Sabtu, 17 November 2018

GEREJA: PENGARUH INDULGENSI DALAM REORMASI MARTIN LUTHER PADA TUBUH GEREJA



PENGARUH INDULGENSI DALAM REORMASI MARTIN LUTHER PADA TUBUH GEREJA

PENDAHULUAN
Reformasi Gereja yang dilakukan oleh Martin Luther merupakan sebagian dari sejarah yang menceritakan bagaimana Gereja dalam perjalannanya mengalami masa kebagkitannya dimulai dari abad ke-3 dan berkembang sampai masa kejayaannya. Dalam masa kejayaannya Gereja dapat dikatakan sebagai ”acuan utama” kuasa hampir diseluruh daerah. Kuasa “Ilahi” yang dipegang Gereja dan teraksana dalam “diri” Paus sebagai kepala. Namun hal itu dirasa belum cukup. Keinginan untuk menjadi pemegang “kuasa mutlak” pemerintahan/kerajaan, “Gereja” mengejar hal itu. “Gereja” mencoba untuk memegang penuh kedua kuasa ini. Namun keinginan ini pulalah yang menyulut semakin tidak diakuinya kuasa dan wibawa seorang Paus sebagai pengatur kuasa pemerintahan pun juga kuasa Ilahi yang dipandang tidak lagi menjadi kuasa mutlak seorang Paus sebagai pemimpin Gereja tertinggi. Bukan hanya dari bagaian atas, namun banyak permasalahan yang terjadimulai dari tingkat bawah yakni para imam. Masalah kuasa, uang dan seks menjadi “koreng” (luka bernanah yang mongering dan sulit sembuh) dalam tubuh Gereja. Hal ini yang membuat penolakan dan pemberontakan umat akan keinginan agar gereja membaharui diri kembali kepada semangat utamanya.
Namun tidak sedikit yang memberontak secara keras walau masih tersembunyi. Martin Luther mengeluarkan 95 tesisnya akan penolakan dari beberapa tindakan gereja yang dianggap salah. Indulgensi dosa, yang pada masa itu sangat marak menjadi salah satu penumpah seluruh gejolak yang telah lama disimpan itu, yang menjadikan perpecahan dalam tubuh Gereja.
Inilah yang ingin kami paparkan tentang dalam tulisan ini, yakni Indulgensi yang mempengaruhi gerakan Martin Luther dalam Revormasinya akan Gereja.

FAJAR REFORMASI DALAM KRISIS WIBAWA KEPAUSAN
            Paus yang merupakan pemimpin Gereja ingin menguasai dunia. Sikap ambisius ini merupakan cita-cita Gereja pada abad pertengahan. Atas dasar ini, dunia mengambil jarak dari Gereja yakni banyak orang kristen yang menarik diri dari dunia. Dalam peristiwa ini, gereja masih belum mengalami kemunduran, sebab kuasa Negara dan Gereja berada dalam kekuasaan kewibawaan Paus.[1]
Pada perkembangan selanjutnya, muncullah beberapa Negara baru, antara lain: kekaisaran Jerman, Prancis dan Inggris. Munculnya Negara tersebut disebabkan oleh runtuhnya kekaisaran Romawi-Barat. Raja-raja dari setiap Negara mengakui kewibawaan Paus dan keberadaan diri mereka sebagai bawahan Paus. Prinsip ini dipandang baik hingga berlangsung selama kurang lebih 1 abad, walaupun kadang-kadang raja-raja memberontak kepada Paus. Tetapi dalam perjalanan waktu, keadaan mulai berubah. Prinsip tersebut tidak memberi kebebasan karena diikat oleh situasi kuasa Gereja. Mereka menyamakan diri terhadap Paus. Mereka menganggap diri sebagai kepala. Mereka berpendapat bahwa kuasa politik raja-raja berasal dari Allah. Oleh karena itu, para rohaniwan: Paus, Kardinal, Uskup dan Imam tidak memiliki hak untuk memerintah dan mengatur Gereja.[2]
Pada abad pertengahan terjadi perang antara Prancis dan Inggris. Akibat dari perang ini, kedua Negara mewajibkan para klerus. Tetapi para klerus mengajukkan protes sedangkan para Uskup tidak. Bonifasius (bukan sebagai jabatan paus) yang diminta sebagai penengah kedua pihak mendukung protes para klerus dengan menegaskan bahwa penarikan pajak tanpa persetujuan kepausan akan mendapat hukuman. Penyataan ini langsung dikomentari oleh Phillipus IV. Dia mengutus utusan untuk menangkap Bonifasius. Dalam dialog mereka, Bonifasius dituduh sebagai heretic karena ternyata penundukan di bawah kepausan tidak menyelesaikan masalah. Karena Bonfasius tetap mempertahankan pandangannya sehingga ia diadili di hadapan raja dan kemudian paus diseret ke penjara.[3]
Setelah sempat kepausan pindah ke Avignone karena wibawa Paus mulai dipengaruhi oleh pemereintah semakin jatuhlah wibawa Paus dalam masa Skisma barat yang diakibatkan pernyataan Konsiliarisme yang menyatakan bahwa autoritas gereeja berada dalam tangan Paus, tetapi Paus bisa jatuh ke dalam heresy atau skisma, dan karena  itu bisa dijatuhkan oleh konsili.
Merosotnya hidup rohani para religius dipengaruhi oleh politik yang ada dalam Gereja. Umumnya banyak orang yang mau masuk dan menjadi rohaniwan pada masa itu. Ketertarikan menjadi religius bukan lagi suatu bisikan Roh Kudus dan cita-cita murni namun berupa politik, sebab mereka bertujuan untuk mendapat jabatan. Dengan itu, para religius semakin bertambah banyak. Di tambah orang-orang yang diangkat menjadi pejabat gerja adalah pihak keluarya yang diharapkan membawa keuntungan bagi kepentingan pribadi. Konsekuensinya Gereja tidak sampai pada apa yang dicita-citakan sebab ingin hidup bebas. Kegiatan rohani menjadi menurun dan lebih menonjolkan kekayaan Gereja. Kerinduan mendapat pangkat dalam Gereja merupakan usaha untuk mendapatkan kekayaan Gereja tersebut.[4]
Namun hal yang paling berat bagi gereja yakni gereja dikenai pajak yang berat oleh hartanya yang banyak dan para imam serta biara-biaranya. Semua ini karena wibawa Gereja dan Paus semakin menurun yang mengakibatkan geeja tidak leluasa “berbicara” dan dapat mengambil sikap sebagai pemegang kuasa atas para pemimpin pemerentahan dan ditambah kuasa “Ilahi” yang dimiliki gereja sendiri semakin dipersempit dan sampai ingin diambil alih oleh para pemimpin pemereintah. Gereja mengalami polemik dan ketegangan.
Tekanan dari dalam sangat memberatkan dan memaksa gereja untuk mencari uang untuk biaya yang besar pada masa itu pembangunan Basilika St. Petrus dan biaya perang. Tekanan dari luar tak kalah membebani yakni pajak yang harus dibayarkan. Hal ini semua menjadikan gereja menghalalkan segala cara untuk memperoleh uang untuk menutupi semuanya ini.


INDULGENSI
Perlu kita mengerti terlebih dahulu apa itu “Indulgensi”. Dalam pengakuan dosa, setiap orang akan menerima absolusi ( hukuman yang harus dilaksanakan sebagai “silih” atas dosa-dosa yang dilakukan dalam rupa doa, perbuatan atau sanksi tindakan yang diberikan bapa pengakuan yang bertingak sebagai perpanjangan gereja atas penghapusan dosa dalam sakramen pada orang tersebut). Sedangkan silih adalah sikap penyesalan atas segala dosa yang diperbuat. Rasa bersalah ini dapat berupa tindakan batin/rohani, namun sering pula silih dalam tindakan jasmani (pada zaman dahulu laku tapa dan mendera diri ditujukan sebagai tindakan silih atas dosa-dosa orang yang melakukannya). Silih dalam hokum gereja terutama terkait dengan hokum kanokik, absolusi merujuk pada hokum di hadapan Allah. Sedangkan Indulgensi menyatukan keduanya. Tetapi indulgensi berbeda dari silih, karena silih lebih kepada pengganti penitensi yanag lebih bersifat yuridis. Nah dalam hal inilah indulgensi bertingak sebagai aksi yuridis menyangkut pembebasan dari penitensi gerejani.
Pada awalnya indulgensi sangat bertujuan utnuk tindakan penghapusan dosa yang menekankan tindakan batin dalam laku tobat, doa, dan silih atas penyesalan dosa-dosanya dihadapan Allah. Dan juga indulgensi menjadi tindakan jasmani yang membuat sanksi atas dosa berat sebagai hokum yang mendatangkan rahmat pengampunan. 
Indulgensi merupakan penghapusan dosa yang merupakan rahmat yang dianugerahkan oleh Allah melalui perantaraan Gereja. Kemunculan indulgensi dalam Gereja mulai berlangsung pada abad ke-XI. Gereja sejak awal telah memberikan anjuran dengan perantaraan doa para martir bagi peniten yang menerima sakramen tobat. Dalam bentuk-bentuk penitensi yang berkembang kemudian Gereja memberikan penentuan bagi peniten dalam menjalan penitensinya dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan khusus yang harus dilakukan. Indulgensi dipandang sebagai bentuk yuridis yang menyangkut pembebasan dari penitensi. Hal yang demikian ini dipandang berkaitan dengan doa untuk penghapusan bagi dosa. Dalam praktek indulgensi yang sedemikian rupa oleh ahli hukum kanonik Huguccio memandang indulgensi sebagai tindakan yang yuridis yang terkait dengan hukuman di hadapan Allah. selanjutnya dalam perkembangannya indulgensi dipandang sebagai kekayaan Gereja.
Pada akhir abad pertengahan bermunculan penggandaan indulgensi dan karya indulgensi yang lebih ringan dan mengarah pada pengerukkan finansial dari peniten. Pada abad ke-13 para teolog dan ahli hukum mengajarkan bahwa indulgensi bisa diterapkan bagi orang-orang yang telah meninggal. sementara para pengkotbah juga menyatakan dalam kotbahnya bahwa dengan memasukkan uang persembahan maka jiwa-jiwa akan terangkat ke surga.
Pada tahun 1507 paus Julius II, mengumumkan indulgensi penuh, untuk pembangunan Basilica Santo Petrus. Di wilayah-wilayah gerejani bermunculan para penguasa yang mengijinkan pemakluman indulgensi bila mereka juga memperoleh bagian finansial dari padanya.  Pada tahun 1513 Albreeht dari Brandenburg menjadi uskup di Magdeburg dan pada tahun yang sama pula ia diangkat menjadi uskup agung. Dibebankan padanya untuk pembayaran secara personal servitia dan pajak palliumyang telah jatuh tempo, pembayaran pajak dispensasi. Semua tekanan yang menuntut pembayaran dalam rupa uang memposisika Albrecht untuk pemasukan dana. Dalam keuskupannya Albreeht diijinkan untuk mengambil separuh hasil finansial dari indulgensi berhubungan karena memiliki beban pajak. Dan demi membayar semua hutang yang ada maka usaha dari perdagangan indulgensi harus mencapai targetnya. Selanjutnya uskup Albrecht mengeluarkan instruksi bagi utusan dan para pengkotbah indulgensi, yang mana paus mengharusklan pajak dalam pembangunan Basilika St. Petrus. Pengkotbah indulgensi menjelaskan bahwa orang tidak perlu mengaku pada saat pembelian surat pengakuan. Dengan demikian juga orang bisa memperoleh indulgensi penuh bagi orang yang telah meninggal tanpa perlu menerima pengakuan tetapi hanya dengan membayar uang. Pada tahun 1517 Yohanes Tatzel dihunjuk untuk berkotbah tentang indulgensi di propinsi Magdeburg. Ia menekankan pentingnya uang sebagai ganti penyesalan. Sebagai seorang yang menerimakan sakramen pengakuan Luther berkesempatan mencampuri masalah pewartaan indulgensi. Ia melancarkan kritik dengan mengatakan bahwa indulgensi mengajak orang untuk melarikan diri dan membenci hukuman atas dosa dan bukan mengajarkan orang untuk membenci dosa itu sendiri.
Dalam pelaksanaan indulgensi yang lebih menekanan material karena tekanan pembangunan basilika dan ditambah dengan pajak harta dan benda gereja seperti yang diterangkan di awal. Maka, indulgensi mengalami kehilangan nilai signifikasinya. Indulgensi hanya dipandang sebagai kekayaan gereja dan pemberian indulgensi semakin direservir oleh paus. Maka kisah Indulgensi memposisikan gereja pada keadaan yang semakin berada di sorotan bahwa gereja mulai meementingkan uang (duniawi) ditambah dengan banyaknya permasalahan kuasa dan skandal seks dalam tubuh gereja, menjadikan dirinya semakin jatuh dan memunculkan perlawanan dari dalam tubuh gereja itu sendiri.
Demikian juga orang bias memperoleh indulgensi penuh bagi orang mati tanpa penyesalan dan pengakuan, tetapi hanya dengan membayar uang. Dalam hal ini indulgensi sampai pada titik kepercayaan bahwa ia sangat mujarab dan sangat pasti. Seperti sebuah sajak tahun 1482 dipermasalahkan di Sarbone karena pernyataannya, “Begitu uang berbunyi masuk ke dalam kotak persembahan, jiwa-jiwa langsung terbebas dari api penyucian.”
Dalam hal ini dapat dikatakan, dengan indulgensi umat beriman diundang untuk menunda pertobatan dan ditekankan yang menjadi inti ialah bahwa uang lebih penting dari pada keselamatan jiwa. Ini dikarenakan pandangan bahwa uang dapat mengantikan penyesalan yakni silih dosa, dan uang dapat menghapus dosa serta menyelamatkan jiwa yang berdosa. Paham ini yang tanpa disadari di sampaikan kepada umat.

LUTHERANISME
Sejarah Hidup Martin Luther
            Martin Luther  lahir pada tangggal 10 November 1483 di kota kecil Saxon Eisleben, ayahnya bernama Hans Luder seorang penambang dan ibunya, Margaretha. Ia meninggal pada tanggal 18 Februari 1546 di kota kecil Saxson Eisleben. Luther adalah orang yang pintar di sekolahnya, karena itu ia melanjutkan setudi filsafat di univesitas. Tetapi ayahnya ingin Luther memperoleh karier profesional di bagian hukum.
Ketika luther belajar hukum, dalam hatinya ia mengalami perubahan yang sangat mendalam baginya. Ketika ia mengalami kekuatan yang luar biasa, yakni petir yang didekatnya sehingga membuat Luther sangat ketakutan. Lalu kemudian ia berteriak “St. Anna, tolonglah aku. Pada saat itu ia berjanji menjadi seorang pertapa. Karena janjinya tersebut ia masuk ordo pertapa Agustinus di Erfurt, yang terkenal dengan hidup asketiknya.
Pada tanggal 2 Mei 1507, Luther ditahbiskan menjadi imam, tak lama kemudian Luther dipilih seorang guru besar. Dalam tahun 1510-1511, ia dikirim ke Roma. Di Roma dia berhadapan dengan kehidupan gereja yang duniawi. Mulai dari situ imannya menggungcang karena tidak satu pun spiritual yang tinggi terpenuhi disana, dipusat keagamaan, gereja hampir tidak memiliki spiritualitas kristen. Serangan Luther pada paus dan gereja berawal dari perjalanan ini.
 Sekembalinya dari sana Luther menjadi wakil pemimpin. kemudian menjadi pengawas pertapaan lain di daerah itu. Selain itu, ia menjadi dosen studi Kitab Suci di Universitas. Pada tahun 1524 di menanggalkan jubah kebiaraannya dan mengawini mantan biarawati, Katherina von Bora, yang dari padanya lahir 6 orang anak. Dan Martin luther meninggal pada 13 Februari 1546.[5]

Gagasan-gagasan Martin Luther

·         Pandangan Luther atas Indulgensi
pandangan Luther terhadap indulgensi ini secara mendetail terdapat dalam makalahnya “De Indulgentiis. Menurut tulisannya menyatakan bahwa indulgensi sendiri merupakan penghapusan kewajiban yang dibebankan dalam pengakuan. Dalam indulgensi sendiri tidak mengurangi nafsu-nafsu badani juga tidak menambah cinta dan rahmat. Umat semestinya dituntun kepada pertobatan sejati, yakni pertobatan batiniah. Indulgensi memberi kesempatan bagi kemalasan spiritual. Luther menganjurkan agar uskup agung Albreeht menarik kembali arahannya. Tetapi karena pejabat tidak memberikan tanggapan ia merumuskan pendapatnya dalam Tesisnya. Dalam suratnya kepada Albercht Mainz tertanggal 31 Oktober 1517, Luther mengeluh bahwa pengkotbah indulgensi dengan kisah-kisah dan janji yang menipu akan indulgensi menuntun umat kepada keamanan semu dan ketidak takutan pada akibat dosa. Luther berharap uskup agung menarik instruksinya yang mengeluarkan arahan lain bagi para pengkotbahnya. Namun tanggapan atas surat ini kurang memuaskan. Maka dari itu dia menuliskan dalil-dalilnya.

·         95 Tesis Martin Luther
Adapun hal yang termuat dalam Tesis-tesis yang ditulis oleh Martin Luther mengungkapkan pandangan (tesis 1), Luther menginginkan agar umat Kristen dalam seluruh kehidupannya hendaknya menjadi  satu pertobatan.  Pada tesis 94;92-95 Luther mengungkapkan kecemasannya  akan tuntunan yang membawa kaum Kristen kepada kepastian yang palsu akan keselamatan. Sebaliknya Luther menghendaki agar kaum Kristen hendaknya mengikuti Kristus yang adalah kepala Gereja, Kristus yang sengsara, wafat dan turun ke alam maut. Luther mengkritisi para pengkotbah indulgensi yang menggunakan kata-kata yang tidak wajar dan berlebihan (tesis 92) indulgensi yang jauh melampaui nilai yang seharus (tesis 24;73-80) Luther menyatakan pula bahwa indulgensi yang diterapkan mengakibatkan berkembangnya kemalasan dalam memperoleh pendamaian. (tesis 95) indulgensi juga mengakibatkan pembuangan penyesalan dari peniten dan juga bagi penitensi yang sangat diperlukan (tesis 39-41). Dalam pandangan yang lain, Luther mengungkapkan bahwa indulgensi yang diwartakan kepada umat bertentangan secara langsung dengan kebenaran salib dan takut akan Allah, pada prinsipnya indulgensi tidak ditolak (tesis 71), umat semestinya tidak dituntun untuk mempercayai indulgensi (tesis 49, 52, 32) berkenaan dengan ini karya-karya karitas dan doa secara istimewa sesungguhnya lebih tinggi dari pada indulgensi (tesis 41-47). Luther juga berpandangan bahwa tanpa indulgensi umat Allah telah mengambil bagian dalam seluruh kekayaan Kristus dan Gereja (tesis 37). Harta kekayaan Gereja yang sejati ialah Injil dan rahmat Allah (tesis 62). Dan hanya musuh-musuh Kristus seperti perwartaan indulgensi yang dapat menghalangi sabda Allah (tesis 53-55) dalam tesis 14-19 Luther menekankan karakter ketidakpastian dari pernyataan-pernyataan para teolog mengenai jiwa-jiwa orang dalam api penyucian. Luther berpandangan bahwa bagaimanapun juga, indulgensi bagi orang mati dianugerahkan hanya dalam bentuk permohonan (tesis 25.26) dan dengan demikian setiap pewarta tidak dapat menyatakan tentang pengaruh indulgensi yang bisa gagal jika tidak dilakukan dengan satu bentuk pengurbanan yang nyata (tesis 27-29). Dalam idenya yang terungkap Luther menyatakan bahwa intensi pengaku sebagai syarat pengampuanan oleh Tuhan (tesis 7,38) Luther menyetujui bahwa paus memiliki hak untuk mereservir dosa (tesis 6). Walaupun ia setuju dalam pandangan mengenai hak paus namun Luther sendiri mempertanyakan  kodrat indulgensi terutama mengenai pemikiran mengenai adanya pembayaran finasial bagi indulgensi. Ia sendiri mempersempit indulgensi pada penghapusan hukuman kanonik (tesis 5,11,20,21,23).
Dalam peristiwa peredaran tesis yang begitu cepat, Luther menyatakan bahwa tesis yang ia maksudnya ditujukan hanya untuk kaum terpelajar dan bukan kepada semua orang. Namun karena tesis tersebut yang sudah luas beredar tidak dapat ditarik kembali. Luther sendiri menegaskan bahwa apa yang diungkapkannya dan apa yang dikatanya  tiada lain semua merupakan apa yang terkandung terutama dalam Kitab Suci dan semua ajaran-ajaran dalam tradisi yang terpelihara oleh Gereja Roma dan termuat di dalam kanonik dan dekrit kepausan namun Luther sendiri tidak mau tunduk pada ajaran teologis Gereja.

·         Situasi pendukung gagasan Luther
Pada saat itu kekuasaan Kepausan semakin berkurang, karena konflik-konflik yang terjadi dengan para penguasa lain.. Kerisuhan yang terjadi di dalam tubuh gereja ini membawa dampak yang besar bagi pembaharuan gereja katolik sendiri secara khusus dan bagi peradaban dunia secara umum.
Peristiwa ini banyak terjadi di berbagai daerah, salah satunya di Jerman, tanah air Martin Luther. Ketika Luther menjadi seorang pastor paroki di sebuah paroki di Wittenberg, Luther menemukan praktek penyelewengan atas indulgensi.[6]  Indulgensi menyatukan tindakan hukuman di hadapan Allah.
Indulgensi ini di pandang sebagai perubahan nilai yang tidak baik dan bahkan sangat tercelah oleh pihak gereja terutama oleh paus. Indulgensi  ini di maafkan oleh paus julius II, agar memperoleh keuntungan yang besar baik bagi pribadi maupun demi pembangunan gereja basilika st. petrus yang membutuhkan biaya.
Ia harus membayar pajak pallium dan dispensasi oleh kepausan dan kekaisaran karena ia di wilayah kekuasaan kaisar Jerman. Ia membutuhkan biaya banyak, oleh karena itu ia mempromasikan indulgensi bukan hanya untuk kepausan dan kekaisaran, melainkan untuk dirinya sendiri. Dengan pemberian privilese dari Paus Leo X supaya memberikan indulgensi di wilayahnya.
Banyak orang yang menentang indulgensi ini, bahkan Luther pun, karena sudah sampai di tempat tinggalnya. Indulgensi Luther, untuk mengkeritik masalah spiritual dan teologis yang dialami. Gerakan tersebut mengakibatkan malapetaka secara material maupun psikologis dalam kerasulan antara para imam dan umat beriman. Tujuan utama Luther adalah, sebagaimana diterangkan kepada Albert dalam surat pengantar untuk 95 tesisnya: agar umat dapat mempelajari injil dan kasih kristus. Luther menulis secara singkat atas masalah indulgensi.[7]
Mengenai indulgensi di dalam gereja yang memberi pemahaman Luther mengenai iman Kristen.[8] Luther menerbitkan surat serta suatu tulisan yang begitu kasar nadanya untuk menentang perbuatan kepada Uskup Albert. Tulisan itu berjudul de indulgentiis yang mengatakan bahwa indulgensi tidak mengurangi nafsu-nafsu badani juga tidak menambah cinta dan rahmat. Para pejabat gereja yang mengetahui hal itu tidak merespon yang baik. Karena itu Luther menyebarkannya kepada orang-orang terpelajar di dalam dan luar daerah Wittenberg.[9] Lewat profesinya sebagai dosen di ruang kuliah dan di mimbar khotbah sebagai pastor paroki.[10]
Setelah itu,tanggal 31 oktober 1517, Luther menulis 95 tesis yang ia kirimkan kepada uskup agung Albrecht Mainz dan kepada beberapa pejabat gereja. Bahkan Ia pun menempel tesis itu pada pintu gereja puri di Wittenberg. Sebelumnya, Luther menyebarkan masalah itu di lingkungan akademis, dan kritik-kritiknya menusuk. Dalam 95 tesis tersebut, Luther tidak hanya membahas soal praktek indulgensi saja. Praktek itu menguji sejauh manakah iman kristen secara langsung didasarkan pada perjanjian baru.[11]
Inti pandangan Luther dalam 95 tesisnya adalah pemahaman barunya yang radikal mengenai silih, yang melulu ditarik dari perjanjian baru. Arti pentingnya tesis-tesis Luther adalah bahwa ia tidak hanya mengkritik penyalahgunaan indulgensi, tetapi juga mempertanyakan dasar teologis dari pelaksanaan hal ini.[12]

·         Pengaruhnya.     
Tindakan yang dilakukan Luther sudah sangat pengaruh dikalangan masyarakat. Doktrin Luther telah dibaca oleh banyak orang dan banyak diantaranya telah menjadi pendukungnya. Yang menjadi pengikutnya yang pertama ialah para bangsawan dan para petani. Sylvester von Schaumburg menawarkan seratus bangsawan untuk melindunginya. Kemudian Martin Luther mulai mendekati para bangsawan German untuk mendukungnya lewat karyanya yang ditulis dalam bahasa German, An den christihen Adel deutscher Nation. Karya ini menceritakan komentar Martin atas tiga ajaran gereja yakni hak istimewa hierarki untuk menafsirkan kitab suci, perbedaan, perbedaan antara iman dan awam serta privilese paus untuk memanggil konsili. Luther pun menulis dua karya lain yaitu De CaptivitateBabylonica Ecclesiae Praeludium dan De Libertate Christiana, untuk para uskup dan Roma. Karya ini pun mempertentangkan doktrin tradisional Gereja Roma.
            Kekacauan semakin memuncak, Melanchton memimpin mahasiswa fakultas di Wittenber untuk membakar buku-buku hukum, skolastik klasik dan karya Eck di lembah sungai Elbe. Disaat yang sama Luther juga melakukan tindakan provokatif yakni dengan membakar sebuah salinan Kitab Hukum Kanonik. [13]
            Roma yang telah kehilangan sebagian besar kuasanya di German akhirnya menggunakan kuasa kaisar Karel V. Karel V memberikan mandat kepada Parlemen Diet di Worms untuk menyelesaikan permasalahan dengan Martin Luther.. Karya-karyanya dinyatakan sebagai bidah dan harus dibakar; penyebarluasan doktrin Luther dilarang; siapa saja yang berkomunikasi dengan Luther akan ditangkap dan harta kekayaannya akan disita.
            Karel V kembali memanggil Diet di Augusta tahun 1530. Dalam Diet ini para protestan diundang untuk memaparkan iman pengakuan mereka. Teks pengakuan disiapkan oleh Melanton karena Luther tidak dapat hadir akibat Hukuman Diet Worm. Luther tidak setuju dengan pengakuan yang dibuat oleh Melanton yang tidak berbicara inti doktrin yang ingin direformasi Luther. Para peserta Diet Agusta yang ikut menandatangani pengakuan iman berharap agar dalam Gereja kembali terdapat kesatuan namun tetap menemui kegagalan.
Khotbah-khotbah Luther yang masuk akal dan persuasif menyulut para petani beriktiar untuk melawan tuan-tuan tanah yang menyebabkan penderitaan mereka. Situasi semakin panas Para petani mulai membakar rumah-rumah bahkan rumah ibadat, menjarah dan membunuh. Melihat kondisi ini, Luther meminta para bangsawan dan raja untuk menghentikan pemberontakan itu dengan memperdengarkan Surat Paulus kepada Jemaat di Roma Bab 13 yang isinya tentang ketaatan rakyat kepada pemimpinnya. Reaksi ini berakhir dengan menelan ribuan korban Jiwa. Luther hanya berpegang mati-matian pada pemberitaan Injil namun mengabaikan dampak sosial dan politik serta tidak dihiraukannya ekses pewartaannya.[14]
.
·         Reaksi Umat
Antara tahun 1524 dan 1526 terjadi pemberontakan secara berturut-turut: dari kalangan ksatria, Anabaptis yang tumbuh di Swiss dan kemudian menyebar ke Jerman dan Belanda, kelompok ini berpandangan bahwa orang perlu dibaptis dahulu baru kemudian ia boleh dibaptis. Luther dituduh mempunyai sangkut-paut dengan pemberontakan kaum tani. Melalui pemberontakan ini para petani  berikhtiar melawan para musuh (yakni tuan-tuan tanah)[15]. Para petani terpengaruh oleh kotbah-kotbah Luther yang sungguh masuk akal dan persuasif. Mereka membakar rumah-rumak kecuali rumah ibadah, menjarah dan membunuh. Para bangsawan dan raja diminta oleh Luther untuk menghentikan pemberontakan ini. namun Luther hanya berpegang pada pemberitaan kabar gembira, tetapi mengabaikan dampak sosial dan politik serta tidak menghiraukan ekses perwartaannya. Luther menyangka bahwa, gerakan massa yang dirintisnya berdampak luas. Namun karena hal yang demikian sejak saat itu rakyat kecil kecewa dan menjauhkan diri dari Luther. Dalam membenarkan diri Luther dan para pengikutnya menyatakan bahwa pembebasan mereka semata-mata bersandar pada Alkitab, bukan pada kekuatan senjata dan pada kebutuhan nyata orang yang miskin dan rakyat jelata. Pemberontakan kaum petani ini berdampak pada revolusi protestantisme.

·         Tindakan Gereja atas Gagasan-gagasan Martin Luther
Dengan adanya penyebaran Tesis, Paus Leo X mengundang Luther untuk mempertanggungjawabkan pandangan ke Roma. Friederich meminta agar Luther didispensasi untuk hadir di Roma dan cukuplah ia diinterogasi di Augburg. Permintaan ini dikabulkan oleh Kepausan namun interogasi tidak menghasilkan banyak hal. Hal ini dikarenakan Luther memandang bahwa Paus telah dipengaruhi oleh informasi yang salah. Kemudian pada tahun 1519 berlangsung perdebatan antara Luther dan Johannes Eck yang pada akhir gagal menyakinkan Luther untuk meninggalkan pandangan-pandangan. Namun dihadapan publik ia berhasil menyampaikan penjelasan mengenai primat paus dan infabilitas konsili-konsili. Luther sendiri tetap berpegang pada pandangannya yakni menganggap Kitab Suci sebagai satu-satunya sumber kebenaran yang diwahyukan oleh Allah. Setelah perdebatan ini Johannes pergi ke Roma untuk mempersiapkan kecaman terhadap Luther. Pada Juni 15 Juni 1520, Paus Leo X mengeluarkan bulla Exsurge Domine (bangkitlah Tuhan)[16]. bulla ini mengecam 41 (empat puluh satu) tesis yang ditarik dari ajaran-ajaran Luther. Johannes dan Duta Besar, Aleander bertanggung jawab atas penyebaran bulla Exsurge Dominedi Jerman. Kedua tokoh ini mendesak Luther untuk menarik ajarannya dalam 2 (dua) bulan. Setelah melewati batas waktu yang telah ditentukan dari penetepan Exsurge DomineMelachthon memimpin para mahasiswa untuk membakar teks-teks hukum, skolastik klasik dan karya-karya Johannes. Sementara Luther sendiri membakar bulla Exsurge Domine[17]. Pada tahun 1521, dikeluarkan bulla Decet RomanumPontificem yang mengekskomunikasi Luther dan para pendukungnya. Sebelum mengeluarkan kebijakkannya Roma memanfaatkan Karel V. namun kaisar Katolik ini memberikan masukan kepada Roma dalam pandangan ia menyatakan bahwa: kaisar dapat taat kepada Roma dan mengutuk Luther dengan mandate kekaisaran, sebab dirinya selalu berada dalam sabuk pengaman paus; atau dia berusaha melakukan negosiasi pribadi untuk menyakinkan Luther agar tunduk kepada Roma; atau memberi kesempatan kepada Luther untuk menjelaskan duduk perkaranya di depan Parlemen di Worm. Dan akhirnya Karel V memilih gagasanya yang terakhir. Pembelaan Luther.

·         Pembelaan Luther
Pada tahun 1520, Luther menerbitkan An den christlichen Adel deutsher nation (kepada Bangsawan Kristen Bangsa Jerman) dan Tulisan ini menyebar luas dalam waktu yang singkat. Luther dengan sengaja menulis karya ini dalam bahasa Jerman dikarenakan karya ini dikhususkan bagi orang Jerman. Luther mau merobohkan tiga tembok yang memungkinkan Gereja Roma bertahan. Tembok pertama: perbedaan antara imam (kekuasaan spiritual) dan awam (kekuasaan duniawi) tembok kedua: hak istimewa hierarki untuk menafsir Kitab Suci, tembok ketiga: previlese paus untuk memanggil konsili. Selain dari karya ini Luther juga menulis karya De captivitate babylonica ecclesiae praeludium (Perihal Malapetaka Pembuangan Babilonia Gereja). Dengan tulisan ini dimaksudkan oleh Luther untuk menghancurkan doktrin tradisional Gereja Roma tentang sakramen-sakramen[18]. Luther mempertahankan sakramen Baptis dan Ekaristi, dan dengan menyangkal transubstansi dan makna kurban Ekaristi. Dengan karyanya yang berjudul De libertate christiana (Tentang Kebebasan Kristen) Luther menyanjung kebebasan (batin) manusia, yang dibenarkan oleh karena iman dan kesatuan dengan Kristus. Dengan perbuatan-perbuatan baik tidak bermanfaat samasekali untuk pembenaran. Dengan kata lain manusia tentu saja tetap wajib melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik; akan tetapi hal itu tidak lebih daripada konsekuensi logis pembenaran. Dan Luther dalam ajarannya menegaskan bahwa manusia dibenarkan justru karena imannya.

·         Lutheran
Sejumlah Pengikut Luther beranggapan, protestantisme ingin menghidupi kembali arti Kekristenan. Para Lutheran berpandangan bahwa Martin Luther sendiri tidak bermaksud memisahkan diri dari Gereja Roma. Luther hanya menuntut suatu transformasi dengan menolak sejumlah hal yang bagi Gereja Katolik dipandang sangat hakiki seperti dalam primat paus, yustifikasi yang dimengerti dalam arti tradisional, imamat am orang beriman, kurba ekaristi. Dal hal ini tidak menyangkut suatu pembenahan moral, terlebih penertiban administratif. Pembaharuan agama terjadi pada abad XVI di Jerman dan Prancis. Adapun pembaharuan ini memperlihat dua pandangan yang utama. Pertama, pengetahuan langsung dan tanpa pengantara tentang sabda Alla, tanpa pengantara insani (ini mendukung terjemahan Kitab Suci dalam bentuk sederhana). Dua, penghiburan lantaran mendengarkan dan mengetahui pengampunan yang berasal dari Allah.  Dalam konteks ini mengaku dosa pada seorang imam tidak menjamin apa pun.
             

PENGARUH TERHADAP KEKRISTENAN

Tindakan yang dilakukan luther sudah sangat pengaruh dikalangan masyarakat. Doktrin Luther telah dibaca oleh banyak orang dan banyak diantaranya telah menjadi pendukungnya. Yang menjadi pengikutnya yang pertama ialah Para bangsawan dan para petani. Sylvester von Schaumburg menawarkan seratus bangsawan untuk melindunginya. Kemudian Martin Luther mulai mendekati para bangsawan German untuk mendukungnya lewat karyanya yang ditulis dalam bahasa German, An den christihen Adel deutscher Nation. Karya ini menceritakan komentar Martin atas tiga ajaran gereja yakni hak istimewa hierarki untuk menafsirkan kitab suci, perbedaan, perbedaan antara iman dan awam serta privilese paus untuk memanggil konsili. Luther pun menulis dua karya lain yaitu De CaptivitateBabylonica Ecclesiae Praeludium dan De Libertate Christiana, untuk para uskup dan Roma. Karya ini pun mempertentangkan doktrin tradisional Gereja Roma.

·         Dampak Populer
Marthin Luther memilikidampak yang luarbiasa di dunianyaPara pendukungnya berasal dari semua kalangan. Namun ini tidak berarti bahwa Luther selalu melakukan apa yang diinginkannya dengan  tindakannya. Tetapi dia harus berusaha untuk melaksanakan karyanya. Kaum bangsawan yang mendukung Luther tidak sepenuhnya dimotivasi oleh semangat injil, tetapi kepentingan diri sendiri juga. Hal ini ditandai  oleh adanya penyitaan biara-biaradan tanah yang dilakukan oleh para bangsawan sendiri. Para bangsawan memanfaatkan kesempatan ini untuk menutupi masalah keuangan mereka sendiri. Marthin Luther semakin dikenal tidak hanya di kalangan gereja tetapi meluas ke wilayah dimana ia tinggal. Kredo, Doa Bapa Kami, dan sakramen-sakramen menjdi alat dasar untuk pengajaran Luther. Dan pada tahun 1565, katekismus dari Konsili Trente muncul untuk menyediakan instrumen pendidikan Katolik yang melakukan katekese di daerah-daerah Protestan. Itu bahkan memperkuat struktur Luther, meskipun dalam tatanan lain (Kredo, sakramen, dekalog, Doa Bapa Kami). Semua katekismus Katolik sampai generasi sekarang telah mencontohnya.
Melalui terjemahannya dari Alkitab, Luther berkontribusi pada evolusi dari bahasa Jerman. Jenis bahasa Jerman di mana ia men
erjemahkanPerjanjian Lama dan Perjanjian Baru, model bahasa yang dipakaiolehMarthin Luther menjadi model bahasa umum sampai sekarang. Dipopulerkan oleh Lutheran dan Reformasi Jerman yang disebarkan pertama sekali di wilayah Katolik abad ke-18. Sehingga banyak terdapat di dalamnya kepribadian Luther dalam sastra Jerman. Melanchthon sebagai ahli teololi menajdi teman Luther dalam teologi Luther secara keseluruhan dalam pengakuan Augsburg (1530) dan apologi (1531). Namun Melanchthon tidak hanya mengikuti Luther. Ia juga memiliki gagasannya sendiri. Seperti ketika ia menentapkan inkarnasi dan Tritunggal dari Komune Loci bahwa boleh dipercaya tetapi tidak dijadikan sebagai objek spekulasi teologi. Lebih dramatis lagi, Melanchthon sendiri adalah salah satu yang pertama mencoba untuk memodifikasi teologi Luther untuk memperluas tempat persekutuan kearah Calvinisme. Untuk tujuan ini ia menulis ulang teks pengakuan Augsburg dalam apa yang disebutedisivariata (1540). Kontroversi antara pengikut Melanchthon dan lawannya, gnesio-Lutheran, yang mengikuti kematian Luther menyebabkan kesepaktan yang diwujudkan dalam Formula Concord (1577). Ini merupakan kemenangan bagi Lutheranisme yang ketat; namun itu juga menandai awal dari gerakan untuk memasuki pemikiran Luther dalam kategori-kategori skolastik yang telah ditolaknya. Sementara pengaruh Luther berlanjut di antara para pengikutnya baik melalui pencetakan ulang karya-karyanya dan melalui reformulasi pikirannya, itu juga menyebar ke area lain di dunia Kristen Perancis dari Jenewa, menganggap dirinya sebagai pengikut Luther dan mengakui beberapa gagasan Luther. Dalam Calvinisme, Luther berpengaruh dalam Reformasi Inggris. Tiga puluh sembilan ayat (1562), terutama disusun oleh Uskup Agung Cranmer, memasukkan beberapa konsepsi dasar dari Luther — antara lain, hanya Kitab Suci (pasal 6), belenggu keinginan (pasal 10), dan hanya pembenaran iman (pasal 11) ), takdir (pasal 17), dan api penyucian (pasal 22), meskipun ayat-ayat tentang sakramen lebih banyak dipengaruhi oleh Calvinis. Secara umum, pemukiman Elizabeth mengikuti jalannya sendiri, karena itu menyimpang dari dosis besar Katolik, terutama dalam liturgi (Kitab Doa Umum 1549 dan 1552. Namun, dalam teologi sistematika mereka, beberapa teolog besar dari permukiman Elizabeth, seperti Richard Hooker, memahami kebenaran yang harus didasarkan pada pola kebenaran ganda, satu dari Kristus dan satu dari orang percaya, daripada menurut perumusan Luther. Meskipun Luther kadang-kadang menggunakan citra keraguan dan bahkan kebenaran tiga kali lipat, ia menolak mentah-mentah doktrin kebenaran ganda ketika ini menjadi dasar untuk kompromi antara beberapa pengikutnya (termasuk Melanchthon) dan beberapa delegasi Katolik di seluk-beluk Regenshurg ( 1541). Tidak seperti Anglikan standar, kaum Puritan lebih dipengaruhi oleh Calvinis dari Skotlandia (John Knox) ​​daripada oleh Luther mengenai masalah pembenarandan teologi mereka pada umumnya.

·         Pengaruh Luther TerhadapTeologi Katolik
            Luther memiliki beberapa pengaruh pada zamannya sendiri yaitu kecenderungan dalam teologi Katolik, terutama bagi para pendukung reformis yang beberapa ahli sejarah menyebutnya sebagai evangelis Katolik. Mereka adalah kaum pria dan wanita yang pada umumnya membagi doktrin Luther tentang pembenaran sola fide dan penekanan pada sola scriptura sebagai standar iman. Tetapi mereka tidak membentuk kelompok yang konsisten, dan akhirny mereka ada yang masuk pada kelompok reformasi atau da nada juga yang menjadi umat katolik yang marginal. Namun, yang lebih penting bagi gereja Katolik secara keseluruhan adalah pengaruh langsung dan tidak langsung Luther pada konsili Trente (1545—1563) yang mengalami pembaruan. Dan memang ada beberapa pembatasan konsili terhadap Reformasi yang ditujukan kepada Luther dan Lutheranisme. Tetapi pengaruh Luther dan Konsili Trente tidak dapat dinilai dengan baik hanya dengan memperhatikan kutuk mereka. Penting untuk memahami formula polemik dan maksud dari setiap penegasan ajaran. Untuk sebagian besar agenda Konsili Trente ditetapkan oleh para reformis. Tugas konsili adalah untuk membuat perubahan, dan untuk menjawab kritik doktrinal reformis. Perlu untuk memperhatikan para reformis agar memahami struktur dewan. Dan meskipun beberapa sesi sepertinya ada dalam pikiran Calvinis daripada sayap Lutheran dari Reformasi, itu adalah figur Luther yang terbayang pada sesi 25 Konsili. Luther telah meminta sebuah konsili yang akan mendasarkan keputusannya pada sola scriptura. Dan karena itu urutan pertama bisnis, setelah sesi pendahuluan, adalah untuk menggambarkan dasar dari iman Katolik. Sesi ketiga menegaskan kesetiaannya pada Kredo Nicea; sesi keempat menyatakan kesetiaannya pada “kemurnian Injil” sebagaimana terkandung dalam kedua Kitab Suci dan tradisi kerasulan. Divergensi telah muncul di kalangan sarjana Katolik untuk menafsirkan keputusan ini. Namun, pada umumnya saat ini diterima bahwa gagasan tentang Kitab Suci dan tradisi menjadi dua sumber wahyu yang terpisah dan parsial tidak diajarkan atau ditolak oleh Trente; pembagian semacam itu hanya berasal dari para penerjemah yang kemudian. Meskipun berdiri lebih dekat dari Luther ke humanisme dari Renaisans, Trente tidak mencurahkan satu pun keputusan untuk pertanyaan tentang kehendak bebas. Pada awalnya, sesi keempatnya meneliti pertanyaan tentang dosa asal yang menjadi sumber pandangan Luther tentang ikatan kehendak. Dekrit ini ditujukan kepada neo-Pelagian (yang menurunkan gravitasi dosa asal yang ditransmisikan ke seluruh umat manusia) dan Anabaptis (yang menolak baptisan bayi). Salah satu keprihatinan utama Luther, dampak pasti dari dosa asal terhadap kapasitas akal dan kehendak, tidak diperiksa, mungkin karena ada perbedaan pada titik ini antara kaum Thomis, orang-orang Scotis, dan Nominalis, merupakan aliran utama yang muncul di konsili. Bahasa Agustinian kuno Luther, yang disebut dosa kerapuhan (sedangkan untuk Skolastisisme seperti trente itu hanya hasil dari dosa), secara eksplisit ditolak.  Pembenaran, titik sentral teologi Luther, diperlakukan panjang dalam sesi ke empat. Di sini konsili tidak menggunakan bahasa Luther, tetapi para uskup agaknya mengira bahwa sebagia dari tiga puluh tindakan yang ditambahkan ke enam belas bab dari dekrit itu mengutuk beberapa poin dari bahasa dan ajran Luther. Tifikasi, menunt ukuran yang setia ke tingkat kesucian tertinggi. Namun teks konsili juga cocok dengan pandangan yang begitu menekankan sentralitas iman bahwa perbedaan dengan Luther lebih bersifat verbal daripada nyata. Memang, Trente mengulangi ajaran skolastik standar bahwa satu-satunya keyakinan yang membenarkan adalah yang "diinformasikan", atau dianimasikan, oleh cinta. Dalam Trente seperti dalam kebanyakan teologi abad pertengahan, cinta bukanlah sebuah karya yang mengikuti iman, mengalir seperti apa adanya darinya; itu adalah hadiah yang diinfuskan, sepenuhnya karena Tuhan, yang dianugerahkan bersama dengan iman dan harapan dan memungkinkan penerima untuk menanggapi panggilan Tuhan dalam mengasihi Tuhan dan berselisih . Dengan kata lain, Trente berusaha memengaruhi sintesis antara doktrin anugerah Agustinian sebagaimana tercermin dalam aliran utama teologi abad pertengahan dan kepedulian yang hampir eksklusif terhadap iman yang telah diadopsi Luther. Rumusnya bukan milik Luther, tetapi perbedaan tepatnya di antara keduanya adalah titik diperdebatkan. Untuk menjaga perhatian yang dibayar oleh Luther kepada sakramen, sesi-sesi doktrinal Trente yang tersisa terutama membahas pertanyaan-pertanyaan sakramental. Sakramen-sakramen pertama-tama dilihat pada umumnya dan kemudian secara khusus. Perhatian khusus diberikan kepada Ekaristi. Ia memelihara tujuh sakramen. Ini menegaskan kehadiran gamblang dan membela doktrin transubstansiasi sebagai ekspresi kehadiran nyata. Ia juga membela gagasan bahwa ekaristi dapat benar-benar disebut pengorbanan, meskipun bukan yang baru, dan bahwa sebagai pengorbanan Misa dapat ditawarkan bagi orang hidup dan orang mati. Dalam hal ini, tidak ada kiasan untuk dasar teologi amoral sakral Luther, yang mengikat sakramen dalam arti yang ketat untuk janji pembenaran. Di Trente gagasan sakramen lebih luas. Di bawah kondisi-kondisi ini tampaknya mungkin bahwa para bapa gereja dan teolog tidak menyadari pendirian Luther yang sebenarnya. Oleh karena itu, dapat diperdebatkan apa yang akan mereka katakan tentang jumlah sakramen jika mereka telah mengadopsi definisi Luther yang lebih ketat.Keputusan terakhir menguji masalah.yang merupakan awal dari karir reformasi Luther: indulgensi. Sesi terakhir yang sama memperlakukan secara singkat tentang api penyucian, doa para orang kudus, gambar-gambar suci, dan peninggalan orang-orang kudus. Ini adalah yang paling anti Lutheran dari keputusan konsili. Pada pandangan pertama konsili tampaknya mempromosikan praktik-praktik itu yang menjadi sasaran Luther. Namun ia juga mengajak umat beriman untuk moderasi dalam semua hal seperti itu; ia memberi tahu para uskup bahwa semua harus dilakukan dengan maksud untuk membangun. Ketetapan tentang topik-topik ini mungkin akan memiliki nada yang sangat berbeda jika Luther tidak memprotes pelanggaran yang telah diasaksikan. Mungkin ada pandangan berbeda dari pengaruh nyata Luther pada Konsili Trente dan tentang Kontra-Reformasi. Namun orang dapat membantah bahwa transformasi teologi Katolik dari Abad Pertengahan ke modern terutama disebabkan pengaruh dominan Luther pada evolusi pemikiran Eropa. Skolastik dari adalah anti-Lutheran dan anti-Calvinistik, sedangkan Lutheranisme dan Calvinisme mengembangkan jenis teolog skolastik mereka sendiri. Dalam usahanya memperbarui menggunakan pemikiran Thomas Aquinas sebagai, neo-Scholastisisme dari akhir abad kesembilan belas. Tetapi menjelang pertengahan abad kesembilan belas, model teologi Katolik sebagian berkembang dari pertemuan di sekolah Tubingen antara teolog katolik Jerman dan pemikiran Luther serta Lutheranisme.[19]



DAFTAR PUSTAKA
1.      Embuiru, H. Gereja Sepanjang Masa. Flores: Nusa Indah
2.      Helwig, W. L. Sejarah Gereja Kristus. Yogyakarta: Kanisius, 1974.
3.      Hasugian Hopman. Sakramen Ekaristi Menurut Marti Luther dan Konsili Trente.
4.      Kristiyanto, Eddy. Reformasi dari Dalam. Jogjakarta; Kanisius, 2004.
5.      Kristiyanto, Eddy. Gagasan yang Menjadi Peristiwa. Yogyakarta: Kanisius, 2006.


[1] Th. Van den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979), hlm. 119.
[2] Dom Charles Poulet, A History of the Catholic Church, vol.1 (London: B. Herder Book, 1934), hlm.620.
[3] H. Jedin, (ed) History of the Church (Abridged edition): The Medieval and Reformation Church, (New York: The Crossroad Publishing Company, 1993), hlm. 155-157.
[4] Kleopas Laarhoven, Gereja Abadi, (Kabanjahe: Percetakan Offset, 1974), hlm. 74.
[5] H.Berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988), hlm. 23.       
[6]Indulgensi adalah penghapusan hukuman temporal atas dosa yang dianugerahklan oleh gereja dan effektif di hadapan Allah. Husin Sembiring, diktat sejarah agama kristiani II, (STFT ST. YOHANES PEMATANGSIANTAR-SUMATRA UTARA, 2013/2014),  hlmn. 24.
[7] Hubert Jedin (Ed), History of The Church Vol. V Reformation & Counter Reformation (New York: Crossroad, 1992), hlm. 51.
[8] Bdk. Hans Peter Grosshans, Luther…, hlm. 35
[9] Eddy Kristianto, Reformasi dari Dalam, (Yogyakarta:Kanisius, 2004), hlm. 58.
[10] Bdk. Hans Peter Grosshans, Luther…, hlm. 18.
[11] Hans Peter Grosshans, Luther,…, hlm. 35.
[12] Hans Peter Grosshans, Luther,…, hlm. 39.
[13] Eddy Kristiyanto, Reformasi …, hlm. 61.
[14] Eddy Kristiyanto, Reformasi ..., hlm. 24.
[15]Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam Sejarah Gereja Zaman Modern (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 64.
[16]Eddy Kristiyanto, Reformasi…,hlm. 59.
[17]Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam Sejarah Gereja Zaman Modern (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 61.
[18]Eddy Kristiyanto, Reformasi…,hlm.60.
[19]Mark Edwards and George Tavard, Luther A Reformer the Churches, (USA: Fortres Press, 1983), hlm. 83-92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar