PENGARUH INDULGENSI DALAM REORMASI MARTIN LUTHER PADA TUBUH GEREJA
PENDAHULUAN
Reformasi Gereja yang
dilakukan oleh Martin Luther merupakan sebagian dari sejarah yang menceritakan
bagaimana Gereja dalam perjalannanya mengalami masa kebagkitannya dimulai dari
abad ke-3 dan berkembang sampai masa kejayaannya. Dalam masa kejayaannya Gereja
dapat dikatakan sebagai ”acuan utama” kuasa hampir diseluruh daerah. Kuasa
“Ilahi” yang dipegang Gereja dan teraksana dalam “diri” Paus sebagai kepala.
Namun hal itu dirasa belum cukup. Keinginan untuk menjadi pemegang “kuasa
mutlak” pemerintahan/kerajaan, “Gereja” mengejar hal itu. “Gereja” mencoba
untuk memegang penuh kedua kuasa ini. Namun keinginan ini pulalah yang menyulut
semakin tidak diakuinya kuasa dan wibawa seorang Paus sebagai pengatur kuasa
pemerintahan pun juga kuasa Ilahi yang dipandang tidak lagi menjadi kuasa
mutlak seorang Paus sebagai pemimpin Gereja tertinggi. Bukan hanya dari bagaian
atas, namun banyak permasalahan yang terjadimulai dari tingkat bawah yakni para
imam. Masalah kuasa, uang dan seks menjadi “koreng”
(luka bernanah yang mongering dan sulit sembuh) dalam tubuh Gereja. Hal ini
yang membuat penolakan dan pemberontakan umat akan keinginan agar gereja
membaharui diri kembali kepada semangat utamanya.
Namun tidak sedikit
yang memberontak secara keras walau masih tersembunyi. Martin Luther
mengeluarkan 95 tesisnya akan penolakan dari beberapa tindakan gereja yang
dianggap salah. Indulgensi dosa, yang pada masa itu sangat marak menjadi salah
satu penumpah seluruh gejolak yang telah lama disimpan itu, yang menjadikan
perpecahan dalam tubuh Gereja.
Inilah yang ingin kami
paparkan tentang dalam tulisan ini, yakni Indulgensi yang mempengaruhi gerakan
Martin Luther dalam Revormasinya akan Gereja.
FAJAR REFORMASI DALAM KRISIS WIBAWA KEPAUSAN
Paus yang merupakan
pemimpin Gereja ingin menguasai dunia. Sikap ambisius ini merupakan cita-cita
Gereja pada abad pertengahan. Atas dasar ini, dunia mengambil jarak dari Gereja
yakni banyak orang kristen yang menarik diri dari dunia. Dalam peristiwa ini, gereja
masih belum mengalami kemunduran, sebab kuasa Negara dan Gereja berada dalam
kekuasaan kewibawaan Paus.[1]
Pada perkembangan selanjutnya, muncullah beberapa
Negara baru, antara lain: kekaisaran Jerman, Prancis dan Inggris. Munculnya
Negara tersebut disebabkan oleh runtuhnya kekaisaran Romawi-Barat. Raja-raja
dari setiap Negara mengakui kewibawaan Paus dan keberadaan diri mereka sebagai
bawahan Paus. Prinsip ini dipandang baik hingga berlangsung selama kurang lebih
1 abad, walaupun kadang-kadang raja-raja memberontak kepada Paus. Tetapi dalam
perjalanan waktu, keadaan mulai berubah. Prinsip tersebut tidak memberi
kebebasan karena diikat oleh situasi kuasa Gereja. Mereka menyamakan diri
terhadap Paus. Mereka menganggap diri sebagai kepala. Mereka berpendapat bahwa
kuasa politik raja-raja berasal dari Allah. Oleh karena itu, para rohaniwan:
Paus, Kardinal, Uskup dan Imam tidak memiliki hak untuk memerintah dan mengatur
Gereja.[2]
Pada abad pertengahan terjadi perang antara Prancis
dan Inggris. Akibat dari perang ini, kedua Negara mewajibkan para klerus.
Tetapi para klerus mengajukkan protes sedangkan para Uskup tidak. Bonifasius
(bukan sebagai jabatan paus) yang diminta sebagai penengah kedua pihak
mendukung protes para klerus dengan menegaskan bahwa penarikan pajak tanpa
persetujuan kepausan akan mendapat hukuman. Penyataan ini langsung dikomentari
oleh Phillipus IV. Dia mengutus utusan untuk menangkap Bonifasius. Dalam dialog
mereka, Bonifasius dituduh sebagai heretic karena ternyata penundukan di bawah
kepausan tidak menyelesaikan masalah. Karena Bonfasius tetap mempertahankan
pandangannya sehingga ia diadili di hadapan raja dan kemudian paus diseret ke
penjara.[3]
Setelah sempat kepausan pindah ke Avignone karena
wibawa Paus mulai dipengaruhi oleh pemereintah semakin jatuhlah wibawa Paus
dalam masa Skisma barat yang diakibatkan pernyataan Konsiliarisme yang
menyatakan bahwa autoritas gereeja berada dalam tangan Paus, tetapi Paus bisa
jatuh ke dalam heresy atau skisma, dan karena
itu bisa dijatuhkan oleh konsili.
Merosotnya hidup rohani para religius dipengaruhi oleh
politik yang ada dalam Gereja. Umumnya banyak orang yang mau masuk dan menjadi
rohaniwan pada masa itu. Ketertarikan menjadi religius bukan lagi suatu bisikan
Roh Kudus dan cita-cita murni namun berupa politik, sebab mereka bertujuan
untuk mendapat jabatan. Dengan itu, para religius semakin bertambah banyak. Di
tambah orang-orang yang diangkat menjadi pejabat gerja adalah pihak keluarya
yang diharapkan membawa keuntungan bagi kepentingan pribadi. Konsekuensinya
Gereja tidak sampai pada apa yang dicita-citakan sebab ingin hidup bebas.
Kegiatan rohani menjadi menurun dan lebih menonjolkan kekayaan Gereja.
Kerinduan mendapat pangkat dalam Gereja merupakan usaha untuk mendapatkan
kekayaan Gereja tersebut.[4]
Namun hal yang paling berat bagi gereja yakni gereja
dikenai pajak yang berat oleh hartanya yang banyak dan para imam serta
biara-biaranya. Semua ini karena wibawa Gereja dan Paus semakin menurun yang
mengakibatkan geeja tidak leluasa “berbicara” dan dapat mengambil sikap sebagai
pemegang kuasa atas para pemimpin pemerentahan dan ditambah kuasa “Ilahi” yang
dimiliki gereja sendiri semakin dipersempit dan sampai ingin diambil alih oleh
para pemimpin pemereintah. Gereja mengalami polemik dan ketegangan.
Tekanan dari dalam sangat memberatkan dan memaksa
gereja untuk mencari uang untuk biaya yang besar pada masa itu pembangunan
Basilika St. Petrus dan biaya perang. Tekanan dari luar tak kalah membebani
yakni pajak yang harus dibayarkan. Hal ini semua menjadikan gereja menghalalkan
segala cara untuk memperoleh uang untuk menutupi semuanya ini.
INDULGENSI
Perlu kita mengerti terlebih dahulu apa itu “Indulgensi”. Dalam
pengakuan dosa, setiap orang akan menerima absolusi ( hukuman yang harus
dilaksanakan sebagai “silih” atas dosa-dosa yang dilakukan dalam rupa doa,
perbuatan atau sanksi tindakan yang diberikan bapa pengakuan yang bertingak
sebagai perpanjangan gereja atas penghapusan dosa dalam sakramen pada orang
tersebut). Sedangkan silih adalah sikap penyesalan atas segala dosa yang
diperbuat. Rasa bersalah ini dapat berupa tindakan batin/rohani, namun sering
pula silih dalam tindakan jasmani (pada zaman dahulu laku tapa dan mendera diri
ditujukan sebagai tindakan silih atas dosa-dosa orang yang melakukannya). Silih
dalam hokum gereja terutama terkait dengan hokum kanokik, absolusi merujuk pada
hokum di hadapan Allah. Sedangkan Indulgensi menyatukan keduanya. Tetapi
indulgensi berbeda dari silih, karena silih lebih kepada pengganti penitensi
yanag lebih bersifat yuridis. Nah dalam hal inilah indulgensi bertingak sebagai
aksi yuridis menyangkut pembebasan dari penitensi gerejani.
Pada awalnya indulgensi sangat bertujuan utnuk tindakan penghapusan dosa
yang menekankan tindakan batin dalam laku tobat, doa, dan silih atas penyesalan
dosa-dosanya dihadapan Allah. Dan juga indulgensi menjadi tindakan jasmani yang
membuat sanksi atas dosa berat sebagai hokum yang mendatangkan rahmat
pengampunan.
Indulgensi merupakan penghapusan dosa yang merupakan rahmat yang dianugerahkan
oleh Allah melalui perantaraan Gereja. Kemunculan indulgensi dalam Gereja mulai
berlangsung pada abad ke-XI. Gereja sejak awal telah memberikan anjuran dengan
perantaraan doa para martir bagi peniten yang menerima sakramen tobat. Dalam
bentuk-bentuk penitensi yang berkembang kemudian Gereja memberikan penentuan
bagi peniten dalam menjalan penitensinya dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan
khusus yang harus dilakukan. Indulgensi dipandang sebagai bentuk yuridis yang
menyangkut pembebasan dari penitensi. Hal yang demikian ini dipandang berkaitan
dengan doa untuk penghapusan bagi dosa. Dalam praktek indulgensi yang
sedemikian rupa oleh ahli hukum kanonik Huguccio memandang indulgensi sebagai
tindakan yang yuridis yang terkait dengan hukuman di hadapan Allah. selanjutnya
dalam perkembangannya indulgensi dipandang sebagai kekayaan Gereja.
Pada akhir abad pertengahan bermunculan penggandaan indulgensi dan karya
indulgensi yang lebih ringan dan mengarah pada pengerukkan finansial dari
peniten. Pada abad ke-13 para teolog dan ahli hukum mengajarkan bahwa
indulgensi bisa diterapkan bagi orang-orang yang telah meninggal. sementara
para pengkotbah juga menyatakan dalam kotbahnya bahwa dengan memasukkan uang
persembahan maka jiwa-jiwa akan terangkat ke surga.
Pada tahun 1507 paus Julius II, mengumumkan indulgensi penuh, untuk
pembangunan Basilica Santo Petrus. Di wilayah-wilayah gerejani bermunculan para
penguasa yang mengijinkan pemakluman indulgensi bila mereka juga memperoleh
bagian finansial dari padanya. Pada
tahun 1513 Albreeht dari Brandenburg menjadi uskup di Magdeburg dan pada tahun
yang sama pula ia diangkat menjadi uskup agung. Dibebankan padanya untuk
pembayaran secara personal servitia
dan pajak palliumyang telah jatuh tempo, pembayaran pajak dispensasi. Semua
tekanan yang menuntut pembayaran dalam rupa uang memposisika Albrecht untuk
pemasukan dana. Dalam keuskupannya Albreeht diijinkan untuk mengambil separuh
hasil finansial dari indulgensi berhubungan karena memiliki beban pajak. Dan
demi membayar semua hutang yang ada maka usaha dari perdagangan indulgensi
harus mencapai targetnya. Selanjutnya uskup Albrecht mengeluarkan instruksi
bagi utusan dan para pengkotbah indulgensi, yang mana paus mengharusklan pajak
dalam pembangunan Basilika St. Petrus. Pengkotbah indulgensi menjelaskan bahwa
orang tidak perlu mengaku pada saat pembelian surat pengakuan. Dengan demikian
juga orang bisa memperoleh indulgensi penuh bagi orang yang telah meninggal
tanpa perlu menerima pengakuan tetapi hanya dengan membayar uang. Pada tahun
1517 Yohanes Tatzel dihunjuk untuk berkotbah tentang indulgensi di propinsi
Magdeburg. Ia menekankan pentingnya uang sebagai ganti penyesalan. Sebagai
seorang yang menerimakan sakramen pengakuan Luther berkesempatan mencampuri
masalah pewartaan indulgensi. Ia melancarkan kritik dengan mengatakan bahwa
indulgensi mengajak orang untuk melarikan diri dan membenci hukuman atas dosa
dan bukan mengajarkan orang untuk membenci dosa itu sendiri.
Dalam pelaksanaan indulgensi yang lebih menekanan material karena
tekanan pembangunan basilika dan ditambah dengan pajak harta dan benda gereja
seperti yang diterangkan di awal. Maka, indulgensi mengalami kehilangan nilai
signifikasinya. Indulgensi hanya dipandang sebagai kekayaan gereja dan
pemberian indulgensi semakin direservir oleh paus. Maka kisah Indulgensi
memposisikan gereja pada keadaan yang semakin berada di sorotan bahwa gereja
mulai meementingkan uang (duniawi) ditambah dengan banyaknya permasalahan kuasa
dan skandal seks dalam tubuh gereja, menjadikan dirinya semakin jatuh dan
memunculkan perlawanan dari dalam tubuh gereja itu sendiri.
Demikian juga orang bias memperoleh indulgensi penuh bagi orang mati
tanpa penyesalan dan pengakuan, tetapi hanya dengan membayar uang. Dalam hal
ini indulgensi sampai pada titik kepercayaan bahwa ia sangat mujarab dan sangat
pasti. Seperti sebuah sajak tahun 1482 dipermasalahkan di Sarbone karena
pernyataannya, “Begitu uang berbunyi masuk ke dalam kotak persembahan,
jiwa-jiwa langsung terbebas dari api penyucian.”
Dalam hal ini dapat dikatakan, dengan indulgensi umat beriman diundang
untuk menunda pertobatan dan ditekankan yang menjadi inti ialah bahwa uang
lebih penting dari pada keselamatan jiwa. Ini dikarenakan pandangan bahwa uang
dapat mengantikan penyesalan yakni silih dosa, dan uang dapat menghapus dosa
serta menyelamatkan jiwa yang berdosa. Paham ini yang tanpa disadari di
sampaikan kepada umat.
LUTHERANISME
Sejarah Hidup Martin Luther
Martin
Luther lahir pada tangggal 10 November
1483 di kota kecil Saxon Eisleben, ayahnya bernama Hans Luder seorang penambang
dan ibunya, Margaretha. Ia meninggal pada tanggal 18 Februari 1546 di kota
kecil Saxson Eisleben. Luther adalah orang yang pintar di sekolahnya, karena
itu ia melanjutkan setudi filsafat di univesitas. Tetapi ayahnya ingin Luther
memperoleh karier profesional di bagian hukum.
Ketika luther belajar hukum, dalam hatinya ia mengalami
perubahan yang sangat mendalam baginya. Ketika ia mengalami kekuatan yang luar
biasa, yakni petir yang didekatnya sehingga membuat Luther sangat ketakutan.
Lalu kemudian ia berteriak “St. Anna, tolonglah aku. Pada saat itu ia berjanji
menjadi seorang pertapa. Karena janjinya tersebut ia masuk ordo pertapa Agustinus
di Erfurt, yang terkenal dengan hidup asketiknya.
Pada tanggal 2 Mei 1507, Luther ditahbiskan menjadi imam,
tak lama kemudian Luther dipilih seorang guru besar. Dalam tahun 1510-1511, ia
dikirim ke Roma. Di Roma dia berhadapan dengan kehidupan gereja yang duniawi.
Mulai dari situ imannya menggungcang karena tidak satu pun spiritual yang
tinggi terpenuhi disana, dipusat keagamaan, gereja hampir tidak memiliki
spiritualitas kristen. Serangan Luther pada paus dan gereja berawal dari
perjalanan ini.
Sekembalinya dari
sana Luther menjadi wakil pemimpin. kemudian menjadi pengawas pertapaan lain di
daerah itu. Selain itu, ia menjadi dosen studi Kitab Suci di Universitas. Pada
tahun 1524 di menanggalkan jubah kebiaraannya dan mengawini mantan biarawati, Katherina
von Bora, yang dari padanya lahir 6 orang anak. Dan Martin luther meninggal
pada 13 Februari 1546.[5]
Gagasan-gagasan
Martin Luther
·
Pandangan Luther atas Indulgensi
pandangan Luther terhadap indulgensi ini secara mendetail terdapat dalam
makalahnya “De Indulgentiis. Menurut
tulisannya menyatakan bahwa indulgensi sendiri merupakan penghapusan kewajiban
yang dibebankan dalam pengakuan. Dalam indulgensi sendiri tidak mengurangi
nafsu-nafsu badani juga tidak menambah cinta dan rahmat. Umat semestinya
dituntun kepada pertobatan sejati, yakni pertobatan batiniah. Indulgensi
memberi kesempatan bagi kemalasan spiritual. Luther menganjurkan agar uskup
agung Albreeht menarik kembali arahannya. Tetapi karena pejabat tidak
memberikan tanggapan ia merumuskan pendapatnya dalam Tesisnya. Dalam suratnya
kepada Albercht Mainz tertanggal 31 Oktober 1517, Luther mengeluh bahwa
pengkotbah indulgensi dengan kisah-kisah dan janji yang menipu akan indulgensi
menuntun umat kepada keamanan semu dan ketidak takutan pada akibat dosa. Luther
berharap uskup agung menarik instruksinya yang mengeluarkan arahan lain bagi
para pengkotbahnya. Namun tanggapan atas surat ini kurang memuaskan. Maka dari
itu dia menuliskan dalil-dalilnya.
·
95 Tesis Martin Luther
Adapun hal yang termuat dalam Tesis-tesis yang ditulis oleh Martin
Luther mengungkapkan pandangan (tesis 1), Luther menginginkan agar umat Kristen
dalam seluruh kehidupannya hendaknya menjadi
satu pertobatan. Pada tesis
94;92-95 Luther mengungkapkan kecemasannya
akan tuntunan yang membawa kaum Kristen kepada kepastian yang palsu akan
keselamatan. Sebaliknya Luther menghendaki agar kaum Kristen hendaknya
mengikuti Kristus yang adalah kepala Gereja, Kristus yang sengsara, wafat dan
turun ke alam maut. Luther mengkritisi para pengkotbah indulgensi yang
menggunakan kata-kata yang tidak wajar dan berlebihan (tesis 92) indulgensi
yang jauh melampaui nilai yang seharus (tesis 24;73-80) Luther menyatakan pula
bahwa indulgensi yang diterapkan mengakibatkan berkembangnya kemalasan dalam
memperoleh pendamaian. (tesis 95) indulgensi juga mengakibatkan pembuangan
penyesalan dari peniten dan juga bagi penitensi yang sangat diperlukan (tesis
39-41). Dalam pandangan yang lain, Luther mengungkapkan bahwa indulgensi yang
diwartakan kepada umat bertentangan secara langsung dengan kebenaran salib dan
takut akan Allah, pada prinsipnya indulgensi tidak ditolak (tesis 71), umat
semestinya tidak dituntun untuk mempercayai indulgensi (tesis 49, 52, 32)
berkenaan dengan ini karya-karya karitas dan doa secara istimewa sesungguhnya
lebih tinggi dari pada indulgensi (tesis 41-47). Luther juga berpandangan bahwa
tanpa indulgensi umat Allah telah mengambil bagian dalam seluruh kekayaan
Kristus dan Gereja (tesis 37). Harta kekayaan Gereja yang sejati ialah Injil
dan rahmat Allah (tesis 62). Dan hanya musuh-musuh Kristus seperti perwartaan
indulgensi yang dapat menghalangi sabda Allah (tesis 53-55) dalam tesis 14-19
Luther menekankan karakter ketidakpastian dari pernyataan-pernyataan para teolog
mengenai jiwa-jiwa orang dalam api penyucian. Luther berpandangan bahwa
bagaimanapun juga, indulgensi bagi orang mati dianugerahkan hanya dalam bentuk
permohonan (tesis 25.26) dan dengan demikian setiap pewarta tidak dapat
menyatakan tentang pengaruh indulgensi yang bisa gagal jika tidak dilakukan
dengan satu bentuk pengurbanan yang nyata (tesis 27-29). Dalam idenya yang
terungkap Luther menyatakan bahwa intensi pengaku sebagai syarat pengampuanan
oleh Tuhan (tesis 7,38) Luther menyetujui bahwa paus memiliki hak untuk
mereservir dosa (tesis 6). Walaupun ia setuju dalam pandangan mengenai hak paus
namun Luther sendiri mempertanyakan
kodrat indulgensi terutama mengenai pemikiran mengenai adanya pembayaran
finasial bagi indulgensi. Ia sendiri mempersempit indulgensi pada penghapusan
hukuman kanonik (tesis 5,11,20,21,23).
Dalam peristiwa peredaran tesis yang begitu cepat, Luther menyatakan
bahwa tesis yang ia maksudnya ditujukan hanya untuk kaum terpelajar dan bukan
kepada semua orang. Namun karena tesis tersebut yang sudah luas beredar tidak
dapat ditarik kembali. Luther sendiri menegaskan bahwa apa yang diungkapkannya
dan apa yang dikatanya tiada lain semua
merupakan apa yang terkandung terutama dalam Kitab Suci dan semua ajaran-ajaran
dalam tradisi yang terpelihara oleh Gereja Roma dan termuat di dalam kanonik
dan dekrit kepausan namun Luther sendiri tidak mau tunduk pada ajaran teologis
Gereja.
·
Situasi pendukung gagasan Luther
Pada saat itu kekuasaan Kepausan semakin berkurang, karena
konflik-konflik yang terjadi dengan para penguasa lain.. Kerisuhan yang terjadi
di dalam tubuh gereja ini membawa dampak yang besar bagi pembaharuan gereja
katolik sendiri secara khusus dan bagi peradaban dunia secara umum.
Peristiwa ini banyak terjadi di berbagai daerah, salah
satunya di Jerman, tanah air Martin Luther. Ketika Luther menjadi seorang
pastor paroki di sebuah paroki di Wittenberg, Luther menemukan praktek
penyelewengan atas indulgensi.[6] Indulgensi menyatukan tindakan hukuman di
hadapan Allah.
Indulgensi ini di pandang sebagai perubahan nilai yang tidak
baik dan bahkan sangat tercelah oleh pihak gereja terutama oleh paus.
Indulgensi ini di maafkan oleh paus
julius II, agar memperoleh keuntungan yang besar baik bagi pribadi maupun demi
pembangunan gereja basilika st. petrus yang membutuhkan biaya.
Ia harus
membayar pajak pallium dan dispensasi oleh kepausan dan kekaisaran karena ia di
wilayah kekuasaan kaisar Jerman. Ia membutuhkan biaya banyak, oleh karena itu
ia mempromasikan indulgensi bukan hanya untuk kepausan dan kekaisaran,
melainkan untuk dirinya sendiri. Dengan pemberian privilese dari Paus Leo X
supaya memberikan indulgensi di wilayahnya.
Banyak orang
yang menentang indulgensi ini, bahkan Luther pun, karena sudah sampai di tempat
tinggalnya. Indulgensi Luther, untuk mengkeritik masalah spiritual dan teologis
yang dialami. Gerakan tersebut mengakibatkan malapetaka secara material maupun
psikologis dalam kerasulan antara para imam dan umat beriman. Tujuan utama
Luther adalah, sebagaimana diterangkan kepada Albert dalam surat pengantar
untuk 95 tesisnya: agar umat dapat
mempelajari injil dan kasih kristus. Luther menulis secara singkat atas masalah
indulgensi.[7]
Mengenai
indulgensi di dalam gereja yang memberi pemahaman Luther mengenai iman Kristen.[8] Luther
menerbitkan surat serta suatu tulisan yang begitu kasar nadanya untuk menentang
perbuatan kepada Uskup Albert. Tulisan itu berjudul de indulgentiis yang
mengatakan bahwa indulgensi tidak mengurangi nafsu-nafsu badani juga tidak
menambah cinta dan rahmat. Para pejabat gereja yang mengetahui hal itu tidak
merespon yang baik. Karena itu Luther menyebarkannya kepada orang-orang
terpelajar di dalam dan luar daerah Wittenberg.[9] Lewat
profesinya sebagai dosen di ruang kuliah dan di mimbar khotbah sebagai pastor
paroki.[10]
Setelah
itu,tanggal 31 oktober 1517, Luther menulis 95 tesis yang ia kirimkan kepada
uskup agung Albrecht Mainz dan kepada beberapa pejabat gereja. Bahkan Ia pun
menempel tesis itu pada pintu gereja puri di Wittenberg. Sebelumnya, Luther
menyebarkan masalah itu di lingkungan akademis, dan kritik-kritiknya menusuk.
Dalam 95 tesis tersebut, Luther tidak hanya membahas soal praktek indulgensi
saja. Praktek itu menguji sejauh manakah iman kristen secara langsung
didasarkan pada perjanjian baru.[11]
Inti pandangan
Luther dalam 95 tesisnya adalah pemahaman barunya yang radikal mengenai silih,
yang melulu ditarik dari perjanjian baru. Arti pentingnya tesis-tesis Luther
adalah bahwa ia tidak hanya mengkritik penyalahgunaan indulgensi, tetapi juga
mempertanyakan dasar teologis dari pelaksanaan hal ini.[12]
·
Pengaruhnya.
Tindakan yang dilakukan Luther sudah
sangat pengaruh dikalangan masyarakat. Doktrin Luther telah dibaca oleh banyak
orang dan banyak diantaranya telah menjadi pendukungnya. Yang menjadi pengikutnya
yang pertama ialah para bangsawan dan para petani. Sylvester von Schaumburg
menawarkan seratus bangsawan untuk melindunginya. Kemudian Martin Luther mulai
mendekati para bangsawan German untuk mendukungnya lewat karyanya yang ditulis
dalam bahasa German, An den christihen Adel deutscher Nation. Karya ini
menceritakan komentar Martin atas tiga ajaran gereja yakni hak istimewa
hierarki untuk menafsirkan kitab suci, perbedaan, perbedaan antara iman dan
awam serta privilese paus untuk memanggil konsili. Luther pun menulis dua karya
lain yaitu De CaptivitateBabylonica Ecclesiae Praeludium dan De
Libertate Christiana, untuk para uskup dan Roma. Karya ini pun
mempertentangkan doktrin tradisional Gereja Roma.
Kekacauan
semakin memuncak, Melanchton memimpin mahasiswa fakultas di Wittenber untuk
membakar buku-buku hukum, skolastik klasik dan karya Eck di lembah sungai Elbe.
Disaat yang sama Luther juga melakukan tindakan provokatif yakni dengan
membakar sebuah salinan Kitab Hukum Kanonik. [13]
Roma yang
telah kehilangan sebagian besar kuasanya di German akhirnya menggunakan kuasa
kaisar Karel V. Karel V memberikan mandat kepada Parlemen Diet di Worms untuk
menyelesaikan permasalahan dengan Martin Luther.. Karya-karyanya dinyatakan
sebagai bidah dan harus dibakar; penyebarluasan doktrin Luther dilarang; siapa
saja yang berkomunikasi dengan Luther akan ditangkap dan harta kekayaannya akan
disita.
Karel V
kembali memanggil Diet di Augusta tahun 1530. Dalam Diet ini para protestan
diundang untuk memaparkan iman pengakuan mereka. Teks pengakuan disiapkan oleh
Melanton karena Luther tidak dapat hadir akibat Hukuman Diet Worm. Luther tidak
setuju dengan pengakuan yang dibuat oleh Melanton yang tidak berbicara inti
doktrin yang ingin direformasi Luther. Para peserta Diet Agusta yang ikut
menandatangani pengakuan iman berharap agar dalam Gereja kembali terdapat
kesatuan namun tetap menemui kegagalan.
Khotbah-khotbah Luther yang masuk akal dan persuasif
menyulut para petani beriktiar untuk melawan tuan-tuan tanah yang menyebabkan
penderitaan mereka. Situasi semakin panas Para petani mulai membakar
rumah-rumah bahkan rumah ibadat, menjarah dan membunuh. Melihat kondisi ini,
Luther meminta para bangsawan dan raja untuk menghentikan pemberontakan itu
dengan memperdengarkan Surat Paulus kepada Jemaat di Roma Bab 13 yang isinya
tentang ketaatan rakyat kepada pemimpinnya. Reaksi ini berakhir dengan menelan
ribuan korban Jiwa. Luther hanya berpegang mati-matian pada pemberitaan Injil
namun mengabaikan dampak sosial dan politik serta tidak dihiraukannya ekses
pewartaannya.[14]
.
·
Reaksi Umat
Antara tahun 1524 dan 1526 terjadi pemberontakan secara berturut-turut:
dari kalangan ksatria, Anabaptis yang tumbuh di Swiss dan kemudian menyebar ke
Jerman dan Belanda, kelompok ini berpandangan bahwa orang perlu dibaptis dahulu
baru kemudian ia boleh dibaptis. Luther dituduh mempunyai sangkut-paut dengan
pemberontakan kaum tani. Melalui pemberontakan ini para petani berikhtiar melawan para musuh (yakni
tuan-tuan tanah)[15].
Para petani terpengaruh oleh kotbah-kotbah Luther yang sungguh masuk akal dan
persuasif. Mereka membakar rumah-rumak kecuali rumah ibadah, menjarah dan
membunuh. Para bangsawan dan raja diminta oleh Luther untuk menghentikan
pemberontakan ini. namun Luther hanya berpegang pada pemberitaan kabar gembira,
tetapi mengabaikan dampak sosial dan politik serta tidak menghiraukan ekses
perwartaannya. Luther menyangka bahwa, gerakan massa yang dirintisnya berdampak
luas. Namun karena hal yang demikian sejak saat itu rakyat kecil kecewa dan
menjauhkan diri dari Luther. Dalam membenarkan diri Luther dan para pengikutnya
menyatakan bahwa pembebasan mereka semata-mata bersandar pada Alkitab, bukan
pada kekuatan senjata dan pada kebutuhan nyata orang yang miskin dan rakyat
jelata. Pemberontakan kaum petani ini berdampak pada revolusi protestantisme.
·
Tindakan Gereja atas Gagasan-gagasan Martin Luther
Dengan adanya penyebaran Tesis, Paus Leo X mengundang Luther untuk
mempertanggungjawabkan pandangan ke Roma. Friederich meminta agar Luther
didispensasi untuk hadir di Roma dan cukuplah ia diinterogasi di Augburg.
Permintaan ini dikabulkan oleh Kepausan namun interogasi tidak menghasilkan
banyak hal. Hal ini dikarenakan Luther memandang bahwa Paus telah dipengaruhi
oleh informasi yang salah. Kemudian pada tahun 1519 berlangsung perdebatan
antara Luther dan Johannes Eck yang pada akhir gagal menyakinkan Luther untuk
meninggalkan pandangan-pandangan. Namun dihadapan publik ia berhasil
menyampaikan penjelasan mengenai primat paus dan infabilitas konsili-konsili.
Luther sendiri tetap berpegang pada pandangannya yakni menganggap Kitab Suci sebagai
satu-satunya sumber kebenaran yang diwahyukan oleh Allah. Setelah perdebatan
ini Johannes pergi ke Roma untuk mempersiapkan kecaman terhadap Luther. Pada
Juni 15 Juni 1520, Paus Leo X mengeluarkan bulla Exsurge Domine (bangkitlah Tuhan)[16].
bulla ini mengecam 41 (empat puluh satu) tesis yang ditarik dari ajaran-ajaran
Luther. Johannes dan Duta Besar, Aleander bertanggung jawab atas penyebaran
bulla Exsurge Dominedi Jerman. Kedua
tokoh ini mendesak Luther untuk menarik ajarannya dalam 2 (dua) bulan. Setelah
melewati batas waktu yang telah ditentukan dari penetepan Exsurge DomineMelachthon memimpin para mahasiswa untuk membakar
teks-teks hukum, skolastik klasik dan karya-karya Johannes. Sementara Luther
sendiri membakar bulla Exsurge Domine[17]. Pada
tahun 1521, dikeluarkan bulla Decet
RomanumPontificem yang mengekskomunikasi Luther dan para pendukungnya.
Sebelum mengeluarkan kebijakkannya Roma memanfaatkan Karel V. namun kaisar
Katolik ini memberikan masukan kepada Roma dalam pandangan ia menyatakan bahwa:
kaisar dapat taat kepada Roma dan mengutuk Luther dengan mandate kekaisaran,
sebab dirinya selalu berada dalam sabuk pengaman paus; atau dia berusaha
melakukan negosiasi pribadi untuk menyakinkan Luther agar tunduk kepada Roma;
atau memberi kesempatan kepada Luther untuk menjelaskan duduk perkaranya di
depan Parlemen di Worm. Dan akhirnya Karel V memilih gagasanya yang terakhir.
Pembelaan Luther.
·
Pembelaan Luther
Pada tahun 1520, Luther menerbitkan An den christlichen Adel deutsher
nation (kepada Bangsawan Kristen Bangsa Jerman) dan Tulisan ini menyebar luas
dalam waktu yang singkat. Luther dengan sengaja menulis karya ini dalam bahasa
Jerman dikarenakan karya ini dikhususkan bagi orang Jerman. Luther mau
merobohkan tiga tembok yang memungkinkan Gereja Roma bertahan. Tembok pertama:
perbedaan antara imam (kekuasaan spiritual) dan awam (kekuasaan duniawi) tembok
kedua: hak istimewa hierarki untuk menafsir Kitab Suci, tembok ketiga:
previlese paus untuk memanggil konsili. Selain dari karya ini Luther juga
menulis karya De captivitate babylonica
ecclesiae praeludium (Perihal Malapetaka Pembuangan Babilonia Gereja).
Dengan tulisan ini dimaksudkan oleh Luther untuk menghancurkan doktrin
tradisional Gereja Roma tentang sakramen-sakramen[18].
Luther mempertahankan sakramen Baptis dan Ekaristi, dan dengan menyangkal
transubstansi dan makna kurban Ekaristi. Dengan karyanya yang berjudul De libertate christiana (Tentang
Kebebasan Kristen) Luther menyanjung kebebasan (batin) manusia, yang dibenarkan
oleh karena iman dan kesatuan dengan Kristus. Dengan perbuatan-perbuatan baik
tidak bermanfaat samasekali untuk pembenaran. Dengan kata lain manusia tentu
saja tetap wajib melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik; akan tetapi hal itu
tidak lebih daripada konsekuensi logis pembenaran. Dan Luther dalam ajarannya
menegaskan bahwa manusia dibenarkan justru karena imannya.
·
Lutheran
Sejumlah Pengikut Luther beranggapan, protestantisme ingin menghidupi
kembali arti Kekristenan. Para Lutheran berpandangan bahwa Martin Luther
sendiri tidak bermaksud memisahkan diri dari Gereja Roma. Luther hanya menuntut
suatu transformasi dengan menolak sejumlah hal yang bagi Gereja Katolik
dipandang sangat hakiki seperti dalam primat paus, yustifikasi yang dimengerti
dalam arti tradisional, imamat am orang beriman, kurba ekaristi. Dal hal ini
tidak menyangkut suatu pembenahan moral, terlebih penertiban administratif.
Pembaharuan agama terjadi pada abad XVI di Jerman dan Prancis. Adapun
pembaharuan ini memperlihat dua pandangan yang utama. Pertama, pengetahuan
langsung dan tanpa pengantara tentang sabda Alla, tanpa pengantara insani (ini
mendukung terjemahan Kitab Suci dalam bentuk sederhana). Dua, penghiburan lantaran
mendengarkan dan mengetahui pengampunan yang berasal dari Allah. Dalam konteks ini mengaku dosa pada seorang
imam tidak menjamin apa pun.
PENGARUH
TERHADAP KEKRISTENAN
Tindakan yang dilakukan luther sudah
sangat pengaruh dikalangan masyarakat. Doktrin Luther telah dibaca oleh banyak
orang dan banyak diantaranya telah menjadi pendukungnya. Yang menjadi
pengikutnya yang pertama ialah Para bangsawan dan para petani. Sylvester von
Schaumburg menawarkan seratus bangsawan untuk melindunginya. Kemudian Martin
Luther mulai mendekati para bangsawan German untuk mendukungnya lewat karyanya
yang ditulis dalam bahasa German, An den christihen Adel deutscher Nation.
Karya ini menceritakan komentar Martin atas tiga ajaran gereja yakni hak
istimewa hierarki untuk menafsirkan kitab suci, perbedaan, perbedaan antara
iman dan awam serta privilese paus untuk memanggil konsili. Luther pun menulis
dua karya lain yaitu De CaptivitateBabylonica Ecclesiae Praeludium dan
De Libertate Christiana, untuk para uskup dan Roma. Karya ini pun
mempertentangkan doktrin tradisional Gereja Roma.
·
Dampak Populer
Marthin Luther memilikidampak yang luarbiasa di dunianyaPara pendukungnya berasal dari semua kalangan. Namun ini tidak
berarti bahwa Luther selalu melakukan apa yang diinginkannya dengan tindakannya. Tetapi dia harus berusaha untuk melaksanakan karyanya.
Kaum bangsawan yang mendukung Luther tidak sepenuhnya dimotivasi oleh semangat
injil, tetapi kepentingan diri sendiri juga. Hal ini ditandai oleh adanya penyitaan biara-biaradan tanah
yang dilakukan oleh para bangsawan sendiri. Para bangsawan memanfaatkan
kesempatan ini untuk menutupi masalah keuangan mereka sendiri. Marthin Luther
semakin dikenal tidak hanya di kalangan gereja tetapi meluas ke wilayah dimana
ia tinggal. Kredo, Doa Bapa Kami, dan sakramen-sakramen menjdi alat dasar untuk
pengajaran Luther. Dan pada tahun 1565, katekismus dari Konsili
Trente muncul untuk menyediakan instrumen pendidikan Katolik yang melakukan katekese di daerah-daerah
Protestan. Itu bahkan memperkuat struktur Luther, meskipun dalam tatanan lain (Kredo,
sakramen, dekalog, Doa Bapa Kami).
Semua katekismus Katolik sampai generasi sekarang telah mencontohnya.
Melalui terjemahannya dari Alkitab, Luther berkontribusi pada evolusi dari bahasa Jerman. Jenis bahasa Jerman di mana ia menerjemahkanPerjanjian Lama dan Perjanjian Baru, model bahasa yang dipakaiolehMarthin Luther menjadi model bahasa umum sampai sekarang. Dipopulerkan oleh Lutheran dan Reformasi Jerman yang disebarkan pertama sekali di wilayah Katolik abad ke-18. Sehingga banyak terdapat di dalamnya kepribadian Luther dalam sastra Jerman. Melanchthon sebagai ahli teololi menajdi teman Luther dalam teologi Luther secara keseluruhan dalam pengakuan Augsburg (1530) dan apologi (1531). Namun Melanchthon tidak hanya mengikuti Luther. Ia juga memiliki gagasannya sendiri. Seperti ketika ia menentapkan inkarnasi dan Tritunggal dari Komune Loci bahwa boleh dipercaya tetapi tidak dijadikan sebagai objek spekulasi teologi. Lebih dramatis lagi, Melanchthon sendiri adalah salah satu yang pertama mencoba untuk memodifikasi teologi Luther untuk memperluas tempat persekutuan kearah Calvinisme. Untuk tujuan ini ia menulis ulang teks pengakuan Augsburg dalam apa yang disebutedisivariata (1540). Kontroversi antara pengikut Melanchthon dan lawannya, gnesio-Lutheran, yang mengikuti kematian Luther menyebabkan kesepaktan yang diwujudkan dalam Formula Concord (1577). Ini merupakan kemenangan bagi Lutheranisme yang ketat; namun itu juga menandai awal dari gerakan untuk memasuki pemikiran Luther dalam kategori-kategori skolastik yang telah ditolaknya. Sementara pengaruh Luther berlanjut di antara para pengikutnya baik melalui pencetakan ulang karya-karyanya dan melalui reformulasi pikirannya, itu juga menyebar ke area lain di dunia Kristen Perancis dari Jenewa, menganggap dirinya sebagai pengikut Luther dan mengakui beberapa gagasan Luther. Dalam Calvinisme, Luther berpengaruh dalam Reformasi Inggris. Tiga puluh sembilan ayat (1562), terutama disusun oleh Uskup Agung Cranmer, memasukkan beberapa konsepsi dasar dari Luther — antara lain, hanya Kitab Suci (pasal 6), belenggu keinginan (pasal 10), dan hanya pembenaran iman (pasal 11) ), takdir (pasal 17), dan api penyucian (pasal 22), meskipun ayat-ayat tentang sakramen lebih banyak dipengaruhi oleh Calvinis. Secara umum, pemukiman Elizabeth mengikuti jalannya sendiri, karena itu menyimpang dari dosis besar Katolik, terutama dalam liturgi (Kitab Doa Umum 1549 dan 1552. Namun, dalam teologi sistematika mereka, beberapa teolog besar dari permukiman Elizabeth, seperti Richard Hooker, memahami kebenaran yang harus didasarkan pada pola kebenaran ganda, satu dari Kristus dan satu dari orang percaya, daripada menurut perumusan Luther. Meskipun Luther kadang-kadang menggunakan citra keraguan dan bahkan kebenaran tiga kali lipat, ia menolak mentah-mentah doktrin kebenaran ganda ketika ini menjadi dasar untuk kompromi antara beberapa pengikutnya (termasuk Melanchthon) dan beberapa delegasi Katolik di seluk-beluk Regenshurg ( 1541). Tidak seperti Anglikan standar, kaum Puritan lebih dipengaruhi oleh Calvinis dari Skotlandia (John Knox) daripada oleh Luther mengenai masalah pembenarandan teologi mereka pada umumnya.
Melalui terjemahannya dari Alkitab, Luther berkontribusi pada evolusi dari bahasa Jerman. Jenis bahasa Jerman di mana ia menerjemahkanPerjanjian Lama dan Perjanjian Baru, model bahasa yang dipakaiolehMarthin Luther menjadi model bahasa umum sampai sekarang. Dipopulerkan oleh Lutheran dan Reformasi Jerman yang disebarkan pertama sekali di wilayah Katolik abad ke-18. Sehingga banyak terdapat di dalamnya kepribadian Luther dalam sastra Jerman. Melanchthon sebagai ahli teololi menajdi teman Luther dalam teologi Luther secara keseluruhan dalam pengakuan Augsburg (1530) dan apologi (1531). Namun Melanchthon tidak hanya mengikuti Luther. Ia juga memiliki gagasannya sendiri. Seperti ketika ia menentapkan inkarnasi dan Tritunggal dari Komune Loci bahwa boleh dipercaya tetapi tidak dijadikan sebagai objek spekulasi teologi. Lebih dramatis lagi, Melanchthon sendiri adalah salah satu yang pertama mencoba untuk memodifikasi teologi Luther untuk memperluas tempat persekutuan kearah Calvinisme. Untuk tujuan ini ia menulis ulang teks pengakuan Augsburg dalam apa yang disebutedisivariata (1540). Kontroversi antara pengikut Melanchthon dan lawannya, gnesio-Lutheran, yang mengikuti kematian Luther menyebabkan kesepaktan yang diwujudkan dalam Formula Concord (1577). Ini merupakan kemenangan bagi Lutheranisme yang ketat; namun itu juga menandai awal dari gerakan untuk memasuki pemikiran Luther dalam kategori-kategori skolastik yang telah ditolaknya. Sementara pengaruh Luther berlanjut di antara para pengikutnya baik melalui pencetakan ulang karya-karyanya dan melalui reformulasi pikirannya, itu juga menyebar ke area lain di dunia Kristen Perancis dari Jenewa, menganggap dirinya sebagai pengikut Luther dan mengakui beberapa gagasan Luther. Dalam Calvinisme, Luther berpengaruh dalam Reformasi Inggris. Tiga puluh sembilan ayat (1562), terutama disusun oleh Uskup Agung Cranmer, memasukkan beberapa konsepsi dasar dari Luther — antara lain, hanya Kitab Suci (pasal 6), belenggu keinginan (pasal 10), dan hanya pembenaran iman (pasal 11) ), takdir (pasal 17), dan api penyucian (pasal 22), meskipun ayat-ayat tentang sakramen lebih banyak dipengaruhi oleh Calvinis. Secara umum, pemukiman Elizabeth mengikuti jalannya sendiri, karena itu menyimpang dari dosis besar Katolik, terutama dalam liturgi (Kitab Doa Umum 1549 dan 1552. Namun, dalam teologi sistematika mereka, beberapa teolog besar dari permukiman Elizabeth, seperti Richard Hooker, memahami kebenaran yang harus didasarkan pada pola kebenaran ganda, satu dari Kristus dan satu dari orang percaya, daripada menurut perumusan Luther. Meskipun Luther kadang-kadang menggunakan citra keraguan dan bahkan kebenaran tiga kali lipat, ia menolak mentah-mentah doktrin kebenaran ganda ketika ini menjadi dasar untuk kompromi antara beberapa pengikutnya (termasuk Melanchthon) dan beberapa delegasi Katolik di seluk-beluk Regenshurg ( 1541). Tidak seperti Anglikan standar, kaum Puritan lebih dipengaruhi oleh Calvinis dari Skotlandia (John Knox) daripada oleh Luther mengenai masalah pembenarandan teologi mereka pada umumnya.
·
Pengaruh Luther TerhadapTeologi Katolik
Luther memiliki beberapa pengaruh pada
zamannya sendiri yaitu kecenderungan dalam teologi Katolik, terutama bagi para
pendukung reformis yang beberapa ahli sejarah menyebutnya sebagai evangelis Katolik.
Mereka adalah kaum pria dan wanita yang pada umumnya membagi doktrin Luther
tentang pembenaran sola fide dan penekanan
pada sola scriptura sebagai standar iman.
Tetapi mereka tidak membentuk kelompok yang konsisten, dan akhirny mereka ada
yang masuk pada kelompok reformasi atau da nada juga yang menjadi umat katolik
yang marginal. Namun, yang lebih penting
bagi gereja Katolik secara keseluruhan adalah pengaruh langsung dan tidak
langsung Luther pada konsili Trente (1545—1563) yang mengalami pembaruan. Dan memang ada beberapa pembatasan konsili terhadap Reformasi
yang ditujukan kepada Luther dan Lutheranisme. Tetapi pengaruh Luther dan
Konsili Trente tidak dapat
dinilai dengan baik hanya dengan memperhatikan kutuk mereka. Penting untuk memahami formula polemik dan maksud dari setiap penegasan ajaran. Untuk sebagian besar agenda Konsili Trente ditetapkan oleh para reformis. Tugas konsili adalah untuk membuat perubahan, dan untuk menjawab kritik doktrinal reformis. Perlu
untuk memperhatikan para reformis agar memahami struktur dewan. Dan meskipun
beberapa sesi sepertinya ada dalam pikiran Calvinis daripada sayap Lutheran
dari Reformasi, itu adalah figur Luther yang
terbayang pada sesi 25 Konsili. Luther telah meminta sebuah
konsili yang akan
mendasarkan keputusannya pada sola scriptura. Dan karena itu urutan pertama bisnis, setelah sesi pendahuluan, adalah
untuk menggambarkan dasar dari iman Katolik. Sesi ketiga menegaskan kesetiaannya pada Kredo Nicea; sesi keempat menyatakan
kesetiaannya pada “kemurnian Injil” sebagaimana terkandung dalam kedua Kitab
Suci dan tradisi kerasulan. Divergensi telah muncul di kalangan sarjana Katolik
untuk menafsirkan
keputusan ini. Namun, pada umumnya saat ini diterima bahwa gagasan tentang
Kitab Suci dan tradisi menjadi dua sumber wahyu yang terpisah dan parsial tidak
diajarkan atau ditolak oleh Trente; pembagian semacam itu hanya berasal dari para
penerjemah yang kemudian. Meskipun
berdiri lebih dekat dari Luther ke humanisme dari Renaisans, Trente tidak mencurahkan
satu pun keputusan untuk pertanyaan tentang kehendak bebas. Pada awalnya, sesi
keempatnya meneliti pertanyaan tentang dosa asal yang menjadi sumber pandangan
Luther tentang ikatan kehendak. Dekrit ini ditujukan kepada neo-Pelagian (yang
menurunkan gravitasi dosa asal yang ditransmisikan ke seluruh umat manusia) dan
Anabaptis (yang menolak baptisan bayi). Salah satu keprihatinan utama Luther,
dampak pasti dari dosa asal terhadap kapasitas akal dan kehendak, tidak
diperiksa, mungkin karena ada perbedaan pada titik ini antara kaum Thomis,
orang-orang Scotis, dan Nominalis, merupakan
aliran utama yang muncul di konsili. Bahasa Agustinian
kuno Luther, yang disebut dosa kerapuhan (sedangkan untuk Skolastisisme seperti
trente itu hanya hasil dari dosa), secara eksplisit ditolak.
Pembenaran, titik sentral teologi
Luther, diperlakukan panjang dalam sesi ke empat. Di sini konsili tidak menggunakan
bahasa Luther, tetapi para uskup agaknya mengira bahwa sebagia dari tiga puluh
tindakan yang ditambahkan ke enam belas bab dari dekrit itu mengutuk beberapa poin
dari bahasa dan ajran Luther. Tifikasi, menunt ukuran yang setia ke tingkat kesucian tertinggi. Namun teks konsili juga
cocok dengan pandangan yang begitu menekankan sentralitas iman bahwa perbedaan
dengan Luther lebih bersifat verbal daripada nyata. Memang, Trente mengulangi ajaran
skolastik standar bahwa satu-satunya keyakinan yang membenarkan adalah yang
"diinformasikan", atau dianimasikan, oleh cinta. Dalam Trente seperti dalam kebanyakan teologi abad pertengahan, cinta
bukanlah sebuah karya yang mengikuti iman, mengalir seperti apa adanya darinya;
itu adalah hadiah yang diinfuskan, sepenuhnya karena Tuhan, yang dianugerahkan
bersama dengan iman dan harapan dan memungkinkan penerima untuk menanggapi
panggilan Tuhan dalam mengasihi Tuhan dan berselisih . Dengan kata lain, Trente berusaha
memengaruhi sintesis antara doktrin anugerah Agustinian sebagaimana tercermin
dalam aliran utama teologi abad pertengahan dan kepedulian yang hampir
eksklusif terhadap iman yang telah diadopsi Luther. Rumusnya bukan milik
Luther, tetapi perbedaan tepatnya di antara keduanya adalah titik
diperdebatkan.
Untuk menjaga perhatian yang dibayar oleh Luther kepada
sakramen, sesi-sesi doktrinal Trente yang tersisa terutama membahas pertanyaan-pertanyaan
sakramental. Sakramen-sakramen pertama-tama dilihat pada umumnya dan kemudian
secara khusus. Perhatian khusus diberikan kepada Ekaristi. Ia memelihara tujuh
sakramen. Ini menegaskan kehadiran gamblang dan membela doktrin
transubstansiasi sebagai ekspresi kehadiran nyata. Ia juga membela gagasan
bahwa ekaristi dapat benar-benar
disebut pengorbanan, meskipun bukan yang baru, dan bahwa sebagai pengorbanan
Misa dapat ditawarkan bagi orang hidup dan orang mati. Dalam hal ini, tidak ada kiasan
untuk dasar teologi amoral sakral Luther, yang mengikat sakramen dalam arti
yang ketat untuk janji pembenaran. Di Trente gagasan sakramen lebih luas. Di bawah kondisi-kondisi
ini tampaknya mungkin bahwa para bapa gereja dan teolog tidak menyadari
pendirian Luther yang sebenarnya. Oleh karena itu, dapat diperdebatkan apa yang
akan mereka katakan tentang jumlah sakramen jika
mereka telah mengadopsi definisi Luther yang lebih ketat.Keputusan terakhir menguji masalah.yang merupakan awal dari karir reformasi Luther:
indulgensi. Sesi terakhir yang sama memperlakukan secara singkat tentang api
penyucian, doa para orang kudus, gambar-gambar suci, dan peninggalan
orang-orang kudus. Ini adalah yang paling anti Lutheran dari keputusan konsili. Pada pandangan pertama konsili tampaknya mempromosikan praktik-praktik itu yang menjadi
sasaran Luther. Namun ia juga mengajak umat beriman untuk moderasi dalam semua
hal seperti itu; ia memberi tahu para uskup bahwa semua harus dilakukan dengan
maksud untuk membangun. Ketetapan tentang topik-topik ini mungkin akan memiliki
nada yang sangat berbeda jika Luther tidak memprotes pelanggaran yang telah diasaksikan. Mungkin ada
pandangan berbeda dari pengaruh nyata Luther pada Konsili Trente dan tentang
Kontra-Reformasi. Namun orang dapat membantah bahwa transformasi teologi
Katolik dari Abad Pertengahan ke modern terutama disebabkan pengaruh dominan
Luther pada evolusi pemikiran Eropa. Skolastik dari adalah anti-Lutheran dan
anti-Calvinistik, sedangkan Lutheranisme dan Calvinisme mengembangkan jenis
teolog skolastik mereka sendiri. Dalam usahanya memperbarui menggunakan
pemikiran Thomas Aquinas sebagai, neo-Scholastisisme dari akhir abad kesembilan belas. Tetapi menjelang
pertengahan abad kesembilan belas, model teologi Katolik sebagian berkembang dari pertemuan di
sekolah Tubingen antara teolog katolik Jerman dan pemikiran
Luther serta Lutheranisme.[19]
DAFTAR
PUSTAKA
1. Embuiru, H. Gereja Sepanjang Masa.
Flores: Nusa Indah
2. Helwig, W. L. Sejarah Gereja
Kristus. Yogyakarta: Kanisius, 1974.
3. Hasugian Hopman. Sakramen Ekaristi
Menurut Marti Luther dan Konsili Trente.
4. Kristiyanto,
Eddy. Reformasi dari Dalam.
Jogjakarta; Kanisius, 2004.
5.
Kristiyanto, Eddy. Gagasan yang Menjadi Peristiwa. Yogyakarta:
Kanisius, 2006.
[1] Th. Van den End, Harta
Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979),
hlm. 119.
[2] Dom Charles Poulet, A History of the Catholic Church, vol.1 (London: B. Herder Book,
1934), hlm.620.
[3] H. Jedin, (ed) History
of the Church (Abridged edition): The Medieval and Reformation Church, (New
York: The Crossroad Publishing Company, 1993), hlm. 155-157.
[4] Kleopas Laarhoven, Gereja
Abadi, (Kabanjahe: Percetakan Offset, 1974), hlm. 74.
[5]
H.Berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988), hlm. 23.
[6]Indulgensi
adalah penghapusan hukuman temporal atas dosa yang dianugerahklan oleh gereja
dan effektif di hadapan Allah. Husin Sembiring, diktat sejarah agama kristiani II, (STFT ST. YOHANES
PEMATANGSIANTAR-SUMATRA UTARA, 2013/2014),
hlmn. 24.
[7] Hubert Jedin (Ed), History of
The Church Vol. V Reformation & Counter Reformation (New
York: Crossroad, 1992),
hlm. 51.
[8] Bdk. Hans Peter Grosshans, Luther…,
hlm. 35
[9] Eddy Kristianto, Reformasi
dari Dalam, (Yogyakarta:Kanisius, 2004), hlm. 58.
[10] Bdk. Hans Peter Grosshans, Luther…,
hlm. 18.
[11] Hans Peter Grosshans, Luther,…,
hlm. 35.
[12] Hans Peter Grosshans, Luther,…,
hlm. 39.
[13] Eddy Kristiyanto, Reformasi …,
hlm. 61.
[15]Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam Sejarah Gereja Zaman
Modern (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 64.
[17]Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam Sejarah Gereja Zaman
Modern (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 61.
[19]Mark
Edwards and George Tavard, Luther A
Reformer the Churches, (USA: Fortres Press, 1983), hlm. 83-92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar