Sabtu, 17 November 2018

FILSAFAT: ONTOLOGI DALAM CABANG-CABANG ILMU FILSAFAT



Ontologi Dalam Cabang-Cabang Ilmu Filsafat
1.      Filsafat Manusia/Antropologi

Siapakah Manusia?
Pertanyaan ini adalah sebuah pertanyaan yang menuntun kita pada pemahaman yang sangat mendalam menembus sisi kemanusiawian manusia itu sendiri untuk sampai kepada keber-ada-an yang khas dari manusia itu sendiri dan dari keber-ada-an yang khas tersebut kita masuk kepada sisi peng-ada-an dan ada-nya manusia.
Manusia adalah mahluk yang bertanya. Manusia melakukan sesuatu dari sebuah pertanyaan dan pilihan pada tindakan. Dari bertanya akan segala hal inilah manusia memiliki perbedaan dari mahluk hewani sebangsanya yakni primata. Pertanyaan yang hadir dalam pikiran manusia dan terealisasi dalam sebuah tindakan yang menuntut pertimbangan dan aktifitas sepenuhanya dari jasmaniah, jiwa dan roh manusia itu sendiri untuk sampai kepada keputusan. Pertanyaan juga yang menghantar manusia pada tingkatan yang lebih tinggi yakni memahami lebih mendalam. Karena dari pertanyaan itulah manusia mencapai tindakan yang lebih dalam yakni memahami dan menguasai kehidupan dan kemanusiawian dirinya di alam semesta ini.
Manusia adalah mahluk bereksistensi. Manusia dengan dirinya, sesamanya dan lingkungannya memiliki kemampuan pembentukan keberlangsungan hidupnya. Eksistensi manusia dengan dirinya dipertanyakan dan memberi jawaban akan siapa dirinya yang adalah subjek dan objek dari dirinya. Eksistensi manusia dengan manusia lain/sesamanya adalah jawaban akan kesosialan manusia dalam keberlangsungan kehidupan yang saling melengkapi dan membangun. Eksistensi manusia dengan lingkungannya/semesta yang di dalamnya ada hewan sebagai mahluk hayati yang dari padanya manusia menjawab perbedaan hidup dan berpikir. Sedangkan dari tumbuhan ia menberdayakan tumbuhan untuk keberlangsungan hidupnya. Darinya manusia punya sandang pangan dan papan. Semuanya itu demi eksistensi manusia itu sendiri dalam hidupnya.
Manusia adalah mahluk yang eksentrik dan paradoksal. Jawaban manusia atas pertanyaan akan dirinya dan sekitarnya akan ditemukan manusia bukan dari dalam dirinya melainkan dari luar dirinya sendiri. Manusia menemukan dirinya dari manusia lain. Manusia akan menjadi manusia seutuhnya ketika ia berada dalam lingkungan manusia lainnya. Dalam kehidupan kesehariannya manusia semakin menemukan banyak pemahaman dan penghidupan akan kemanusiaannya atas dirinya, sesamanya dan lingkungannya serta sampai kepada Allah-nya. Namun dalam menjalani kehidupan ini, manusia tak akan lepas dari keparadoksalannya. Manusia itu terikat dan bebas, jasmaniah dan rohaniah, duniawi dan ilahi, terbatas dan tidak terbatas, dan lain sebagainya. Keparadoksalan kehidupan manusia inilah membedakan manusia itu dari mahluk lainnya. Dan dari keparadoksalan ini pulalah manusia sampai kepada satu tangga pemahaman akan kehidupan keilahian manusia menuju pada pengalaman keilahian kemanusiawiannya yakni Allah sebagai peng-ada dan Ada utama dari manusia itu sendiri.
Manusia adalah mahluk yang dinamis dan multidimensional. Manusia tidak tinggal hanya pada kemanusiaan dan kehidupan pribadinya semata. Manusia tidak hanya berpikir dan bertindak hanya untuk kehidupan kesendiriannya. Namun manusia berkembang dan bengerak. Manusia yang dinamis membangun dan mengembangkan kehidupannya dan kemanusiaannya. Kedinamisan manusia memampukan manusia untuk bersama-sama dengan manusia lain dan lingkungannya hidup bensama berkembang dan menguasai dunia ini untuk hidup dan berkembang. Manusia dalam keberadaan yang khasnya ada dalam bermacam-macam keberadaan lain/dimendi kehidupan. Kemultidimensionalan yang ada pada manusia ini sangat mempengaruhi manusia untuk masuk kepada pemahaman yang mendalam akan keberadaan dirinya yang seutuhnya bahwa ada pada kehidupan yang khas dan bukan hanya berpusat pada dunia pribadi/kemanusiaannya semata namun kompleksitas dimensi kehidupan ada di hadapannya dan manusia tahu cara berada dan memfungsionalkan keberadaan yang di luar dirinya untuk sampai kepada “manusia seutuhnya”.
Filsafat manusia bukan hanya mendalami manusia lebih dari sekedar apa yang bisa ditangkap indra akan ke-objek-an manusia tersebut. Namun dalam hal melihat dan merefleksikan metafissika/ontologi dari manusia itu, kita harus menempatkan manusia dalam keobjekannya sebagai pengamatan dan sebagai subjek yang bertindak dalam keeksistensiannnya dan cara ber-ada yang khas tersebut. Bukan hanya itu saja, namun sangat menarik untuk lebih mendalaminya ketika kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan yang menghantar kita ke titik terdalam yang utama akan ke-ada-an dan ke-mungkinada-an manusia itu yang menghadapkan kita pada metafisika/ontolog manusia itu sendiri.
“Siapakah manusia?”, “dari manakah dan kemanakah tujuan manusia?”, “apakah manusia bebas dan terikat?”, “ manusia itu roh atau materi atau keduanya?” dan banyak lagi pertanyaan yang akan membawa pemikiran kita kepada alam liar tentang pemahaman akan manusia dalam ke-berada-an dan ke-mungkinanada-annya sebagai manusia seadanya “MANUSIA”. Dalam hal ini manusia tidak mempertanyakan hanya tentang lingkungannya, tetapi juga dirinya dan keberadaannya yang sangat khas yang berbeda dari mahluk hidup lainnya. Keberadaaan yang khas antara dirinya dengan alam ia tinggal, keberadaan yang khas dirinya dengan tumbuhan dan hewan yang ada di sekitarnya, keberadaan yang khas dirinya dengan sesamanya manusia yang walaupun sama-sama manusia namun memiliki perbedaan dalam menanggapi, merefleksikan dan bertindak akan pilihan hidupnya, dan yang terakhir ialah keberadaan yang khas diri kemanusiaannya untuk sampai kepada dirinya sendiri sebagai manusia seutuhnya dan selalu mencari dan mengarahkannya kepada peng-Ada awal yakni Allah.

2.      Filsafat Pengetahuan/Epistemologi

Apa dan dari manakah pengertahuan itu?
Pengetahuan adalah sumber kebiaksanaan yang menjembatani manusia dengan “Ada”. Manusia dikatakan hidup dan berada ketika ia berpikir. Manusia yang memiliki pemikiran yang liar dan tak terarah kepada maksudnya mencoba diungkapkan dalam pemahaman yang sederhana. Hal inilah yang dilakukan para pemikir.  Para pemikir awal/Sofis mencoba mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang mempertanyakan  suatu pertanyaan sederhanya akan apa peng-ada awal dari kehidupan ini. Pertanyaan-pertanyaan awal ini menjadi bibit-bibit pemikiran dan pengendapan akan keber-ada-an banyak hal di dunia ini. Pemikiran yang menimbulkan pertanyaan dicoba dipikirkan dan diuji untuk sampai kepada kesimpulan yang dibahasakan secara sederhana yakni “pengetahuan”. Pengetahuan-pengetahuan inilah bahasa/simbol paling sederhana dari “Ada” itu sendiri.
Manusia dalam keberadaannya telah menghidupi pengetahuan yang telah ada dari kehidupan sebelum keberadaannya ditambah dengan pengetahuan-pengetahuan yang ia terima menjadi pengetahuan terlekat dalam dirinya. Pengetahuan-pengetahuan tersebut terlengkapi kembali ketika manusia menjejaki dan menguasai hidupnya. Dari dirinya dan sekitarnya ia melihat segalanya dan mempertanyakan segalanya. Pertanyaan-pertanyaan ini memperdalam dan mematangkan pengetahuan dirinya yang telah ada untuk sampai kepada pengetahuan yang lebih mendalam. Manusia mencoba berekspresi dan menguji. Manusia bertindak mencari tahu dan sampai kepada refleksi terdalam untuk masuk kepada pemahaman terdalam. Bukan hanya dari apa yang ia lihat dan uji, bukan pula dari apa yang ia ketahui dan pelajari, namun dari pengendapan dan refleksi akan pertanyaan-pertanyaan inilah manusia mencoba menjawab segala abstraksi pemikiran-pemikiran mentah tersebut sampai kepada pemikiran-pemikiran yang lebih matang. Pemikiran-pemikiran yang lebih matang inilah yang ia kontemplasikan dan dihidupi dalam aksinya. Inilah pemikiran-pemikiran yang telah matang betul dan terasa manis, yakni pemikiran-pemikiran yang tidak sebatas tinggal pada pemikiran empirik dan definisi semata menjadi buah pengetahuan kebenaran yang dapat dipegang dan dipercaya. Pengetahuan-pengetahuan inilah menjadi peemikiran yang dipahami dalam lingkup pemahaman “ADA” yang sepenuhnya dan dihidupi dalam hidupnya. Karena pengetahuan yang sebatas pengetahuan mentah semata adalah pengetahuan awal. Namun ketika manusia sampai kepada refleksi dan pengendapan dalam hidupnya serta menghidupinya maka pengetahuan itu bukan tinggal pada suatu objek pemikiran semata namun pengetahuan itu aktif dan hidup/berdistansi dalam suatu kemanusiaan yang menyatu untuk dihidupi sebagai “Pengetahuan yang Benar”. Pengetahuan inilah yang menjadi pengetahuan kebijaksanaan yang telah dihidupi dan akan hidup sampai kapanpun. Karena pengetahuan sebatas pengetahuan dan pemikiran adalah mati. Namun pemikiran yang dihidupi dan menghidupi kehidupan itulah pengetahuan kebenaran sejati.

3.      Filsafat Alam/Kosmologi

Dari manakah datangnya angin?, kemanakah air mengalir?, apakah api tercipta?, dan daya tumbuh apa ada pada tanah?
Alam tempat segalanya hidup dan ber-ada menjadi panggung kehidupan tersebut. “ADA” manjadi suteradara utama yang mengatur dan memainkan peran mengaksikan ada-ada yang lainnya. Pikiran dan jiwa sutradara utama yang adalah ADA itu me-roh-i semua ada-ada yang menjadi.
Alam semesta yang menjadi tempat kediam seluruh alam fisik yang dalam keberadaannya dan seadanya keteraturan. Keteraturan inilah yang mencadi cirri kahas keberadaan yang kahas dari alam semesta ini. Keberadaan kehidupan, benda-benda alam dan jagat raya dalam cakrawala kesemestaan ini berada dalam keseimbangan dan keteraturannya. Di dalamnya segalanya berproses, hidup dan berada.  Tiada kematian selain perubahan. Semua melebur dan menyatu dalam keberadaan fisik. Namun alam memiliki kekuatan dan daya dalam keteraturannya. Angin, api, tanah dan air menjadi elemen dasar pembentuk dari seluruh keadaan fisik ciptaan. Namun semua keberadan kehidupan tidak lepas dari daya berada dan daya pengada dari semuanya. Daya dan kekuatan inilah yang menjadikan elemen-elemen fisik ini menjadi adaan-adaan insani dan benda seluruhnya. Namun daya-daya itu pula yang manjadikan semuanya kembali kepada keberadaan asali elemen-elemen tersebut. Alam adalah makrokosmis dari keberadaan fisik yang dalamnya terdapat daya makrokosmis penggerak dan penggada seluruh. Seluruh berada dan bergerak.

4.      Filsafat Sosial

Siapakah sesamaku bagi kemanusiaan dan hidupku?
Manusia adalah mahluk sosial. Manusia akan menjadi manusia ketika ia berada ditengah-tengah dan bersama dengan manusia lainnya. Manusia tak dapat hidup sendiri, tanpa orang lain dan lingkungannya. Kesosialan manusia sangat menentukan eksistensi manusia sebagai mahluk hidup yang membutuhkan temannya. Mausia dan mausia lainnya berperan sebagai subjek dan sekaligus  sebagai objek dalam kebersamaan mereka. Manusia baru menemukan dirinya ketika ia berhadapan dengan manusia lain. Dengan melihat manusia lain ia melihat gambaran kemanusiaannya.
Orang lain sebagai objek bagi manusia. Manusia membutuhkan sesamanya untuk digunakan dalam banyak hal kehidupannya. Peran orang lain sebagai objek dalam hal ini sebatas ia dibutuhkan. Keobjekan manusia di sini membentuk peran pasif dari manusia yang diobjekkan. Demikian orang lain menjadi subjek bagi manusia. Peran subjek dan subjek ini menghadirkan komunikasi intersubjektifitas diantara keduanya. Mereka saling membutuhkan dan sling melengkapi. Ada kata ‘kita’ di antara komunikasi mereka. Kebersatuan diantara keduanya membangun kehidupan kemanusiaan itu. Keduanya benar-benar manjadi manusia karena mereka diposisikan sebagai subjek yang aktif dan saling melebur satu sama lain. Dari pertemuan intersubjektifitas ini manusia mengalami kemanusiaan orang lain dan menjadi refleksi akan kemuasiaannya.
Filsafat sosial mau membentangkan pemikiran dan gagasan-gagasan manusia yang hidup dengan manusia lain. Demikaianlah gagasan formal dari filsafat ini yakni bagaimana manusia dapat hidup dengan manusia lainnya dan dari hubungan intersubjektifitas ini manusia menemukan kediriannya dan kemanusiaannya yang ternyata hanya dapat ia temukan ketika berhadapan dengan manusia lainnya.

5.      Filsafat Kebudayaan

Apakah tindakan manusia tersebut telah memanusiakan manusia?
Pembentukan kehidupan, perkembangan dan kemajuan pola kehidupan dan pemikiran manusia dalam kebersamaannya dengan manusia lain menghasilkan suatu tingkat peradapan dan cara bertindak dari manusia tersebut untuk menjadikan dirinya dan orang lain sebagai manusia yang seutuhnya adalah manusia.
Manusia yang dalam kehidupannya membentuk dan menghasilkan semua hal yang berkaitan dengan agama, ekonomi, sosial, politik, teknologi dan lainnya, memampukan manusia mengeksploitaasi alam dan lingkungannya untuk dipakai sebagai pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohaninya. Dalam pengolahan ini manusia memproses semuanya dengan akal dan pikirannya untuk menghasilkan suatu perkembangan kehidupan yang bukan hanya terarah kepada hal yang manusia semata namun sampai kepada hal yang transenden. Keinginan manusia sampai kepada jati diri yang luhur dan ilahi menjadi kekhasan manusia dari mahluk lain dan cara benrtindak manusia untuk memanusiakan manusia inilah yang menjadi dasar pemikiran filsafat kebudayaan (Humanisasi)

6.      Filsafat Politik

Apa yang lebih penting, Negara atau pribadi?
Filsafat politik berbicara mengenai kumpulan manusia yang dalam kebersamaannya membentuk suatu keteraturan dan kebersamaan yang disepakati menuju arah idealnya masyarakat dan negara. Dalam negara ada kumpulan masyarakat yang diatur oleh aturan dan norma yang ditentukan untuk mengharmoniskan keberlangsungan kebersamaan yang diatur oleh seorang pemimpin yang mengepalai kesatuan tersebut.
Pada dasarnya pribadi manusia adalah baik dan akan mengarah kepada kebaikan ketika ia berhadapan pada tujuan pribadinya dan pengungkapan pribadinya. Namun ketika sudah berhadapan dengan dua atau tiga orang bahkan dalam kumpulan kemasyarakatan maka pribadi-pribadi ini akan saling bersinggungan. Maka dari itu dalam kebersamaan itu mereka membentuk aturan dan norma yang mereka sepakati dan janjikan akan dilakukan. Ketika aturan dan norma itu dilanggar maka ia akan dikenai hukuman. Kebebasan manusia diatur dan sampai dapat dikatakan dipenjara oleh aturan dan kebersamaan demi kebaikan bersama. Tujuannya adalah demi kebaiakan bersama karena berengkat dari kebaikan pribadi. Demikianlah kesatuan dan kebersamaan manusia ini yang menjadi suatu kemasyarakatan bukan hanya mengatur norma dan aturan kehidupan bersama, namun memilih oaring-orang yang dianggap cakap untuk menyelenggarakan roda kemasyarakatan/pemerintahan/negara yang dipimpin oleh seorang pemimpin. Demikianlah negara dalam lingkup suatu negara sampai kepada kebersaamaan dengan negara-negara lain dalam lingkup yang sangat luas. Semua ini adalah kesatuan dan kebersamaan yang dilandaskan pada tujuan kebaikan bersama dengan didasari oleh kebaikan pribadi manusia-manusia yang ada di dalamnya. Namun politik perbicara dalam cakupan yang lebih dalam yakni cara dan pengadaan situasi yang dipolitisir oleh orang-orang yang diangkat sebagai pemegang kuasa untuk menata dan menuntun kebersamaan kemasyarakatan/Negara tersebut sampai kepada kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Hal inilah yang menjadi tujuan suatu politik.

7.      Filsafat Keindahan/Estetika

Apakah jiwa dan roh dari dimensi-dimensi keindahan?
Estetika adalah cabang felsafat yang berbicara mengenai “perepsi”, yakni pengungkapan suatu hasil pengamatan yang mendalam akan banyak hal, baik itu berkaitan dengan seni suara, seni rupa dan bentuk, seni tulis dan lukis dan ide-ide keindahan dan kecitraan dari suatu pencerapan dari dimensi berwujud yang dipandang mata dan dimensi konseptual imajinasi dan intusi menjadi sebuah perwujutan karya cipta yang baru yang merepresentasikan dimensi-dimensi tersebut kedalam pola baru dalam bentuk karya cipta berjiwa keindahan.
Ketika seseorang duduk di pinggiran danau Toba dalam kesendirian dan keheningannya, jiwanya mengalami ketenangan dan kedamaian. Ia memandang danau Toba dan sekitarnya. Namun saat ia lama mengamati dan mencoba mencerap perasaan jiwa yang tenang dan bahagia, bukan hanya karena ia melihat keindahan sekitarnya. Namun lebih mendalam ia mencoba menutup mata ingin bersetubuh dengan keindahan yang membangkitkan gairah ketenangan dan kekaguman. Ia menyatu dengan jiwa dari suatu dimensi terdalam keindahan pemandangan yakni estetika. Namun tidak sampai disitu saja, ia kembali membuka mata dan mencoba meleburkan persatuan yang sangat ia kagumi kembali kepada alam sekitarnya. Mata yang memandang danau Toba dan sekitarnya, pikirannya sampai kepada masa-masa indah dalam hidupnya, perasaan indah, tenang dan kagum melebur kepenuhan batinya. Demikianlah ia menikmati semuanya dalam refleksi jiwa akan semuanya. Ia sampai kepada ingatan dan konsep baru akan keindahan danau Toba, walaupun ia tidak menjamah seluruh bagian dari danau dan sekitarnya. Namun semua itu telah ia rasakan dalam kebersatuan antara dirinya dan objek pandangannya karena perasaan indah, tenang dan kagum. Perasaan ini menyemen semuanya dan menjadi satu kesatuan yakni pengalaman akan keindahan danau Toba yang tak terlupakan. Persepsi akan keindahan yang ia alami itulah esensi dari suatu estetika keindahan.

8.      Etika

Apakah kesantunan hadir dari kemanusiawian?
Etika yang berbicara mengenai tingkah laku manusia yang direfleksikan kepada penilaian baik buruknya dalam ketentuan norma-norma dan aturan yang dipandang dan disepakati manusia sebagai ketentuan umum dan kenormalan dan kesopanan untuk sampai kepada pendefenisian manusia sebagai mahluk yang beradab. Hal inilah yang titunjukan dalam etika kemanusiaan. Tata hidup dan penghidupan dalam keseluruhan kehidupan manusia yang menjadikan manusia dikatakan hidup dalam kebaikan dan kenormalan.
Kebaikan dan keburukan disepakati dalam norma. Norma ini menjadikan tolak ukur dalam menentukan taraf kebaikan dan diterimanya sikap dan tindakan kehidupan manusia dalam kehidupannya. Esensi manusia yang adalah pada kehendak bebasnya dan didasarkan pada pilihan bebasnya, dalam kebersamaan untuk satu tujuan kebaikan kebersamaan di antara manusia dengan manusia dan lingkungannya maka kehendak dan pilihan bebas harus berjalan pada norma dan aturan yang telah ditentukan oleh keputusan kebersamaan yang dipandang baik yakni etika manusia yang beradab.
Tindakan baik buruk inilah yang menjadi dua kaki yang selalu berjalan beersama dalam satu pengatur yakni norma etika.

9.      Logika

Apakah berpikir baik sudah berpikir benar?
Logika yang merupakan study proses pembentukan pola pemikiran yang baik dan benar. Cara berpikir dan menyimpulkan dari suatu permasalahan atau gagasan yang disimpulkan inilah menjadi logika berpikir benar.di dalamnya ada banyak proses untuk sampai kepada kesimpulan dan keputusan yang menghasilkan opini dan pemikiran murni dari manusia itu dalam menanggapi permasalahan dan gagasan yang dihadapkan padanya. Perkembangan pengetahuan melalui penalaran manusia lewat cara melihat, berpikir, menguji, mengabstraksi menarik kesimpulan dan membahasakan opini yang dihasilkan.
Dalam hal ini harus diingat bahwa cara berpikir yang baik dan benarlah yang disebut logika berpikir. Jika tidak baik dan benar itu bukan logika. Akal manusia dapat sampai kepada kebenaran ralitas asali jika ia mengikuti proses dan cara berpikir yang baik dan benar.

10.  Filsafat Ketuhanan/Teologia

Apakah belajar atau mengalami pengalami pengalaman akan Allah?
Manusia yang dalam pencarian panjangnya mencoba ingin mengetahui asal-muasal dari semua ada dan pengada yang ada di dunia ini. Manuisa dengan segala kemampuannya dan dengan segala bidang ilmu dan pengetahuannya mencoba menelusuri tentang keberadaan Allah. Namun semakin manusia mencari dimana Allah belajar tentang Allah, semakin manusia merasa jauh dan tak menemukannya. Keber-ADA-an dan ADA-an Allah dipangang dan dicoba dimengerti dengan sudut pandang dan kajian manusiainilah yang membuat semakin manusia tidak sampai kepada apa yang hendak di ketahui. Manusia sebatas belajar dari kitab-kitab yang merupakan pengalaman adikodrati manusia. Mencoba menelitinya, namun kemampuan ilmu dan uji yang ada terbatas pada manusiawi dan fisik semata.
Lalu apa peran teologi/filsafat ketuhanan, dalam menanggapi ini. Demikianlah kajian mengenai ada dan pengada serta cara berada dari setiap hal yang coba ditelaah oleh metafisik/ontologi membukakan mata manusia bahwa semuanya itu hanya menyenggol atau hampir menyentuh ADA-an utama dan pertama yakni “ALLAH” yang dalam filsafat ketuhannan sebagai pencipta dan peng-ada yang pertama, utama, awal dan akhir.
Pemikiran manusia yang dengan pengetahuan kemanusiawiannya mencoba mengalami apa itu Allah. Ketika orang hendak mengalami satu gagasan atau peristiwa ia coba terlebur didalamnya dan mengalaminya. Hal ini dialami ketika orang masuk kepada reflesi yang mendalam untuk sampai kepada kontemplasi.
Kontemplasi adalah keadaan kepenuhan kemanusiawian dan keilahian dari situasi manusiawi kepada kazanah adikodrati yang teraktifkan dalam keterjagaan manusia yang dalam samadinya yang merenung dan berefleksi akan suatu pengalaman hidup manusiawi dari kacamata rohani mengenai kehidupan sehari-hari akan semua hal dan mengarahkannya sebagai “pengalaman akan Allah.” Manusia sampai kepada paham akan Allah ketika ia telah mengkontemplasikan iman dan pengalaman jasmani serta rohaninya kepada dan kedalam “pengalaman akan Allah.” Manusia sampai kepada pemahaman akan Allah hanya kerena Allah, yakni lewat pengalaman kontemplasi yang mendalam. Kontemplasi yang mendalam ini pulalah yang akan dialami ketika hal itu diaktifkan oleh manusia namun terberkati oleh Allah, sebagai penga-ADA itu sendiri. Dari pengalaman kontemplasi ini manusia sampai kepada ke-bersehadap-an dan ke-berse-roh-an antara manuisa yang di-ada-kan dengan peng-ADA mutlak, yang dari padanya manuisa menemukan pengetahuan kebenaran tentang ketuhanan dan dari pengetahuan ini ia mengalami dalam hidupnya yakni pengalaman akan Allah. Karena daya kontemplasi terdalam dan tertinggi adalah daya dan pengetahuan kebenaran tertinggi dan terdalam akan awal dari segala dan semuanya yakni ADA akan terjadi ketika ADA-an itu yang meng-ada-kannya pada manusia itu.
Kontemplasi ditopang oleh pemahaman dan pengetahuan tentang Allah. Pemahaman dan pengetahuan ini di-jiwa-i oleh iman dan di-roh-i oleh karunia yang berasal dari ADA. Semuanya ini menjadi pembelajaran yang mendalam dan tak akan pernah habis dari filsafat ketuhanan/teologi, yang hendak berbicara tentang Tuhan sebagai ada dan pengada yang pertama dan utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar