Sabtu, 17 November 2018

BUDAYA: MEMAKNAI TONGGO-TONGGO, GONDANG, TOR-TOR DAN ULOS SEBAGAI DOA DALAM TERMINOLOGI KEBUDAYAAN BATAK TOBA



MEMAKNAI
TONGGO-TONGGO, GONDANG, TOR-TOR DAN ULOS SEBAGAI DOA DALAM TERMINOLOGI KEBUDAYAAN BATAK TOBA

Deskripsi:

Dalam kebudayaan Batak Toba tonggo-tonggo, gondang, tor-tor dan ulos merupakan elemen fundamen dalam nilai hidup spiritual masyaraat Batak Toba itu sendiri. Keempatnya selalu ada dalam nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan Batak Toba.
Namun dalam pembahasan kali ini kita bukan mau membahas satu persatu makna dan penjabaran yang saling terpisah untuk mencari pemahaman tunggal dari masing-masing elemen tersebut. Kita mencoba memahami arti, makna, nilai filosopis dan esensi terdalam yang terkandung di dalam keempat elemen ini. Selain itu kita mencoba melihat keterikatan yang membentuk keterkaitan  makna yang saling membangun dan menghidupkan nilai baru dari spiritual masyarakat Batak Toba.
Keempat elemen ini merupakan suatu bentuk kesalingterkaitan antara yang satu dengan yang lain sehingga membangun suatu tangga transformasi nilai kemanusiaan diangkat kepada nilai spiritual dan ilahi. Dalam penjabaran ini kita mencoba melihat makna yang terdalam dari setiap elemen dan bagaimana setiap elemen saling memiliki hubungan yang membangun sehingga membentuk suatu nilai spiritual manusia batak, yang mengarahkan dirinya dari kemanusiaannya sampai kepada keadaan bersehadap dengan Debata Mulajadi Nabolon (Allah)

Pandangan Kosmologi Batak

Kosmologi batak dibagi menjadi 3 bagian yakni: Dunia atas (Banua Ginjang), Dunia tengah
(Banua Tongah) dan Dunia bawah (Banua Toru).
Di bawah ini akan dideskripsikan apa itu ke 3 kosmologi batak dan siapa yang bermukim di
dalamnya dan apa tugas mereka.
Dunia Atas (Banua Gingjang)
Dunia atas berada di langit ke-7,didiami oleh Debata Mulajadi Nabolon yang adalah
Tuhannya orang batak. Diyakini memiliki sifat yang Imanen dan Transenden.  Dia
Transenden karena pribadinya yang kekal (Ompung). Dia Imanen dilihat dari berbagai
pengalaman hidup yang tercermin dalam kekudusan.
Di dunia atas tinggal juga Debata yang tiga yakni : Batara guru, Batara Soripada dan
Mangala Bulan.
Batara Guru => Sebuah refleksi dan personafikasi dari pembuat penciptanya (Debata Mulajadi Nabolon) yang ditugaskan untuk menemukan adat dan menanyakan hukum.
Batara Soripada=>Sebuah refleksi dan personafikasi dari Mulajadi na bolon yang ditugaskan
untuk menjamin kebutuhan orang batak dan dan melindungi segenap ciptaan dari bahaya.
Mangalabulan=>Sebuah refleksi dan personafikasi dari mulajadi na bolon yang ditugaskan
untuk memberi rakyat panjang umur, kekayaan. Tetapi acapkali ia menjadi sumber peperangan
dan permusuhan.ia menjadi simbol pengadilan dari Mulajadi Nabolon.
Ada juga penghuni dunia atas yakni Debata Asiasi ( Dewa Berbelaskasih). Tak
hanya itu ada juga penghuni dunia atas yang menjadi pesuruh Debata Mulajadi Nabolon yakni si
Raja Idarati yang berbentuk burung layang-layang yang ditugaskan untuk menyampaikan
pesan kepada Debata Mulajadi Nabolon.
Dunia Tengah (Banua Tongah)
Duniatengah diciptakan oleh  Debata Mulajadi Nabolon dengan pertolongan si Boru Daek
Parujar. Dunia tengah menjadi tempat bermukimnya orang batak atau yang dekenal dengan
bumi. Orang batak pertama di dunia tengah berasal dari perkawanin Si Boru Daek parujar
dengan raja Odapodap. Dari perkawinan itu lahirlah orang batak pertama yakni raja
Ihatmanisia dan Boru Itammanisia.
Masih ada lagi penghuni lain yang bermukim di dunia tengah yakni Si Baso Nabolon/Si Loan na Bolon. Si Loan Nabolon adalah nenek moyang yang hidup bersama manusia.

Dunia Bawah (Banua Toru)
Dunia bawah adalah dunia paling bawah dan yang terakhir, tempat para setan-setan
dan Naga Padoha, mereka ini adalah personafikasi dari kekuatan jahat. Ada juga
penghuni yang lain yakni: seekor kura-kura yang ditugaskan membawa bumi di
punggungnya. Tetapi di pihak lain dunia bawah menjadi penyeimbang dengan Debata Mulajadi
Nabolon,karena keberadaannya kekal.

Demikianlah gambaran kosmologi Batak Toba yang memiliki sarat makda dalam budaya, adat dan kehidupan sehari hari.
Sekarang kita mencoba melihat arti sekilas tentang masing-masing elemen yang akan kita bicarakan, sebelum kita menarik benang merah untuk memaknai keempat elemen ini dalam tatanan budaya Batak Toba.

Tonggo-Tonggo
Tonggo-tonggo adalah litani penyebutan keberadaan Debata, para penguasa Banua dan segala hal ikwal kehadiran dan karya ilahi darai Debata dan kekuatan magis kosmologi yang dihadirkan dalam doa yang tersruktur dalam susunannya dan dapat dikatakan selalu baku dalam penyebutannya mulai dari awal hingga akhir. Tonggo-tonggo merupakan doa sakral yang dipanjatkan kepada Debata. Yang mana dalam kepercayaan dan pemahaman Batak Toba tonggo disampaikan oleh pemimpin doa (Datu Partonggo), yang mengambil peran penyampai doa dan meminta agar doa-doa yang ia panjatkan kiranya dibawa sampai ke Banua Atas, ke hadapan Debata Mulajadi Nabolon (Allah).

Salah satu contoh tonggo-tonggo:

Ale Ompung Mulajadi Nabolon,
sitompa hasiangan, sigomgom parluhutan,
silehon aek na tio, asa tangkas na di banua.
Ho do na jumadihon hau umbahen na ginjang,
na tumompa dolok umbahen na timbo.
Pangalapis do ho sian toru,
pardingding sian lambung,
panaongi sian ginjang.
Ho do haroroan ni sangap,
ho do haroroan ni badia,
parsangapi ma hami, parbadiai.
Ho do haroroan ni hagaben dohot hamoraon,
tantan hami laho gabe,
tatea hami laho mamora.
Hutonggo hami ma ho, Ompung Mulajadi,
ndang tumonggo mangan, ndang tumonggo minum,
tumonggo panggabean do,
tumonggo parhorason.
Adong pinsang ni mata, adong humor ni roha,
Hurang gabe hami, hurang mora,
hurang do hami di habisuhon,
hurang di pangkataion,
tuturi ma hami, tungkoli, ajari jala bohali.
Baha ni ompunami do baha raja,
paisoranghon ma di hami harajaon, tamba ni naung adong.
Baha ni ompu nami do baha na begu,
paisoranghon ma di hami habeguon, tamba ni naung adong.
Baha ni ompu nami do baha datu,
paisoranghon ma di hami hadatuon, tamba ni naung adong.
Baha ni ompunami do baha pande tungkang,
pangimbalo pande suhul, pangarapat pande sarung,
pangarompu pande harpe.
Sorang ma i bahen di hami, pomparan ni anak dohot pomparan ni boru.
Porda marungrung mulak ma tu songkirna,
horbo manurun mulak ma tu barana.
Sinok ma ogung di sangkena,
hot ma pinggan di rangkena.
Unang munsat talitali sian simanjujung,
unang mumpat tanduk sian ulu ni horbo.
Pahot ma i di hami.
Ompung Mulajadi Na Bolon,
na mian di ginjang ni ginjang,
di langit ni langit, di ombun ni ombun,
di ombun na pitu tindi, di langit na pitu lapis.
Ho do haroro ni hasongtion, haroro ni sahala,
patektekhon di hami hasongtionmi, parsahalai ma hami.
Diparsahalai ho do ompunami na parjolo i,
ompunami Raja Isumbaon, ompunami Tuan Sorimangaraja,
Sahat rodi ompunami raja i, Singamangaraja,
singa ni adat, singa ni uhum,
singa na so mangalompoi, singa na so halompoan.
Asa manuturi huhut manotari,
di bangso Batak na tinompami.
Susunan penyampaian tonggo-tonggo bisa dikatakan hampir baku dan terstruktur. Tonggo yang di panjatkan di sesuaikan dengan keadaan ritual apa yang sedang dilaksanakan. Namun harus disadari dengan benar, tonggo-tonggo diarahkan hanya kepada Debata dan berisikan pujian dan permohonan yang terarah kepada Debata

Gondang
Menurut tradisi Batak, gondang dapat diartikan sebagai seperangkat alat musik, ansambel musik, sekaligus komposisi lagu. Umumnya dimainkan untuk mengiringi tari manortor.
Ada dua jenis gondang, yang terbagi berdasarkan ansambelnya, yaitu gondang sabangunan, biasanya dimainkan di halaman rumah; dan gondang hasapi, biasanya dimainkan dalam rumah. Nada yang dipakai dalam dua musik gondang itu tak berbeda.
Gondang sabangunan terdiri dari sarune bolon (alat musik tiup), taganing (5 kendang yang punya peran melodis), gordang (kendang besar penentu ritme), 3-4 gong yang disebut ogung (pembentuk ritme konstan), dan hesek (perkusi, biasanya kayu atau botol yang dipukul). Gondang hasapi terdiri dari hasapi ende (sejenis gitar kecil 2 senar), garantung (gambang kayu), sulim (suling bambu berselaput kertas getar), sarune etek (sejenis klarinet), dan hesek.
Salah satu komponen penting, dalam setiap upacara budaya Batak Toba adalah membunyikan gondang. Gondang ini wajib dibunyikan pada acara keagamaan berlangsung. (hal 313 pada buku agama malim di tanah Batak karya Ibrahim Gultom)
            Membunyikan gendang dalam upacara agama bukan hanya sekedar pelengkap saja. melainkan berfungsi sebagai perantara sekaligus menyuarakan hati seseorang selama upacara itu berlangsung. Penain gondang lebih tepatnya disebut Batara Guru Humundul (mereka adalah transformasi dari Debata Batara Guru yang menyampaikan segala tonggo/doa kepada Debata Mulajadi Nabolon).
Fungsi gondang dalam upacara agama bukanlah hanya sekedar memukul gendang yang menghasilkan bunyi-bunyian yang merdu, melainkan memiliki lebih dari itu, yakni, menyampaikan alu-alu (pengaduan) dan manurirang (menyuarakan) apa yang ada dalam hati peserta upacara. Oleh karena itu bunyi gondang akan selalu disesuaikan dengan keadaan atau situasi upacara. Maka gondang dianggap sebagai doa (pengungkapan perasaan atau panyampaian permohonan) kepada Debata Mulajadi Nabolon. Itu sebabnya gondang selalu ambil peranan penting dalam upacara keagamaan dalam budaya Batak Toba.


Tor-tor
Tortor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang. Secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dari gerakan-gerakannya menunjukkan tortor adalah sebuah media komunikasi, di mana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara.
Tortor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan. Sebelum acara dilakukan terbuka terlebih dahulu tuan rumah (Hasuhutan) melakukan acara khusus yang dinamakan Tua ni Gondang, sehingga berkat dari gondang sabangunan.
Tarian budaya Batak Toba, yang dilaksanakan dalam acara adat dan ritual. Orang boleh manortor jika gondang sudah dipalu.

Secara garis besar, terdapat empat gerakan dalam tortor. Pertama adalah Pangurdot, gerakan yang dilakukan kaki, tumit sampai bahu. Kedua adalah Pangeal, merupakan gerakan yang dilakukan pinggang, tulang punggung sampai bahu/sasap. Ketiga adalah Pandenggal, yakni gerakan tangan, telapak tangan dan jari-jarinya. Gerakan keempat adalah Siangkupna yakni menggerakan bagian leher.

Ulos
Ulos adalah sesenis kain tenun Batak yang di tenun dari benang yang dihasilkan dari kapas dan diberi warna alami sesuai dengan tujuan ulos dibuat sampai membentuk suatu kain yang akan di fungsikan dalam acara adat dan kehidupan sehari-hari. Ulos bukan hanya sekedar kain tenun biasa yang dihasilkan sebagai kain namun ulos memiliki nilai sebagai mediator untuk memberikan berkat (jika ulos di serahkan/diulosson kepada orang lain). Namun ulos juga sebagai kain/pakaian sacral yang dipakai saat acara adat atau manortor. Ulos mengambil peran sebagai penyelimut badani manusiawi untuk memasuki acara spiritual.
 “mangulosi” artinya  memberi ulos. Sebuah umpasa batak berbunyi demikian : ijuk pangihut ni hodong, ulos pangihut ni holong. Yang artinya ijuk pengikat pelepah dan ulos pengikat kasih sayang.
Dalam adat istiadat suku bangsa Batak khususnya batak toba ada istilah “mangulosi” yang artinya ialah memberi ulos kepada seseorang dan yang diberi ulos tidak boleh yang berada di atas kita. Pemberian ulos tentu ada maknanya yaitu : Darah, Napas, dan Panas.mengenai arti darah dan napas, sejak dahulu orang batak memiliki keyakainan bahwa itu adalah pembarian dari Tuhan yang “gratis” dan tak butuh perjuangan untuk memperolehnya. Tetapi panas, menurut orang batak, panas yang dari matahari saja tidaklah cukup. Hal itu karena orang batak pada zaman dulu hidup di dataran tinggi dan terkesan dingin sehingga membutuhkan sesuatu untuk memanaskannya. Dan menurut pemikiran orang batak sumber panas ada tiga, yaitu :matahari, api, dan “ulos”.

Kerangka Pemikiran Pembentuk Struktur Nilai-Nilai Spiritual
Dalam pemahaman yang baik kita akan mengingat patron pemahaman yang menghubungkan keempat elemen tersebut yakni; “Gondang akan dipalu ketika Datu Partonggo Mengatakan “Alu-aluhon hamu ma tonggo nami on, ale Batara Humundul tu Debata Mulajadi Nabolon… (sampaikan kalianlah dao-doa kami ini, hai Batara Humundul kepada Debata Mulajadi Nabolon…) tanda sebagai penyeruan agar doa-doa disampaikan lewat gondang yang dipalu, untuk menhantarkan semua tonggo-tonggo itu kehadapan Debata Mulajadi Nabolon. Ketika gondang dipalu, maka manusia dalam gerak tubuhnya yang adalah tanda kepenuhan dirinya sebagai manusiawi menghadap Debata, dalam menyampaikan tonggo-tonggonya diikutsertakannya gerak tubuhnya sebagai bentuk kepenuhan dan keutuhan manusiawinya masuk kedalam suatu ritual spiritual yang mengarahkan dan menaikan dirinya sampai kepada transfigurasi menghadap Debata membawa tonggo-tonggonya dan juga dirinya ke hadapan Debata.
Demikianlah acara ritual dalam penyampaian tonggo, pemaluan gondang dan manortor yang adalah keadaan sakral dan hening, di mana manusia yang dalam kemanusiawiannya di hadapkan pada perubahan pemasukan suatu ruang dimensi kesakralan dan rohani, manusia membutuhkan kelayakan dalam dirinya sebagai tanda kesiapan dan kelayakan dalam acara sakral ini yakni mengenakan ulos. Ulos sebagai pakaian sakral dan suci, yang dipakai seorang manusia yang menghadap kepada Debata menyampaikan tonggo-tonggo dan dirinya dalam gerak tubuh dan alunan musiak yang sakral.”

Makna Dalam Arti Yang Sebenarnya
Maka dalam arti yang sebenarnya:
1.      Tonggo-tonggo adalah doa yang dipanjatkan kepada Debata Mulajadi Nabolon
2.      Gondang adalah alat music sebagai mediator penyampai tonggo-tonggo kepada Debata Mulajadi Nabolon
3.      Tor-tor adalah tarian/gerak tubuh yang karana alunan gondang tercerapkan untuk begerak dalam gerak yang santun untuk menyembah kepada Debata Mulajadi Nabolondyang mencari pencitraan dari tonggo-tonggo yang disampaikan.
4.      Ulos adalah kain yang dibalutkan pada tubuh sebagai bentuk kesediaan/ kesiapan dan kelayakan dirinya memasuki suatu acara sakral dan spiritual. Dimana diri kemanusiawiannya akan ambil bagian dalam upacara suci untuk menyampaikan tonggo-tonggo kepada Debata.


Nilai-Nilai Teologi Tradisional
Nilai-nilai teologis yang hadir dalam keempat elemen ini adalah keempatnya diarahkan pada satu tujuan yakni Debata Mulajadi Nabolon (Allah) dan keempatnya adalah” Doa”. Doa yang dalam artu lebih dalam lagi yakni keempat elemen ini saling berdiri dan membangun menjadi satu kesatuan yang takboleh terpiusahkan yang mengangkat tonggo-tonggo ke hadapan Debata Mulajadi Nabolon yang dalamnya terkandung nilai kemanusiawian diikutsertakan sepenuhnya dan diangkat pada suatu acara dimensi spiritual terdalam yakni menghadap Debata yang adalah suatu Daya Kuasa Ilahi Yang Teramat Agung


Kesimpulan
Maka dari itu kita dapat simpulkan bahwa ketika orang batak melakukan suatu acara ritual kebudayaan yang sakral, mereka memakai segala atribut dan kelengkapan yang penuh dalam upacara sakral tersebut dalam tonggo-tonggo, dalam gondang, dalam tor-tor dan dalam ulos terasukilah suatu roh yang saling mengait dan saling menghidupi yakni DOA YANG DIARAHKAN KEPADA DEBATA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar