Fenomena
Agama Tradisional Nusantara Yang Mulai
Dilupakan
Berangkat
dari defenisi J.W.M. Bakker, agama sebagai keyakinan hidup rohani pemeluknya,
baik perseorangan maupun sebagai jemaat, adalah jawaban manusia kepada
panggilan Ilahi di dalam alam dan rahmat.[i]
Kita mencoba melihat agama (kepercayaan) Nusantara yang mulai terlupakan oleh
agama-agama import yang masuk ke
Nusantara dan menjadi agama negara. Namun agama (kepercayaan) nenek moyang yang
bisa dikatakan asli mulai terlupakan dan sampai hilang atas kehadiran agama import.
1.
Fenomenologi
Agama Tradisional Nusantara
Fenomenologi
agama adalah penyelidikan sitematis dari
sejarah agama yang bertugas mengklasifikasikan menurut cara tertentu sejumlah
data yang tersebar luas sehingga suatu pandangan yang menyeluruh dapat
diperoleh dari isi agama-agama tersebut dan makna religious yang dikandungnya.[ii] Dalam
pendalaman ini sangat dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan sikap-sikap
keagamaan dan kebiasaan-kibiasaannya seperti, doa, upacara-upacara kurban dan
sakramen, konsep-konsep religiusnya sebagaimana termuat dalam mitos-mitos dan
symbol-simbol, kepercayaan-kepercayaannya berkenaan dengan yang suci, mahluk-mahluk
supranatural, dewa-dewa dsb. Hal inilah yang hendak kita lihat secara sekilas
dari perjalanan keagamaan Nusantara yang ada.
Secara
umum gambaran kepercayaan kepada Sang Hyang Widi (agama Bali), Debata Mulajadi
Nabolon (Parmalim), Kawula lan Gusthi
(Kejawen), Ranying (Kaharingan) dan banyak lagi sebutan yang tertuju dan
terpusat pada Allah Yang Esa menunjukan ada kesamaan kepercayaan pada Ke-Esa-an
Allah. Dan banyak ciri lain yang dapat diartikan bahwa ketuhanan Nusantara
sebagai wakil dari kepercayaan setiap daerah dan budaya terlebur menjadi satu
yakni Tuhan Yang Maha Esa. Selain hal itu banyak juka bentuk-bentuk kepercayaan
pada keberadaan tingkatan kosmik, kekuatan jahat yang disimbolkan pada sosok
jelmaan yang menjadi presentase dari kematian, neraka dan kejahatan. Tata
upacara dan kurban. Adanya hubungan yang tak terpisahkan antara hidup manusia
dan alam semesta. Semua ini mau mengkisahkan kumpulan kepingan yang menjadi
pembahasaan akan kepercayaan pada Allah dalam ketuhanan di setiap daerah dan
budaya yang ada di seluruh Nusantara. Semua ini mau mengatakan bahwa sejak
dahulu “nenek moyang Nusantara” telah bertuhankan “Tuhan Yang Esa.” Dapat kita simpulkan Agama tradisional yakni
agama-agama yang, berbeda dengan agama-agama dunia yang telah tersebar di
banyak negeri dan budaya, tetap dalam lingkungan sosiokultural aslinya.[iii]
2.
Agama menurut
Negara Indonesia
Sebagai
dasar Negara Indonesia, Pancasila menempatkan pada butir pertamanya sari dari
kepercayaan dan nilai-nilai eksistensi bangsa
ini dengan berlandaskan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Tepat pada tanggal 1 Juni
1945 Soekarno memberikan usulan tentang esensi sila pertama tentang “Ketuhanan”,
yakni; “Perinsip Indonesia Merdeka dengan
bertakwakan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa
Indonesia bertuhan tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan.
Tuhan sendiri. …marilah kita semuanya bertuhan. Hendaknya negara ialah negara
yang tiap orangnya menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat
hendakna bertuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada ‘Egoisme agama’. Dan
hendaknya Negara Indonesia satu negara yang bertuhan.” [iv] Demikianlah
betapa sedari awal, bangsa Indonesia sangat melandaskan jati dirinya sebagai
suatu bangsa yang bertuhan yakni, “Tuhan Yang Maha Esa.”[v]
Bangsa
ini menjadi bangsa yang bertuhan. Dalam sila pertama secara implisit tentang
“Ketuhanan Yang Maha Esa” dan dasar tersimpulkan sila tersebut yakni bahwa
sebelum Negara Indonesia terbentuk, bangsa ini telah memiliki kepercayaan akan
Tuhan Yang Esa seperti kepercayaan dari nenek moyang bangsa ini. Namun secara
eksplisit Negara Indonesia sampai saat ini hanya mengakui 6 (enam) agama, yakni
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Pada abad ke-4 agama Hindu
dan Budha masuk ke Nusantara, abad ke- 14 agama Islam, abad ke-16 agama Katolik
dam Protestan. Dari statistiknya dapat kita lihat bahwa hampir 87,18 % penduduk
Indonesia menyatakan diri beragama Islam, 9.8% beragama Kristen dan Katolik,
1,69% beragama Hindu, dan 0,72 % beragama Budha di tahun 2010.[vi] Demikianlah
perkembangan terus berlanjut memberi gambaran yang baku bahwa agama resmi di
Negara Indonesia hanya ke enam agama yang telah diterima oleh negara. Sedangkan diluarnya itu menjadi “Penghayat
Kepercayaan.”
3.
Dimanakah
Berdiri “Ketuhanan” dari Agama Tradisional Nusantara saat ini?
Dalam
sejarahnya Indonesia yang adalah Nusantara (sumpah Gajah Mada) yakni, kumpulan
dari seluruh kepulauan dan budaya, memiliki banyak macam kebudayaan, yang di
dalamnya juga memiliki banyak kepercayaan (ketuhanan) seturut daerah dan budaya
yang ada. Agama Bali, Djawa Sunda, Aluk Todolo, Kejawen, Parmalim, Wetu Telu,
Merapu dan disebutkan bahwa ada 187 Penghayat Kepercayaan terdaftar di
Indonesia. [vii]
Ini mau menunjukan Indonesia memiliki banyak bentuk kepercayaan akan
“Ketuhanan”. Namun dari semua agama yang dianut oleh sebagian besar warga
Indonesia adalah agama-agama yang datang dari luar Nusantara (Indonesia).
Apakah tidak ada kearifan dari agama tradisional? Apakah tidak ada ajaran
kebaikan dalam agama tradisional? Bukankah dalam agama tradisional juga
dipercaya Allah Yang Esa? Menjadi refleksi dan permenungan bagi kita, dengan
apa yang dikatakan pribahasa “dimana bumi dipijak, di situ langit di junjung.”
Apakah agama tradisional dahulu yang menjadi kepercayaan “Ketuhanan” nenek
moyang kita yang adalah runtutan dari sejarah kehidupan kita, nusantara ini dan
dan Negara Indonesia ini telah menjadi kisah masa lalu yang tinggal cerita
dalam sejarah Agama Indonesia?
Agama
tradisional dalam segala keberadaannya tetap memiliki keyakinan kepada Tuhan
Yang Esa. Mereka yang sampai saat ini masih mencoba mempertahankannya adalah
orang-orang yang mencoba hidup dalam keyakinan yang sama dengan agama-agama
Negara yang yakin akan keselamatan. Sila pertama dalam Pancasila dan gagasan
pembentukannya memegang teguh bahwa Bangsa ini adalah Bangsa bertuhan. Namun
belum memeluk semua ketuhanan yang ada di Nusantara ini. Karena yang ada dan
diakui masih hanya 6 agama saat ini. Dapat dikatakan bahwa fenomena agama di
Nusantara (Indonesia) ini merupakan fenomena sejarah agama Import yang masuk ke Nusantara, belum benar-benar sebuah Fenomena
Agama Nusantara.
[ii] Mariasusai
Dhaamony, Fenomenologi Agama,
(Yogyakarta:Kanisius, 1995), hlm. 25-26.
[iii] Surat Dewan Kepausan Untuk Dialog Antaragama
kepada para Ketua Konferensi Uskup di Asia, Amerika dan Oseana, (Pontificial Council for Interreligius
Dialogue, Pastoral Attention to traditional religions) (seri Dokumen Gereja
No. 85), diterjemhkan oleh Piet Go (Jakarta:Dokumen dan Penerangan KWI, 2007),
no. 2.
[iv] Bambang Suteng Sulasmono, Dasar Negara Pancasila, (Yogyakarta:Kanisius,2015),
hlm. 16.
[v] Michel Pichard, Remy Madinier, The politics of Religion in Indonesia,
(New York:Routledge, 2011), hlm. 11-14.
[vi] Leo, Srie
Gunawan, Fenomenologi Agama,
(Pematangsiantar:STFT, 2018), hlm. 1, (diktat pertemuan V)
[vii] Moh. Nadlir, Ada 187 Kelompok Penghayat Kepercayaan yang Terdaftar di Pemerintah,
https://nasional.kompas.com/read/2017/11/09/12190141.htm, diakses
09/11/2017, 12.19 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar