun kepada anak. Dari BAB I, II, III, IV, VII, VIII, dan XIII sangatlah baik dijabarkan secara beruntun bagaimana tahap-tahap yang harus dimengerti oleh seorang guru yang nantinya akan berhadapan langsung dengan Anak  yang harus dipandang dan dimengerti sebagai seorang anak dari sudut pangang “subjektifitas sisi anak” dan “objektifitas sisi anak”
Subjektifitas dalam hal ini guru harus menyadari bahwa anak adalah seorang manusia yang lahir dari bagaimana ia hadir dan berkembang. Manusia yang memiliki otak dan perkembangan tubuh dan kemampuan intelektualitasnya yang diisi dengan kemampuan kognitifnya menunjukan kesadaran kita bahwa anak yang ada di hadapan kita adalah manusia yang memiliki subjektifitas yang telah ada dan ini kita harus lihat, mengerti dan pahami sehingga kita mengetahui bagaimana perkembangan anak secara biologis, pemikiran, mental dan intelektualnya yang sangat banyak dipengaruhi dari dalam dan luar dirinya. Perkembangan diri anak yang menjadikan dia seorang subjek yang berkembang ini menjadi medan bagi guru dan pendidik mengetahui apa yang ada di hadapannya.
Demikian juga ketika guru dihadapkan pada diri anak sebagai objektifitas yakni anak dalam kebaradaan keadaan dipengaruhi banyakhal dari dalam dan luar dirinya menjadikan dia adalah “si A” atau “si B” yang telah terbentuk dan terformat sejak masa awal, kecil, remaja dan pendidikan dasarnya. Ketika ia dihadapkan sebagai objek ia adalah anak yang memiliki dasar hakiki kemanusiaannya ditambah perkembangan dan format yang terbentuk dan dilekatkan pada diri anak. Hal inilah yang kemudian dihadapka pada para guru dan pendidik. Guru mengambil peran sebagai “pendamping”
Mengapa dikatakan bahwa guru mengambil peran sebagai “Pendamping”. Setiap orang yang mendampingi adalah orang yang berada di dekat atau di samping yang didampingi. Demikianlah guru diposisikan dalam satu situasi sebagai “subjek” yang mengambil peran penuh untuk membantu perkembangan dan pembentukan anak yang diposisikan sebagai “Objek” dan sebaliknya, ketika anak mendapat sebagai “Subjek” ia akam meniru, belajar, melakukan dan bahkan mencoba melakukan sepenuhnya apa yang diperbuat dan diajarkan guru yang dalam hal ni sebagai “Objek” yang menjadi objek fokus akan apa yang menjadi bahan yang anak akan lakukan.
Demikianlah guru dan anak didikannya saling “melengkapi”. Guru menyadari dan mengetahi secra penuh siapa anak didiknya dan sampai mkepada bagaimana guru tahu menempatkan dan mengunakan metode apa yang dipakai dan diperlukan untuk mengembangkan anak tersebut sampai menjadi seorang yang berkembang secara penuh.


 
            

     














REFLEKSI  APLIKASI PEMBELAJARAN DENGAN PANGGILAN HIDUP SEBAGAI SEORANG ROHANIWAN-ROHANIWATI
Panggilan sebagai seorang rohaniwan-rohaniwati tidak menutup kemungkinan akan “peran guru” hadir dalam diri kita. Karena dalam hakekat panggilan yang telah kita terima, alami dan jalani, kita tidak akan lepas pada duni sosial dari segala sudut pandang umur dan karakter. Dalam hal inilah sangatlah memiliki fungsi pembelajaran yang telah dipaparkan mulai dari semester awal hingga akhir ini. Diterangkan dari awal untuk mengenal anak, perkembangan, peran diri dan lingkungan, sosio dan cultural, kognitif, intelektual danpemaparan cara-cara perkembangan diri dam peningkatan kemampuan sampai kepada pemotivasian. Komplitlah semua yang kita terima. Hal ini bisa menjadi bahan ‘di tangan’ untuk menjadi tolah ukur dan bahan uji bagaimana kita ketika kita berhadapan dengan permasalahan yang ada dihadapan kita.
Hal yang paling menarik adalah bahwa apa yang dipelajari tidak hanya bertitik fokus pada dunia anak semata. Namun hal-hal yang dipaparkan pada 3 bab terakhir ini sangat relefan untuk banyak situasi.
Demikianlah kita semua dipanggil untuk menghadirkan Kerajaan Allah dan berbagi ilmu pengetahuan dan hidup rohani kepada banyak orang. Kontak sosial ini nantinya menuntut kita untuk memposisikan diri kita bukan sebagai rohaniwan semata, namun kita mampu membantu orang lain untuk semakin brkembang dalam banyak hal.
Demikianlah tugas ini kami selesaikan. Dan kami menutup tulisan ini dengan pepatah Latin yang berkata “Non Scholae, sed Vitae Discimus” yakni; kita belajar bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar