Sabtu, 17 November 2018

FILSAFAT: ONTOLOGI DARI KALIMAT BIJAKSANA PARA FILSUF



Ontologi dari Kalimat Bijaksana Para Filsuf
1.      Agustinus, “The world is a book and those who do not travel read only a page.”
“Dunia ini ibarat buku dan mereka yang tidak pernah bepergian ibarat hanya membaca satu  halaman saja.” Kalimat ini mau menganalogikan pemikiran manusia yang berpengetahuan bijaksana ketika ia belajar banyak hal.
Dikatakan bahwa dunia ini ibarat buku. Buku sering dikatakan gudang ilmu. Buku merupakan suatu kumpulan tulisan-tulisan yang berisikan banyak pengetahuan. Setiap lembarnya berisikan tulisan-tulisan yang mau mengatakan isi dan topik utama dari apa yang mau disampaikan oleh buku tersebut. Dalam buku dipaparkan bayak hal. Konflik-konflik dan perelaian darinya menghasilkan kesimpulan yang menghantar pembaca sampai kepada finalnya yakni ia memahami cara berpikir dan pesan penulis yang mau disampaikan. Penulis adalah pengarang cerita di dalamnya dan orang yang membacanya adalah kita yang bertualang dengan pemikiran dan perasaan serta menggunakan daya dan fantasi kita untuk mengikuti alur cerita yang disampaikan. Pembaca akan membaca dan mulai menggunakan dunia pemikirannya yang melanglangbuana berfantasi dengan segala daya-daya pemikiran dan perasaannya mencoba untuk mengalami apa yang disampaikan penulis. Hal itu bisa dicapai jika pembaca membaca dari lembar awal sampai akhir. Hal itu tidak akan sampai pada tujuan penulis jika pembaca hanya sekadar melihat atau membaca halaman pertama saja.
Dunia yang luas dengan segala keberadaannya dan segala kejadiaan alamnya serta keberubahan dari kehidupan yang ada di dalamnya menjadi alasan bagi seorang yang haus akan pengetahuan akan belajar dan mencari tahu akan segalanya. Dalam dunia banyak hal yang bisa kita pelajari. Dalam dunia banyak kejadian yang bisa kita refleksikan. Dalam dunia banyak pengetahuan kebijaksanaan yang membuat kita semakin mengetahui banyak hal. Allah menciptakan dunia dan manusia ada di dalamnya. Dunia tempat kita berada dan hidup coba kita jelajahi dari satu tempat ke tempat lain. Dalam perjalanan itu kita banyak melihat hal baru dan banyak kehidupan yang lain dari kehidupan kita sendiri. Tak ada yang sama. Semua hal itulah pengetahuan. Dalam dunialah Allah menghadirkannya. Dalam dunialah Allah menaburkan banyak benih-benih pengetahuan dan kebijaksanaan. Ketika kita mencoba mempelajari seluruhnya kita mencoba memilah apa tujuan dari kehidupan dalam dunia ini. Disitu kita menemukan pengetahuan dan kebijaksanaan tersebut
Demikanlah Agustinus berefleksi tentang pengetahuan kebijaksanaan dapat ditemukan ketika kita belajar dan membaca buku dari awal sampai akhir. Kita mengetahui keseluruhan isi dan pesan buku tersebut. Demikianpun dalam kehidupan di dunia ini, orang yang hanya hidup dengan hidupnya menjadi orang yang picik karena pemikiran sempit yang ada dalam hidup dan lingkungannnya semata. Ia tidak mau mempelajari isi pengetahuan yang ada di dunia ini. Demikianlah orang yang berpikiran sempit seperti orang yang merasa tahu isi buku seluruhnya padahal ia hanya membaca satu halaman dari keseluruhan buku tersebut.



2.      Thomas Aquinas, “To one who has faith
                                      no explanation is necessary.
                                      To one without faith
                                      no explanation is possible.”
“Kepada orang yang tidak beriman, tidak perlu penjelasan. Kepada orang yang tidak beriman, tidak mungkin memberi penjelasan.” Iman dan pengetahuan saling berkait dalam hal ini. Ketika orang telah mengalami imannya, penjelasan tentang iman itu tidak perlu karena ia telah mengalaminya. Seperti ketika seseorang ditanya “apakah rasa coklat?” Orang yang hanya belajar dan berpengetahuan tentang coklat namun tidak pernah memakan dan merasakan coklat tersebut ia akan berkata banyak hal tentang coklat, serasa ia adalah orang yang paling tahu tentang coklat. Mereka akan menyatakan, coklat itu manis (padahal itu adalah coklat yang ditambah gula), coklat itu pahit (itu adalah salah satu dari rasa coklat) dan banyak hal ia paparkan tentang buah, olahan dan ciptaan-ciptaan dari coklat tersebut. Akan tetapi seseorang yang ditanyakan apa rasa coklat dan diberikan kepadanya coklat untuk dia makan, ia terdiam seribu bahasa karena ia sulit menjelaskan. Ia merasakan dan mengalami apa itu coklat. Ia sulit untuk mendefenisikan apa yang ia alami namun ia tahu sekeluruhan rasa coklat tersebut.
Demikianlah orang yang tidak beriman, yang tidak percaya kepada Allahdan tidak pernah mengalami pengalaman iman akan Allah. Ketika kita memberi penjelasan tentang iman kepada Allah kepadanya semua itu sia-sia belaka, karena ia tidak mengalami pengalaman iman tersebut. Semua pernyataan tentang iman menjadi penjelasan kosong yang tidak bermakna.  Lain dengan orang yang telah mengalami pengalaman iman tersebut, tidak ada penjelasan yang perlu dan cukup untuk menjelaskan pengalaman iman yang langsung dialami. Karena pengalaman akan iman tersebut telah terlebih dahulu ia alami. Apa yang ia alami lebih untuk mdan penuh dari pada penjelasan yang semata hanya penjelasan dan gambaran-gambaran untuk mendefenisikan apa itu iman.

3.      Martin Heidegger, “Rhytim brings peace.”
“Irama menghasilkan kedamaian.” Keselarasan dari susunan irama yang sangat mempesoana berasal dari susunan notsi-notasi lagu yang merupakan simbolik dari nada-nada yang ketika diaplikasikan dalam sebuah irama lagu yang berkorelasi antara satu dengan yang lain menghasilkan lagu atau komposisi musik yang sangat indah. Demikianlah irama marupakan korelasi dari nada-nada yang tidak sama tinggi rendahnya suara dari notasi tersebut namun ketika disusun satu dengan yang lainnya dalam rasa dan daya cipta music yang harmonis akan melahirkan suatu irama musik yang sangat menarik dan indah.
Seperti musisi Mozard, Bethoven dan yang lainnya, mereka menciptakan suatu irama ang sangat rumit dan perlu perasaan yang sangat halus untuk mendapat jiwa dari music tersebut. Namun sekilas ketika alunan irama music yang mereka ciptakan tersebut dimainkan, orang yang mendengar tiba-tiba berubah. Ia seperti di tuntun kedalam dunia yang baru. Perasaan damai dan segala wmosi dibuat karena mendengarkan irama lagu tersebut. Demikianlah irama tersebut membuat orang mengalami kedamaian.
Saat mendengar musik tersebut daya-daya dari notasi musik tersebut masuk dalam keselarasan dan keharmonisannya membangkitkan emosi pendengar dan menghantarkan pendengar kepada suatu lagu yang apik dan indah. Demikianlah irama menjadi kedamaian bagi korelasi notasi nada-nada tersebut menghasilkan keharmonisan dalam rupa lagu yang indah. Dari lagu yang di dengar tersebut orang mengalami kedamaian dari irama yang ia dengarkan.

4.      Aristoteles, “We cannot learn without pain.”
“Kita tidak dapat memetik hikmah tanpa adanya rasa sakit.” Sering dalam pengalaman keseharian kita, rasa sakit adalah pengalaman yang paling diingat dan tidah diinginkan. Kedua hal itulah yang membuat pengalaman dan rasa sakit menjadi pengalaman yang sangat membekas dan diingat. Sama halnya ketika anak pertama sekali belajar jalan dan berdiri. Ia jatuh dan jatuh berulang. Rasa sakit tersebut menjadi pelajaran untuk hati-hati dan mengambil tindakan agar tidak mengalami rasa sakit tersebut sampai kepada ia bisa berdiri dan berjalan. Demikianpun ketika seorang anak atau siswa yang melakukan suatu tindak kesalahan, hukuman bukanlah suatu perbuatan perusakan dan penyiksaan, namun hukuman yang mendatangkan rasa sakit pada dasarnya adalah tindakan peringatan kepada orang tersebut agar ia tidak masuk kembali kepada kesalahan atau perbuatan yang salah tersebut. Demikianlah rasa sakit itu mendatangkan hikmah. Rasa sakit membuat orang menarik diri untuk berefleksi akan apa yang dialami/rasakan dan kesakitan tersebut adalah suatu pengalaman yang diharapkan lebih baik lagi. Hikmah dari suatu rasa sakit akan terpatri dan diingat lama. Karena hal itulah yang sangat terbekas dalam pikiran dan batin orang tersebut.

5.      Socrates, “I cannot teach any body anything.
                          I can only make them think.”
“Saya tidak mampu mengajarkan apapun kepada seseorang, saya hanya dapat membuatnya berpikir.” Sokrates dalam ilmu “kebidanannya”, selalu melontarkan pertanyaan kepada orang lain utnuk memulai pembahasan akan suatu masalah. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat rang lain berpikir dan berpikir lebih dalam lagi untuk sampai kepada jawaban dan kesimpulan yang ditemukan oleh eang tersebut. Lewat pertanyaan, Sokrates membuat orang berpikir dan sampai kepada jawaban. Demikianlah yang ia katakana bahwa ia tidak dapat mengajarkan oranglain apapun, karena ia hanya dapat membuat orang berpikir.
Sering dihadapi ketika kita memaksakan ide kita kepada orang lain maka orang lain tersebut sulit dan mungkin tidak akan menerima ide kita itu. Demikianlah coba di sampaikan Sokrates bahwa pekikiran manusia yang ribet dan liar tersebut antara yang satu dengan yang lain berbeda. Demikianlah sering terjadi ketika berhadapan pada satu permasalahan tidak ditemukannya kesimpulan. Namun dalam hal ini Sokrates mengajarkan bahwa ia tahu apa yang mau ia ajarkan, namun ia menyadarai bahwa pola pikir orang yang ia hadapi tidak sama dengan pola pikir dan kemampuan berpikirnya. Maka dari itu Sokrates melakukan tindakan “kebidanan”nya yakni ia membedah, memilah-milah permasalahan yang dihadapi, dibiarkan pemikiran dan cara berpikir orang tersebut tersampaikan dan diutarakan. Lewat pertanyaan-pertanyaan ia membedah dan mengoprasi pemikiran orang tersebut namun ia mengarahkan kepada inti dan topik yang mau disampaikan. Pemikiran-pemikiran dari jawaban ini menunjukan  setiap orang mampu berpikir. Namun keunggulan dari Sokrates bahwa ia mengikuti alur pikiran dan kemampuan orang tersebut untuk sampai kepada pengetahuan. Demikianlah ia tidak mengajarkan pengetahuan apapun kepada orang lain dengan pola pikir dan ide-ide mati darinya namun ia mengaktifkan pikiran dan pemikiran orang tersebut dengan pertanyaan yang iasampaikan membuat orang tersebut berpikir dan mengetahui banyak hal dari jawaban yang telah ia pikirkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar