Ontologi
dari Kalimat Bijaksana Para Filsuf
1.
Agustinus, “The world is a book and those who do not travel read only a page.”
“Dunia
ini ibarat buku dan mereka yang tidak pernah bepergian ibarat hanya membaca
satu halaman saja.” Kalimat ini mau
menganalogikan pemikiran manusia yang berpengetahuan bijaksana ketika ia
belajar banyak hal.
Dikatakan
bahwa dunia ini ibarat buku. Buku sering dikatakan gudang ilmu. Buku merupakan
suatu kumpulan tulisan-tulisan yang berisikan banyak pengetahuan. Setiap
lembarnya berisikan tulisan-tulisan yang mau mengatakan isi dan topik utama
dari apa yang mau disampaikan oleh buku tersebut. Dalam buku dipaparkan bayak
hal. Konflik-konflik dan perelaian darinya menghasilkan kesimpulan yang
menghantar pembaca sampai kepada finalnya yakni ia memahami cara berpikir dan
pesan penulis yang mau disampaikan. Penulis adalah pengarang cerita di dalamnya
dan orang yang membacanya adalah kita yang bertualang dengan pemikiran dan
perasaan serta menggunakan daya dan fantasi kita untuk mengikuti alur cerita
yang disampaikan. Pembaca akan membaca dan mulai menggunakan dunia pemikirannya
yang melanglangbuana berfantasi dengan segala daya-daya pemikiran dan
perasaannya mencoba untuk mengalami apa yang disampaikan penulis. Hal itu bisa
dicapai jika pembaca membaca dari lembar awal sampai akhir. Hal itu tidak akan
sampai pada tujuan penulis jika pembaca hanya sekadar melihat atau membaca
halaman pertama saja.
Dunia
yang luas dengan segala keberadaannya dan segala kejadiaan alamnya serta
keberubahan dari kehidupan yang ada di dalamnya menjadi alasan bagi seorang
yang haus akan pengetahuan akan belajar dan mencari tahu akan segalanya. Dalam
dunia banyak hal yang bisa kita pelajari. Dalam dunia banyak kejadian yang bisa
kita refleksikan. Dalam dunia banyak pengetahuan kebijaksanaan yang membuat
kita semakin mengetahui banyak hal. Allah menciptakan dunia dan manusia ada di
dalamnya. Dunia tempat kita berada dan hidup coba kita jelajahi dari satu
tempat ke tempat lain. Dalam perjalanan itu kita banyak melihat hal baru dan
banyak kehidupan yang lain dari kehidupan kita sendiri. Tak ada yang sama.
Semua hal itulah pengetahuan. Dalam dunialah Allah menghadirkannya. Dalam
dunialah Allah menaburkan banyak benih-benih pengetahuan dan kebijaksanaan.
Ketika kita mencoba mempelajari seluruhnya kita mencoba memilah apa tujuan dari
kehidupan dalam dunia ini. Disitu kita menemukan pengetahuan dan kebijaksanaan
tersebut
Demikanlah
Agustinus berefleksi tentang pengetahuan kebijaksanaan dapat ditemukan ketika
kita belajar dan membaca buku dari awal sampai akhir. Kita mengetahui
keseluruhan isi dan pesan buku tersebut. Demikianpun dalam kehidupan di dunia
ini, orang yang hanya hidup dengan hidupnya menjadi orang yang picik karena
pemikiran sempit yang ada dalam hidup dan lingkungannnya semata. Ia tidak mau
mempelajari isi pengetahuan yang ada di dunia ini. Demikianlah orang yang
berpikiran sempit seperti orang yang merasa tahu isi buku seluruhnya padahal ia
hanya membaca satu halaman dari keseluruhan buku tersebut.
2.
Thomas Aquinas, “To
one who has faith
no
explanation is necessary.
To one
without faith
no
explanation is possible.”
“Kepada orang
yang tidak beriman, tidak perlu penjelasan. Kepada orang yang tidak beriman,
tidak mungkin memberi penjelasan.” Iman dan pengetahuan saling berkait dalam
hal ini. Ketika orang telah mengalami imannya, penjelasan tentang iman itu
tidak perlu karena ia telah mengalaminya. Seperti ketika seseorang ditanya
“apakah rasa coklat?” Orang yang hanya belajar dan berpengetahuan tentang
coklat namun tidak pernah memakan dan merasakan coklat tersebut ia akan berkata
banyak hal tentang coklat, serasa ia adalah orang yang paling tahu tentang
coklat. Mereka akan menyatakan, coklat itu manis (padahal itu adalah coklat
yang ditambah gula), coklat itu pahit (itu adalah salah satu dari rasa coklat)
dan banyak hal ia paparkan tentang buah, olahan dan ciptaan-ciptaan dari coklat
tersebut. Akan tetapi seseorang yang ditanyakan apa rasa coklat dan diberikan
kepadanya coklat untuk dia makan, ia terdiam seribu bahasa karena ia sulit
menjelaskan. Ia merasakan dan mengalami apa itu coklat. Ia sulit untuk
mendefenisikan apa yang ia alami namun ia tahu sekeluruhan rasa coklat
tersebut.
Demikianlah
orang yang tidak beriman, yang tidak percaya kepada Allahdan tidak pernah
mengalami pengalaman iman akan Allah. Ketika kita memberi penjelasan tentang
iman kepada Allah kepadanya semua itu sia-sia belaka, karena ia tidak mengalami
pengalaman iman tersebut. Semua pernyataan tentang iman menjadi penjelasan
kosong yang tidak bermakna. Lain dengan
orang yang telah mengalami pengalaman iman tersebut, tidak ada penjelasan yang
perlu dan cukup untuk menjelaskan pengalaman iman yang langsung dialami. Karena
pengalaman akan iman tersebut telah terlebih dahulu ia alami. Apa yang ia alami
lebih untuk mdan penuh dari pada penjelasan yang semata hanya penjelasan dan
gambaran-gambaran untuk mendefenisikan apa itu iman.
3. Martin
Heidegger, “Rhytim brings peace.”
“Irama
menghasilkan kedamaian.” Keselarasan dari susunan irama yang sangat mempesoana
berasal dari susunan notsi-notasi lagu yang merupakan simbolik dari nada-nada
yang ketika diaplikasikan dalam sebuah irama lagu yang berkorelasi antara satu
dengan yang lain menghasilkan lagu atau komposisi musik yang sangat indah.
Demikianlah irama marupakan korelasi dari nada-nada yang tidak sama tinggi
rendahnya suara dari notasi tersebut namun ketika disusun satu dengan yang
lainnya dalam rasa dan daya cipta music yang harmonis akan melahirkan suatu
irama musik yang sangat menarik dan indah.
Seperti
musisi Mozard, Bethoven dan yang lainnya, mereka menciptakan suatu irama ang
sangat rumit dan perlu perasaan yang sangat halus untuk mendapat jiwa dari
music tersebut. Namun sekilas ketika alunan irama music yang mereka ciptakan
tersebut dimainkan, orang yang mendengar tiba-tiba berubah. Ia seperti di
tuntun kedalam dunia yang baru. Perasaan damai dan segala wmosi dibuat karena
mendengarkan irama lagu tersebut. Demikianlah irama tersebut membuat orang
mengalami kedamaian.
Saat
mendengar musik tersebut daya-daya dari notasi musik tersebut masuk dalam
keselarasan dan keharmonisannya membangkitkan emosi pendengar dan menghantarkan
pendengar kepada suatu lagu yang apik dan indah. Demikianlah irama menjadi
kedamaian bagi korelasi notasi nada-nada tersebut menghasilkan keharmonisan
dalam rupa lagu yang indah. Dari lagu yang di dengar tersebut orang mengalami
kedamaian dari irama yang ia dengarkan.
4. Aristoteles, “We cannot learn without pain.”
“Kita
tidak dapat memetik hikmah tanpa adanya rasa sakit.” Sering dalam pengalaman
keseharian kita, rasa sakit adalah pengalaman yang paling diingat dan tidah
diinginkan. Kedua hal itulah yang membuat pengalaman dan rasa sakit menjadi
pengalaman yang sangat membekas dan diingat. Sama halnya ketika anak pertama
sekali belajar jalan dan berdiri. Ia jatuh dan jatuh berulang. Rasa sakit
tersebut menjadi pelajaran untuk hati-hati dan mengambil tindakan agar tidak
mengalami rasa sakit tersebut sampai kepada ia bisa berdiri dan berjalan.
Demikianpun ketika seorang anak atau siswa yang melakukan suatu tindak
kesalahan, hukuman bukanlah suatu perbuatan perusakan dan penyiksaan, namun
hukuman yang mendatangkan rasa sakit pada dasarnya adalah tindakan peringatan
kepada orang tersebut agar ia tidak masuk kembali kepada kesalahan atau
perbuatan yang salah tersebut. Demikianlah rasa sakit itu mendatangkan hikmah.
Rasa sakit membuat orang menarik diri untuk berefleksi akan apa yang
dialami/rasakan dan kesakitan tersebut adalah suatu pengalaman yang diharapkan
lebih baik lagi. Hikmah dari suatu rasa sakit akan terpatri dan diingat lama.
Karena hal itulah yang sangat terbekas dalam pikiran dan batin orang tersebut.
5. Socrates, “I cannot teach any body anything.
I can only make them
think.”
“Saya
tidak mampu mengajarkan apapun kepada seseorang, saya hanya dapat membuatnya
berpikir.” Sokrates dalam ilmu “kebidanannya”, selalu melontarkan pertanyaan
kepada orang lain utnuk memulai pembahasan akan suatu masalah.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat rang lain berpikir dan berpikir lebih
dalam lagi untuk sampai kepada jawaban dan kesimpulan yang ditemukan oleh eang
tersebut. Lewat pertanyaan, Sokrates membuat orang berpikir dan sampai kepada
jawaban. Demikianlah yang ia katakana bahwa ia tidak dapat mengajarkan
oranglain apapun, karena ia hanya dapat membuat orang berpikir.
Sering dihadapi
ketika kita memaksakan ide kita kepada orang lain maka orang lain tersebut
sulit dan mungkin tidak akan menerima ide kita itu. Demikianlah coba di
sampaikan Sokrates bahwa pekikiran manusia yang ribet dan liar tersebut antara
yang satu dengan yang lain berbeda. Demikianlah sering terjadi ketika
berhadapan pada satu permasalahan tidak ditemukannya kesimpulan. Namun dalam
hal ini Sokrates mengajarkan bahwa ia tahu apa yang mau ia ajarkan, namun ia
menyadarai bahwa pola pikir orang yang ia hadapi tidak sama dengan pola pikir
dan kemampuan berpikirnya. Maka dari itu Sokrates melakukan tindakan
“kebidanan”nya yakni ia membedah, memilah-milah permasalahan yang dihadapi,
dibiarkan pemikiran dan cara berpikir orang tersebut tersampaikan dan diutarakan.
Lewat pertanyaan-pertanyaan ia membedah dan mengoprasi pemikiran orang tersebut
namun ia mengarahkan kepada inti dan topik yang mau disampaikan.
Pemikiran-pemikiran dari jawaban ini menunjukan setiap orang mampu berpikir. Namun keunggulan
dari Sokrates bahwa ia mengikuti alur pikiran dan kemampuan orang tersebut
untuk sampai kepada pengetahuan. Demikianlah ia tidak mengajarkan pengetahuan
apapun kepada orang lain dengan pola pikir dan ide-ide mati darinya namun ia
mengaktifkan pikiran dan pemikiran orang tersebut dengan pertanyaan yang
iasampaikan membuat orang tersebut berpikir dan mengetahui banyak hal dari
jawaban yang telah ia pikirkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar