Sabtu, 17 November 2018

MORAL & ETIKA: MENUJU ETOS KERJA YANG BAGAIMANA?



Menuju Etos Kerja Yang Bagaimana?

A.   Etos kerja.

Apa yang dimaksudkan dengan Etos Kerja?
Etos Kerja terbentuk dari dua kata yakni etos dan kerja. Etos berasal dari bahasa Yunani yang bermakna tempat hidup, kemudian istilah tersebut berkembang menjadi ethikos yang bermakna teori kehidupan atau etika. Sedangkan kerja bisa di maknai sebagai aktivitas yang bermakna teori kehidupan yang melibatkan fisik dan pikiran. Jadi etos kerja bisa diartikan secara harafiah sebagai suatu etika atau prilaku positif dalam melakukan setiap kegiatan atau aktifitas yang melibatkan fisik dan pikiran. Secara umum, etos kerja merupakansemua kebiasaan baik (disiplin, jujur, tanggung jawab, tekun, sabar, dll) yang berdasar pada etika yang harus dilakukan di tempat kerja. Jika tidak memiliki etos kerja seperti yang disebutkan di atas, karyawan tak akan mampu meningkatkan produktifitas perusahaannyasesuai target yang direncanakan.
Dalam hal inilah kita mencoba melihat arti dari etos kerja menurut para ahli G. W. F. Hegel, Karl Marx dan Max Weber. Etos kerja menurut cara pandang mereka yang memberikan defenisi yang berbeda pastinya menjadi jalan untuk melihat etos kerja bagi masyarakat indonesi terkhusus masyarakat Batak Toba.
Apa Etos Kerja menurut pandangan budaya orang Batak Toba?

B.   Pandangan  Para Ahli Tentang Etos Kerja.

1.      DIALEKTIKA PEKERJAAN MENURUT G.W.F. HEGEL.

            Hegel berpendapat bahwa adanya suatu keadaan atau konfrontasi antara hidup dan mati anatara dua inividu. Konfrontasi itu berakibat kemenengan disalah satu pihak. Maka pihak yang kalah menyerah dan takut sehingga ia menjadi pesuruh ‘budak’ dari sang pemenang ‘tuan’.
Sang tuan memperkerjakan si budak agar ia mengubah alam sesuai dengan apa yang dibutuhkan tuannya. Karena konfrontasi sebelumnya si budak mengikuti apa kemauan si tuan dan menjadi sebuah ketergantungan. Dengan bekerja, ia mengembangkan kemampuannya untuk menjinakkan alam sesuai dengan kebutuhan. Dan sebaliknya, sang tuan menjadi tergantung akan kemampuan pada budaknya karena ia dapat memperoleh hidup dari apa yang dapat dikerjakan oleh budaknya. Maka sang tuan menjadi budak dan budak menjadi tuan.
Hegel memandang nilai suatu pekerjaan hanya dari sudut pandang tuan dan buruh. Hegel melihat bahwa adanya hubungan ketergantungan antara dua kelompok manusia. Hegel memperlihatkan bahwa bisa saja kekuasaan politik berada dalam tangan suatu kelas yang dalam pemenuhan kebutuhnanya justru tergantung dari mereka yang dikuasainya. Ketergantuangan antara tuan dan budak menunjukan ketergantungan nilai ekonomis dan kehidupan vital yang diikatkan melalui pekerjaan. Jelas tuan sangan membutuhkan budak melalui pekerjaannya; hanya kalau budak bekerja dengan baik, tuan bisa hidup.

2.      PEDAPAT KARL MARX TENTANG PEKERJAAN.

Karl marx menerjemahkan dialektika hegel kedalam realitas politik. Kekuasaan politik berada dalam suatu kelas yang pemenuhan kebutuhannya tergantung dari apa yang dikuasai. Ketergantungan politik yang diciptakan melalui penindasan ada ketergantungan ekonomis yang diikatkan melalui pekerjaan. Maka semakin jelaslah bahwa sang tuan mempunyai peran vital akan kelangsungan si budak, dalam etos pekerjaannya: hanya kalau budak bekerja dengan baik,  tuan bisa hidup!
Menurut Hegel ada proses perubahan antara kedudukan sebagai tuan dan budak. Perubahn itu terjadi ketika si budak menyadari bahwa dia ternyata mampu menguasai dunia dan bertahan hidup. Sedangkan tuannya ternyata hanya mampu bertahan hidup hanya  dari hasil pekerjaan si budak.
Berbeda dengan Marx, dia langsung memasukkannya ke dalam ranah realitas politik: sejarah percaya akan menghasilkan revolusi sosialis di mana kaum pekerja akan menggulingkan kaum majikan. Namun dia ternyata mau mengungkapkan bahwa di dalam hubungan keduanya terdapat  hubungan saling kerterkaitan dan ketergantungan antara si budak dan si tuan.

3.     Teori Max Weber: Hubungan antara Agama dan Etos kerja.

Agama merupakan sistem sosial yang sudah terlembaga dalam setiap masyarakat. Secara mendasar agama menjadi norma yang mengikat dalam keseharian dan menjadi pedoman dari sebagian konsep ideal. Ajaran-ajaran agama yang telah dipahami dapat menjadi pendorong kehidupan individu sebagai acuan dalam berinteraksi kepada Tuhan, sesama manusia maupun alam sekitarnya. Ajaran itu bisa diterapkan dalam mendorong perilaku ekonomi, sosial dan budaya dalam memandang nilai dari Etos Kerja.
Agama dan etos kerja memang memiliki wilayah yang berbeda. Agama bergerak dalam dimensi ritual, sedang bekerja atau usaha adalah berdimensi duniawi untuk mencari nafkah hidup. Namun, pada wilayah yang lain, agama dan etos kerja memiliki relevansi yang cukup signifikan sebagai salah satu motivasi spiritual menuju tambahan nilai kebaikan dan amal bagi keluarga dan orang lain.
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran agama sangat berpengaruh bagi perkembangan aspek material (kehidupan di dunia ini), baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Atau dengan kata lain, ada hubungan yang sangat signifikan antara kemajuan dalam bidang pemikiran (immaterial) dan kemajuan dalam bidang material. 

C.   Nilai-Nilai Etos Kerja

Nilai yang dihadirkan Hegel atas Etos Kerja yang ia gambarkan antara tuan dan budak yang member nilai pembatasan, kuasa, pemerasan/perendahan harkat dari buru dan yang tak kalah ekstrim pandangan akan rasa sangat ketergantungan budak pada tuannya, tanpa memandang ada unsure lain di balik tindakan buruh yang bersandar pada tuannya dan ada nilai ‘butuh’ juga tuan pada budaknya.
Sedangkan Marx member pandangan akan nilai lebih dari Etos Kerja yakni bahwa segala harta benda kebudayaan, seluruh kekayaan umat manusia, akhirnya harus kembali kepada pekerjaan jasmani dianggap sebagai satu-satunya faktor yang menciptakan nilai tukar ekonomis.
Suatu gambaran penghisapan bagi buruh oleh tuannya yang digambarkan oleh Hegel di telaah oleh Karl Marx yang beranggapan bahwa pekerjaan itu sebenarnya dapat mengembangkan, memperkaya dan membenarkan kepribadian manusia, malah mempersempit, mempermiskin dan mennghina dia. Si buruh tidak bekerja karena ia berminat akan pekerjaannya itu melainkan karena paksaan. Gambaran ini yang coba kita telaah.
Maka apa ideal dari Etos Kerja itu?
Dengan kata ‘etos’ yang dimaksud sikap kehendak. Etos dalam hal ini misalnya sikap yang dikehendaki seseorang terhadap kegiatan ilmiahnya; atau bagaimana ia menentukan sikapnya sendiri terhadapnya.
Sikap-sikap yang perlu dikembangkan dalam Etos Kerja yakni: efisiensi, kerajinan, sikap tepat pada waktunya, kesederhanaan, kejujuran seratus persen, sikap mengikuti rasio dalam mengambil keputusan dan tindakan, kesediaan untuk berubah, kegesitan dalam mempergunakan kesempatan-kesempatan yang muncul, sikap bekerja secara energetis, sikap bersandar pada kekuatan sendiri, sikap mau bekerja sama, kesediaan yang memandang jauh kedepan.
Unsur-unsur keutamaan dalam Etos Kerja: sikap adil terhadap sesama; keseimbangan antara hak dan kewajiban; menghormati hak-hak orang lain; suka member pertolongan pada orang lain dengan tujuan agar orang yang ditolong dapat berdiri sendiri; memakai miliknya tidak untuk memeras, untuk diboroskan, untuk hidup bergaya mewah; bekerja keras dan menghargai hasil karya orang lain.
Nilai-nilai dan unsure keutamaan ini dapat member gambaran nilai terdalam deri arti yang didefenisikan tantang Etos Kerja itu sendiri.

D.   Pandang Para Ahli Tentang Etos Kerja Asli Indonesia

Etos Kerja Indonesia yang dipandang kurang baik oleh para ahli karena pandangan atas social-ekonomi objektif dalam masyarakat, serta pandangan yang beranggapan bahwa mentalitas masyarakat yang kurang cocok untuk pembangunan.
Pandangan yang memberi penganggapan bahwa rakyat tidak mempunyai etos kerja yang tidak memuaskan dianggap karana dua hal, yakni; pertama pengaruh pemerintahan colonial dulu yang secara sistematis memerosotkan tanggung jawab social nyata kaum elit Indonesia dengan sekaligus mempertahankan, bahkan menaikan status mereka, dan kedua pengaruh koruptif dari etos kemajuan yakni; kemungkinan untuk mencapai taraf hidup yang sangat memuaskan tanpa perlu bekerja keras.
Namun perlu disadari bahwa pekerjaan dipandang oleh manusia Indonesia dalam kesatuan dengan perayaan pesta dan ritus keagamaan. Hal ini tidak harus dipandang dari satu sisi semata. Namun apa yang mau di tunjukan bahwa semua hal bagi manusia Indonesia tantang hidup, pekerjaan, dan menghidupi kehidupan itu harus selaras antara Pencipta, manusia dan alam. Sepertiyang diungkapkan oleh Mx Weber di atas. Selain itu harus disadari bahwa manusia Indonesia tidak membiarkan kemanusiawiannya dirampas oleh suatu keadaan yang sangat jorok dan penuh kegelisahan.
Demikianlah halnya bahwa para ahli mencoba member pandangan tentang Etos Kerja manusia Indonesia. Kiranya menusia Indonesia sudah memiliki dasar-dasara untuk mengembangkan sikap-sikap kerja yang tidak hanya menghasilkan sebanyak-banyaknya, melainkan sungguh-sungguh manusiawi.

E.   Etos Kerja Dalam Budaya Batak Toba.

Etos Kerja bagi masyarakat Toba. Dalam hal ini kita harus melihat sudut pandang masyarakat Batak Toba melihat, memikir dan melaksanakan kehidupan harian meraka. Sebagai masyarakat yang kental dengan adat istiadatnya, kehidupan keseharian pun di pengaruhi nilai-nilai adat tersebut. Dalam hal ini harus kita sadarai bahwa nilai-nilai kehidupan dari salah satu kebudayaan atau adat setampat, jangan hanya dipandang dalam kacamata kehidupan modern, karena nilai-nilai luhur kehidupan dari satu kebudayaan yang didasarkan pada adat istiadat terletak pada falsapah nilai filosofisnya. Nilai filosofis inilah yang perlu kita lihat dan mengerti apa Etos kerja dari masyarakat Batak umumnya yang coba kita cari tahu dari kehidupan dan pola kerja manusia Batak Toba pada masa yang lalu. Yang dalam pandangan para ahli masih belum memuaskan.
Hegel yang memandang etos kerja masyarakat Indonesia pada umumnya maih sangat kurang. Yang mana Hegel hanya melihat dari sudut pandang bahwa seluruh pekerjaan masyarakat dulu dihayati sebagai tindakan yang berdimensi religious dan disertai pelbagai perayaan/ritual.
Dalam hal ini kami beranggapan bahwa Hegel terlalu gampang member kesimpulan umum yang tidak melihat secara mendalam bahwa nilai kerja bukan semata ritual dan dimensi religious. Mari kita lihat beberapa contoh yang menunjukkan Etos Kerja masyarakat.

1.      Dalam bercocok tanam.

Dalam budaya Batak Toba ada kegiatan bercocok tanam. Sebelum turun ke sawah diadakan acara dan ritual untuk memulai kegiatan menanam padi.
Memang acara ritual diadakan namun yang lebih dalam dari ritual bahwa ada nilai kerjasama/gotong royong. Dalam memulai menanam padi, mereka bekerja sama.
Telah menjadi suatu kebiasaan saat turun ke sawah untuk menanam padi mereka yang satu kampong saling bergantian membantu menanam padi. Jika hari ini seluruh warga bekerja membantu menanam padi di sawah si A, maka seluruhnya bekerja di sawah si A, karena nilai gotong royong, kebersamaan, lebih mempercepat penyelesaian penanaman padi, tidak ada pengukuran upah, melainkan saling membantu. Namuun dalam hal ini si A menyediakan makan dan minum yang menunjukan kebersamaan. Dan yang paling penting, keesokan harinya jika sawah si A telah selesai, ia harus ikut membantu di sawah si B dan selanjutnya sampai seluruhnya bergiliran menyelesaikan seluruh sawah dari warga tersebut.
Di sini etos kerja tidak dipandang sebagai ritual semata, namun ada nilai yang lebih mendalam yakni saling membantu/gotong royong dan upah bukan dipandang harus dalam materi namum dengan saling bergantian membantu menanam padi sampai seluruh warga seluruhnya (upah beralih nilai kepada saling tolong)

2.      Membangun rumah

Dalam kebiasaan masyarakat Batak Toba, saat hendakm membangun rumah memang sarat dengan ritual dan upacara. Namun dari sudut pandang yang lain, ketika rumah akan di bangun, semua elemen kampung harus ikut serta mulai dari gotong-royong menyiapkan lahan, mengambil bahan kayu kehutan dan mengangkatnya sampai diolah menjadi bahan untuk membangun. Para perempuan/ibu menyiapkan segala keperluan pangan bersama.

3.      Kedudukan wanita dan pria dalam budaya Batak Toba

Dalam kebudayaan Batak Toba, kedudukan laki-laki adalah sebagi kepala keluarga yang menentukan arah kemana dan bagaimana kehidupan keluarga itu dan juga mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Dan dalam budaya Batak Toba, Pria memiliki hak dan kedudukan yang lebih tinggi. Hal itu tampak jelas dalam kehidupan sehari-hari, dalam acara pesta, pewarisan marga melalui laki-laki (patrilinear), isteri melayani suami dan pada zaman dahulu yang berhak untuk bersekolah hanyalah pihak laki-laki.
Sedangkan kedudukan wanita adalah bekerja di dapur, mengurus anak dan melayani suami. Wanita juga tidak berhak untuk menentukan pekerjaannya karena sudah jelas bahwa dia sudah mendapat tugasnya di rumahnya ketika dia menikah nantinya.

4.      Posisi ketika seseorang menjadi hula-hula dan ­boru

Dalam budaya Batak Toba ada kalanya seseorang menjadi Hula-hula, dongan tubu dan ada kalanya dia menjadi Boru. Ketiganya adalah satu kesatuan kedudukan yang dimiliki oleh setiap orang dalam budaya Batak Toba.
Ketika seseorang menjadi Hula-hula maka dia akan mendapat penghormatan atau diperlakukan dengan hormat oleh borunya. Dan ketika dia menjadi Boru maka dia harus melakukan hal serupa seperti yang dilakukan Borunya terhadapnya. Namun perlu diketahui bahwa seseorang yang menjadi Boru terhadap seseorang tidak akan pernah menjadi Hula-hula pada orang yang sama pula. Pihak isteri adalah yang selau menjadi pihak Hula-hula. Sedangkan pihak laki-laki adalah pihak Boru.
Namun demikian, dalam budaya Batak Toba selalu ada sikap memberi yang terbaik ketika dia menjadi boru di satu pihak. Hal itu bukan karena dia mengharapkan imbalan dari orang yang sama yaitu Hula-hulanya. Tetapi ada hukum moral yang tertanam dalan hatinya sehingga setiap orang akan melakukan hal yang terbaik, maka setiap orang juga akan mendapat pelayanan dan perlakuan yang terbaik pula.
Jadi, etos kerja yang tampak dalam budaya Batak Toba bukan sekedar aturan hidup bersama semata, melainkan juga adanya sikap untuk menghidupinya karena kesadaran akan posisinya sebagai wanita dan laki-laki, sebagi boru dan Hula-hula.

Etos Kerja Yang Bernilai Negatif menjadi positif

Ada beberapa dari etos kerja di kalangan masyarakat Batak Toba yang bernilai negatif yakni pandang rendah atas kedudukan fungsional perempuan  hanya sebagai pengasuh anak, melayani suami dan menyediakan makanan. Namun pada masa sekarang ini perempuan memiliki kemampuan untuk lebih berkembang.

Kesimpulan.

Pandangan tentang etos kerja yang diberikan para ahli menjadi bahan pembanding tentang arti dan nilai dari etos kerja. Namun nilai danarti dari etos kerja tersebut harus benar-benar di lihat dari banyak sisi agar kita tidak menarik kesimpulan yang salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar