Menuju Etos
Kerja Yang Bagaimana?
A.
Etos kerja.
Apa yang dimaksudkan dengan Etos Kerja?
Etos Kerja terbentuk dari dua kata yakni
etos dan kerja. Etos berasal dari bahasa Yunani yang bermakna tempat hidup,
kemudian istilah tersebut berkembang menjadi ethikos yang bermakna teori
kehidupan atau etika. Sedangkan kerja bisa di maknai sebagai aktivitas yang
bermakna teori kehidupan yang melibatkan fisik dan pikiran. Jadi etos kerja
bisa diartikan secara harafiah sebagai suatu etika atau prilaku positif dalam
melakukan setiap kegiatan atau aktifitas yang melibatkan fisik dan pikiran. Secara
umum, etos kerja merupakansemua kebiasaan baik (disiplin, jujur, tanggung
jawab, tekun, sabar, dll) yang berdasar pada etika yang harus dilakukan di
tempat kerja. Jika tidak memiliki etos kerja seperti yang disebutkan di atas,
karyawan tak akan mampu meningkatkan produktifitas perusahaannyasesuai target
yang direncanakan.
Dalam hal inilah kita mencoba melihat
arti dari etos kerja menurut para ahli G. W. F. Hegel, Karl Marx dan Max Weber.
Etos kerja menurut cara pandang mereka yang memberikan defenisi yang berbeda
pastinya menjadi jalan untuk melihat etos kerja bagi masyarakat indonesi
terkhusus masyarakat Batak Toba.
Apa Etos Kerja menurut pandangan budaya
orang Batak Toba?
B.
Pandangan Para Ahli Tentang Etos Kerja.
1.
DIALEKTIKA
PEKERJAAN MENURUT G.W.F. HEGEL.
Hegel berpendapat bahwa adanya suatu
keadaan atau konfrontasi antara hidup dan mati anatara dua inividu. Konfrontasi
itu berakibat kemenengan disalah satu pihak. Maka pihak yang kalah menyerah dan
takut sehingga ia menjadi pesuruh ‘budak’
dari sang pemenang ‘tuan’.
Sang tuan memperkerjakan si budak agar
ia mengubah alam sesuai dengan apa yang dibutuhkan tuannya. Karena konfrontasi
sebelumnya si budak mengikuti apa kemauan si tuan dan menjadi sebuah
ketergantungan. Dengan bekerja, ia mengembangkan kemampuannya untuk menjinakkan
alam sesuai dengan kebutuhan. Dan sebaliknya, sang tuan menjadi tergantung akan
kemampuan pada budaknya karena ia dapat memperoleh hidup dari apa yang dapat
dikerjakan oleh budaknya. Maka sang tuan menjadi budak dan budak menjadi tuan.
Hegel memandang nilai suatu pekerjaan
hanya dari sudut pandang tuan dan buruh. Hegel melihat bahwa adanya hubungan
ketergantungan antara dua kelompok manusia. Hegel memperlihatkan bahwa bisa
saja kekuasaan politik berada dalam tangan suatu kelas yang dalam pemenuhan
kebutuhnanya justru tergantung dari mereka yang dikuasainya. Ketergantuangan
antara tuan dan budak menunjukan ketergantungan nilai ekonomis dan kehidupan
vital yang diikatkan melalui pekerjaan. Jelas tuan sangan membutuhkan budak
melalui pekerjaannya; hanya kalau budak bekerja dengan baik, tuan bisa hidup.
2.
PEDAPAT KARL
MARX TENTANG PEKERJAAN.
Karl marx menerjemahkan dialektika hegel
kedalam realitas politik. Kekuasaan politik berada dalam suatu kelas yang
pemenuhan kebutuhannya tergantung dari apa yang dikuasai. Ketergantungan
politik yang diciptakan melalui penindasan ada ketergantungan ekonomis yang diikatkan
melalui pekerjaan. Maka semakin jelaslah bahwa sang tuan mempunyai peran vital
akan kelangsungan si budak, dalam etos pekerjaannya: hanya kalau budak bekerja
dengan baik, tuan bisa hidup!
Menurut
Hegel ada proses perubahan antara kedudukan sebagai tuan dan budak. Perubahn
itu terjadi ketika si budak menyadari bahwa dia ternyata mampu menguasai dunia
dan bertahan hidup. Sedangkan tuannya ternyata hanya mampu bertahan hidup
hanya dari hasil pekerjaan si budak.
Berbeda dengan Marx, dia langsung memasukkannya
ke dalam ranah realitas politik: sejarah percaya akan menghasilkan revolusi
sosialis di mana kaum pekerja akan menggulingkan kaum majikan. Namun dia
ternyata mau mengungkapkan bahwa di dalam hubungan keduanya terdapat hubungan saling kerterkaitan dan
ketergantungan antara si budak dan si tuan.
3.
Teori Max Weber: Hubungan antara Agama dan Etos kerja.
Agama merupakan sistem sosial yang sudah
terlembaga dalam setiap masyarakat. Secara mendasar agama menjadi norma yang
mengikat dalam keseharian dan menjadi pedoman dari sebagian konsep ideal.
Ajaran-ajaran agama yang telah dipahami dapat menjadi pendorong kehidupan
individu sebagai acuan dalam berinteraksi kepada Tuhan, sesama manusia maupun
alam sekitarnya. Ajaran itu bisa diterapkan dalam mendorong perilaku ekonomi,
sosial dan budaya dalam memandang nilai dari Etos Kerja.
Agama dan etos kerja memang memiliki
wilayah yang berbeda. Agama bergerak dalam dimensi ritual, sedang bekerja atau
usaha adalah berdimensi duniawi untuk mencari nafkah hidup. Namun, pada wilayah
yang lain, agama dan etos kerja memiliki relevansi yang cukup signifikan
sebagai salah satu motivasi spiritual menuju tambahan nilai kebaikan dan amal
bagi keluarga dan orang lain.
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran
agama sangat berpengaruh bagi perkembangan aspek material (kehidupan di dunia
ini), baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Atau dengan kata lain, ada
hubungan yang sangat signifikan antara kemajuan dalam bidang pemikiran
(immaterial) dan kemajuan dalam bidang material.
C.
Nilai-Nilai Etos Kerja
Nilai yang dihadirkan Hegel atas Etos Kerja yang ia
gambarkan antara tuan dan budak yang member nilai pembatasan, kuasa,
pemerasan/perendahan harkat dari buru dan yang tak kalah ekstrim pandangan akan
rasa sangat ketergantungan budak pada tuannya, tanpa memandang ada unsure lain
di balik tindakan buruh yang bersandar pada tuannya dan ada nilai ‘butuh’ juga
tuan pada budaknya.
Sedangkan Marx member pandangan akan nilai lebih dari
Etos Kerja yakni bahwa segala harta benda kebudayaan, seluruh kekayaan umat
manusia, akhirnya harus kembali kepada pekerjaan jasmani dianggap sebagai
satu-satunya faktor yang menciptakan nilai tukar ekonomis.
Suatu gambaran penghisapan bagi buruh oleh tuannya yang
digambarkan oleh Hegel di telaah oleh Karl Marx yang beranggapan bahwa
pekerjaan itu sebenarnya dapat mengembangkan, memperkaya dan membenarkan
kepribadian manusia, malah mempersempit, mempermiskin dan mennghina dia. Si
buruh tidak bekerja karena ia berminat akan pekerjaannya itu melainkan karena
paksaan. Gambaran ini yang coba kita telaah.
Maka apa ideal dari Etos Kerja itu?
Dengan kata ‘etos’ yang dimaksud sikap kehendak. Etos
dalam hal ini misalnya sikap yang dikehendaki seseorang terhadap kegiatan
ilmiahnya; atau bagaimana ia menentukan sikapnya sendiri terhadapnya.
Sikap-sikap yang perlu dikembangkan dalam Etos Kerja
yakni: efisiensi, kerajinan, sikap tepat pada waktunya, kesederhanaan,
kejujuran seratus persen, sikap mengikuti rasio dalam mengambil keputusan dan
tindakan, kesediaan untuk berubah, kegesitan dalam mempergunakan kesempatan-kesempatan
yang muncul, sikap bekerja secara energetis, sikap bersandar pada kekuatan
sendiri, sikap mau bekerja sama, kesediaan yang memandang jauh kedepan.
Unsur-unsur keutamaan dalam Etos Kerja: sikap adil
terhadap sesama; keseimbangan antara hak dan kewajiban; menghormati hak-hak
orang lain; suka member pertolongan pada orang lain dengan tujuan agar orang
yang ditolong dapat berdiri sendiri; memakai miliknya tidak untuk memeras,
untuk diboroskan, untuk hidup bergaya mewah; bekerja keras dan menghargai hasil
karya orang lain.
Nilai-nilai dan unsure keutamaan ini dapat member
gambaran nilai terdalam deri arti yang didefenisikan tantang Etos Kerja itu
sendiri.
D. Pandang Para Ahli Tentang
Etos Kerja Asli Indonesia
Etos Kerja Indonesia yang dipandang kurang baik oleh para
ahli karena pandangan atas social-ekonomi objektif dalam masyarakat, serta
pandangan yang beranggapan bahwa mentalitas masyarakat yang kurang cocok untuk
pembangunan.
Pandangan yang memberi penganggapan bahwa rakyat tidak
mempunyai etos kerja yang tidak memuaskan dianggap karana dua hal, yakni;
pertama pengaruh pemerintahan colonial dulu yang secara sistematis memerosotkan
tanggung jawab social nyata kaum elit Indonesia dengan sekaligus
mempertahankan, bahkan menaikan status mereka, dan kedua pengaruh koruptif dari
etos kemajuan yakni; kemungkinan untuk mencapai taraf hidup yang sangat
memuaskan tanpa perlu bekerja keras.
Namun perlu disadari bahwa pekerjaan dipandang oleh
manusia Indonesia dalam kesatuan dengan perayaan pesta dan ritus keagamaan. Hal
ini tidak harus dipandang dari satu sisi semata. Namun apa yang mau di tunjukan
bahwa semua hal bagi manusia Indonesia tantang hidup, pekerjaan, dan menghidupi
kehidupan itu harus selaras antara Pencipta, manusia dan alam. Sepertiyang
diungkapkan oleh Mx Weber di atas. Selain itu harus disadari bahwa manusia
Indonesia tidak membiarkan kemanusiawiannya dirampas oleh suatu keadaan yang
sangat jorok dan penuh kegelisahan.
Demikianlah halnya bahwa para ahli mencoba member
pandangan tentang Etos Kerja manusia Indonesia. Kiranya menusia Indonesia sudah
memiliki dasar-dasara untuk mengembangkan sikap-sikap kerja yang tidak hanya
menghasilkan sebanyak-banyaknya, melainkan sungguh-sungguh manusiawi.
E.
Etos Kerja Dalam Budaya Batak Toba.
Etos
Kerja bagi masyarakat Toba. Dalam hal ini kita harus melihat sudut pandang
masyarakat Batak Toba melihat, memikir dan melaksanakan kehidupan harian
meraka. Sebagai masyarakat yang kental dengan adat istiadatnya, kehidupan
keseharian pun di pengaruhi nilai-nilai adat tersebut. Dalam hal ini harus kita
sadarai bahwa nilai-nilai kehidupan dari salah satu kebudayaan atau adat
setampat, jangan hanya dipandang dalam kacamata kehidupan modern, karena
nilai-nilai luhur kehidupan dari satu kebudayaan yang didasarkan pada adat
istiadat terletak pada falsapah nilai filosofisnya. Nilai filosofis inilah yang
perlu kita lihat dan mengerti apa Etos kerja dari masyarakat Batak umumnya yang
coba kita cari tahu dari kehidupan dan pola kerja manusia Batak Toba pada masa
yang lalu. Yang dalam pandangan para ahli masih belum memuaskan.
Hegel
yang memandang etos kerja masyarakat Indonesia pada umumnya maih sangat kurang.
Yang mana Hegel hanya melihat dari sudut pandang bahwa seluruh pekerjaan
masyarakat dulu dihayati sebagai tindakan yang berdimensi religious dan
disertai pelbagai perayaan/ritual.
Dalam
hal ini kami beranggapan bahwa Hegel terlalu gampang member kesimpulan umum
yang tidak melihat secara mendalam bahwa nilai kerja bukan semata ritual dan
dimensi religious. Mari kita lihat beberapa contoh yang menunjukkan Etos Kerja
masyarakat.
1.
Dalam bercocok tanam.
Dalam budaya Batak Toba ada kegiatan bercocok
tanam. Sebelum turun ke sawah diadakan acara dan ritual untuk memulai kegiatan
menanam padi.
Memang acara ritual diadakan namun yang lebih
dalam dari ritual bahwa ada nilai kerjasama/gotong royong. Dalam memulai
menanam padi, mereka bekerja sama.
Telah menjadi suatu kebiasaan saat turun ke
sawah untuk menanam padi mereka yang satu kampong saling bergantian membantu
menanam padi. Jika hari ini seluruh warga bekerja membantu menanam padi di
sawah si A, maka seluruhnya bekerja di sawah si A, karena nilai gotong royong,
kebersamaan, lebih mempercepat penyelesaian penanaman padi, tidak ada
pengukuran upah, melainkan saling membantu. Namuun dalam hal ini si A
menyediakan makan dan minum yang menunjukan kebersamaan. Dan yang paling
penting, keesokan harinya jika sawah si A telah selesai, ia harus ikut membantu
di sawah si B dan selanjutnya sampai seluruhnya bergiliran menyelesaikan seluruh
sawah dari warga tersebut.
Di sini etos kerja tidak dipandang sebagai
ritual semata, namun ada nilai yang lebih mendalam yakni saling membantu/gotong
royong dan upah bukan dipandang harus dalam materi namum dengan saling
bergantian membantu menanam padi sampai seluruh warga seluruhnya (upah beralih
nilai kepada saling tolong)
2.
Membangun rumah
Dalam kebiasaan masyarakat Batak Toba, saat
hendakm membangun rumah memang sarat dengan ritual dan upacara. Namun dari
sudut pandang yang lain, ketika rumah akan di bangun, semua elemen kampung harus
ikut serta mulai dari gotong-royong menyiapkan lahan, mengambil bahan kayu
kehutan dan mengangkatnya sampai diolah menjadi bahan untuk membangun. Para
perempuan/ibu menyiapkan segala keperluan pangan bersama.
3.
Kedudukan wanita dan pria dalam budaya Batak Toba
Dalam kebudayaan Batak Toba, kedudukan
laki-laki adalah sebagi kepala keluarga yang menentukan arah kemana dan
bagaimana kehidupan keluarga itu dan juga mencari nafkah demi memenuhi
kebutuhan keluarga. Dan dalam budaya Batak Toba, Pria memiliki hak dan
kedudukan yang lebih tinggi. Hal itu tampak jelas dalam kehidupan sehari-hari,
dalam acara pesta, pewarisan marga melalui laki-laki (patrilinear), isteri
melayani suami dan pada zaman dahulu yang berhak untuk bersekolah hanyalah
pihak laki-laki.
Sedangkan kedudukan wanita adalah bekerja di
dapur, mengurus anak dan melayani suami. Wanita juga tidak berhak untuk
menentukan pekerjaannya karena sudah jelas bahwa dia sudah mendapat tugasnya di
rumahnya ketika dia menikah nantinya.
4.
Posisi ketika seseorang menjadi hula-hula dan boru
Dalam budaya Batak Toba ada kalanya seseorang
menjadi Hula-hula, dongan tubu dan
ada kalanya dia menjadi Boru.
Ketiganya adalah satu kesatuan kedudukan yang dimiliki oleh setiap orang dalam
budaya Batak Toba.
Ketika seseorang menjadi Hula-hula maka dia akan mendapat penghormatan atau diperlakukan
dengan hormat oleh borunya. Dan
ketika dia menjadi Boru maka dia harus
melakukan hal serupa seperti yang dilakukan Borunya
terhadapnya. Namun perlu diketahui bahwa seseorang yang menjadi Boru terhadap seseorang tidak akan
pernah menjadi Hula-hula pada orang
yang sama pula. Pihak isteri adalah yang selau menjadi pihak Hula-hula. Sedangkan pihak laki-laki
adalah pihak Boru.
Namun demikian, dalam budaya Batak Toba
selalu ada sikap memberi yang terbaik ketika dia menjadi boru di satu pihak. Hal itu bukan karena dia mengharapkan imbalan
dari orang yang sama yaitu Hula-hulanya.
Tetapi ada hukum moral yang tertanam dalan hatinya sehingga setiap orang akan
melakukan hal yang terbaik, maka setiap orang juga akan mendapat pelayanan dan
perlakuan yang terbaik pula.
Jadi, etos kerja yang tampak dalam budaya
Batak Toba bukan sekedar aturan hidup bersama semata, melainkan juga adanya
sikap untuk menghidupinya karena kesadaran akan posisinya sebagai wanita dan
laki-laki, sebagi boru dan Hula-hula.
Etos
Kerja Yang Bernilai Negatif menjadi positif
Ada
beberapa dari etos kerja di kalangan masyarakat Batak Toba yang bernilai
negatif yakni pandang rendah atas kedudukan fungsional perempuan hanya sebagai pengasuh anak, melayani suami
dan menyediakan makanan. Namun pada masa sekarang ini perempuan memiliki
kemampuan untuk lebih berkembang.
Kesimpulan.
Pandangan tentang
etos kerja yang diberikan para ahli menjadi bahan pembanding tentang arti dan
nilai dari etos kerja. Namun nilai danarti dari etos kerja tersebut harus
benar-benar di lihat dari banyak sisi agar kita tidak menarik kesimpulan yang
salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar